Tak Kenal Lelah, Banser Sangat Senang Ngawal Gus Muwafiq Naik Puncak Turgo

gus muwafiq naik ke turgo

Di mana ada NU dan kiai, di situ ada Banser yang setia menjaga, mengawal perjalanan para kiai dalam menjalankan aktifitasnya.

Banser dalam mengawal NKRI, NU dan Kiai memang sudah tidak diragukan lagi. Seolah telah mengakar erat dalam diri seorang Banser menjaga dan memastikan kiai aman adalah sebuah panggilan jiwa dan jihad di jalan Allah, tanpa memikir apapun resiko yang akan dialaminya. Niatnya hanya satu mengabdi kepada bangsa dan agama.

Seperti yang dilakukan Tim Banser pada Senin, 16 September 2019. Dalam acara napak tilas dan haul Syekh Jumadil Kubro di Gunung Turgo Sleman. Seperti biasa setiap ada acara NU dan kiai NU, Banser sudah siap siaga hampir di semua titik lokasi acara. Ada yang bertugas mengawal kiai, adapula yang bertugas mengatur jamaah, mengatur lalu lintas hingga Banser yang bertugas merapikan parkir mobil maupun motor.

Medan berat menuju makam Syekh Jumadil Kubro menambah kesanku kepada anggota Banser. Ketika rombongan Gus Muwafiq mulai melangkahkan kaki menuju makam yang letaknya memang di atas puncak gunung Banser dengan sigap negawal perjalanan beliau. Sebagian anggota Banser berangkat terlebih dahulu mengecek dan memastikan jalan yang akan dilalui aman untuk dilewati.

Sebagian Banser yang lain mengawal perjalanan Gus Muwafiq. Sampailah di tengah perjalanan ketika rasa lelah itu mulai terasa. Kaki sudah seolah mematung karena perjalanan yang hampir 1 jam dengan medan yang masih sangat alami melewati bebatuan dan di samping jurang. Keringat para anggota Banser mulai tak bisa disembunyikan, nafas tergopoh-gopohpun tak bisa dihindarkan.

Namun seolah anggota-anggota Banser memiliki kemampuan tenaga dalam yang luar biasa. Kondisi tersebut bukan menjadi alasan bagi mereka untuk tidak tetap dengan semangat mengawal Gus Muwafiq untuk bisa sampai puncak dengan aman dan selamat. Walaupun ada beberapa anggota yang kelelahan. Perjalanan menuju puncak makan terus dilanjutkan dan sesekali istirahat meneguk air yang dibawa dari bawah.

“Ini belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan para ulama dulu,” tegas Gus Muwafiq.

Mendengar kata-kata Gus Muwafiq ini, para Banser itu tiba-tiba seperti mendapatkan energi baru. Mereka seolah hidup di masa silam menemani perjuangan para wali berdakwah.

“Aku ini sak jane wes gak kuat, tapi yo kudu kuat. Ayo aku dibantu, didorong.”

“Kakiku iki sak jane sangat capek, bahkan sampai gak terasa capeknya… saking sangat amat capeknya ini.”

Lagi-lagi, Gus Muwafiq tak pernah merasa capek. Gus Muwafiq juga terus mengajak santai dan tawa kepada semua peziarah, khususnya para banser. Menikmati indahnya sowan kepada leluhur.

“Makam Sunan Ampel sudah dirawat anak cucunya, Sunan Bonang juga sama, Sunan Kalijaga juga sama, Sunan Gunung Jati juga dirawat indah, bahkan Sunan Muria di puncak gunung juga ramai dirawat anak cucunya. Masak kita sebagai anak cucu yang ada di sini tidak ikut merawat makam Syekh Jumadil Kubro?.”

Inilah pesan yang selalu disampaikan Gus Muwafiq kepada semua peserta ziarah.

Para anggota Banser itu tak kenal lelah, terus berjibaku untuk melaksanakan tugas mulianya mengawal kiai. Mereka sudah tidak perduli lagi dengan apapun kondisi yang dirasakan. Padahal saya tahu usia mereka sudah tidak muda lagi. Saya yang masih muda saya merasakan letih yang sangat amat, tetapi beberapa anggota Banser justru menunjukkan jiwa pasukan yang militan dalam mengemban tugas.

Penulis: Yayan, Bangkitmedia.com.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *