Oleh: Muyassarotul Hafidzoh,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ustadz Abdul Shomad yang berbahagia. Semoga Ustadz dan keluarga diberi kesehatan dan kelancaran urusan oleh Allah SWT. Amin.
Ustadz, belum selesai saya merasa sedih dengan kabar dunia pendidikan yang memilukan, saya mendapatkan kiriman video Ustadz yang tersebar luas di media sosial. Pasti Ustadz mendengar di Madura ada seorang murid diduga memukul gurunya hingga mengakibatkan kematian. Kemudian di Lombok ada wali murid yang menganiaya guru anaknya. Sungguh sedih Ustadz, kekerasan demi kekerasan mulai terlihat biasa. Lalu bagaimana masa depan anak bangsa ini?
Dalam kepiluan yang belum muncul solusinya, saya justru menemukan video Ustadz tentang sogok halal dan sogok haram. Walapun di awal kalimat ustadz mengatakan “Dengarkan baik-baik ya. Jangan sampai ada yang bilang Ustadz Shomad menghalalkan sogok!” Kalimat pembuka Ustadz ini justru menimbulkan banyak pertanyaan di benak saya.
Ustadz, kenapa ustadz mengambil hukum tentang sogok itu boleh dengan contoh seorang guru yang ingin menjadi PNS? Bagaimana jika hak yang kita ambil adalah bukan milik kita? Bagaimana kita bisa tahu kalau kita lebih berhak dari pada orang lain?
Ustadz, saya adalah seorang guru dan sesekali saya bertanya kepada anak didik saya tentang apa cita-cita mereka. Hampir lebih dari 30% mereka memiliki cita-cita menjadi seorang pendidik baik itu guru sekolah, ustadz, guru ngaji dan juga dosen. Menjadi seorang guru adalah cita-cita mulia karena guru adalah pemegang mahkota pengetahuan yang akan disandangkan kepada murid-muridnya. Jadi profesi Guru bukanlah profesi yang diperjualbelikan, apapun alasannya!
Guru merupakan ujung tombak paling utama dalam pendidikan. Orang tua yang mengajari anaknya di dalam rumah adalah guru, seorang dokter yang mengajarkan cara hidup sehat kepada pasiennya adalah guru, seorang insinyur yang mengajari cara membangun gedung yang baik kepada para tukangnya adalah guru, seorang pegawai Bank yang mengarahkan nasabah untuk menjadi nasabah yang baik adalah guru. Jika kita memahami makna seorang guru dalam diri kita, maka etika guru akan menjadi tolak ukur perilaku kita.
Pernyataan Ustadz tentang bolehnya menyogok karena kita sudah memenuhi syarat adalah sama saja ustadz sedang mengajarkan kami cara merebut hak bukan mengambil hak. Apalagi dengan contoh, guru honorer, IPK 3,7 dan lulusan IKIP boleh menyogok untuk menjadi guru PNS, jika memang diminta membayar sekian juta maka boleh dan tidak haram uangnya. Tetapi kemudian Ustadz bilang yang berdosa adalah pihak yang meminta, dalam hal ini petugas dinas yang menerima bayaran sebagi syarat guru tersebut adalah orang yang menerima uang haram.
Ustadz, apakah Ustadz lupa sebagai seorang muslim kita harus mengajarkan kebaikan dan mencegah kedzoliman. Jika praktik ini dilakukan maka tugas mencegah kedzoliman telah terciderai. Hukum yang Ustadz sampaikan adalah membiarkan kedzoliman yakni pihak yang meminta bayaran untuk menerima uang haram yang tadi ustadz katakan.
Ustadz, saya teringat dengan petuah dari kiai saya tentang “Terpaksa masuk surga itu lebih baik daripada dengan senang hati masuk neraka,” KH. Bardan Usman (Rais Syuriah PCNU Gunung Kidul DIY).
Jika saya adalah guru yang dicontohkan Ustadz, kemudian saya sudah melakukan prosedur yang sesuai. Jika saya bertemu dengan petugas yang meminta bayaran, maka saya lebih baik memilih tetap menjadi guru honorer yang keikhlasannya biar Allah SWT yang menilai. Kemudian karena saya warga negara yang memiliki hak untuk membela diri, maka saya akan melaporkan petugas tersebut kepada KPK.
Jangan Ajarkan Kami Korupsi, Tapi Ajarkan Kami Bertaubat!
Ustadz Shomad yang dirahmati Allah SWT, saya memang hanya guru biasa, bukan seorang yang Alim seperti Ustadz. Saya juga sadar diri, keilmuan saya jauh di bawah Ustadz, tapi saya mohon kepada Ustadz jangan ajarkan kami korupsi!
Sebenarnya penjelasan Ustadz tentang masalah ini adalah berawal dari jama’ah Ustadz yang bertanya tentang bagaimana hukumnya ketika awal menjadi PNS dia melakukan praktik suap, apakah gaji yang diterima adalah haram dan dia harus keluar dari pekerjaan, akan tetapi pekerjaan tersebut hanya satu-satunya pintu rizki yang diperolehnya?
Izinkan saya mencoba menganalisis pertanyaan jamaah tersebut.
Pertama, dia penanya yang baik, karena dalam hatinya ada gejolak kekhawatiran tentang rizki yang dia peroleh halalan thoyyibah atau tidak?
Kedua, dia sudah terlanjur melakukan hal yang menurut hati nuraninya adalah tidak baik (yakni menyuap), dia ingin tahu apa yang harus dia lakukan? Keluar dari pekerjaan atau bagaimana?
Melihat dari psikologi penanya, saya kurang cocok dengan jawaban yang ditawarkan ustadz. Tentang ada dua kategori sogok. Akan lebih bijak jika solusi yang ditawarkan ustadz adalah jika kita pernah melakukan kesalahan kemudian menyadari kesalahan tersebut maka segeralah bertaubat memohon ampun Allah SWT, berusaha meraih rahmatnya dengan cara taubatan nasuhah. Ustadz pasti tahu bahwa Rahmat Allah lebih luas daripada siksa-Nya.
Ada kisah dalam kitab Durrotun Nasihin tentang Air Mata Taubat Nabi Adam AS. Semenjak Nabi Adam keluar dari surga akibat tipu daya iblis. Beliau menangis hingga 300 tahun. Nabi Adam tak berani mengangkat kepalanya ke langit, lantaran rasa malu kepada Allah karena melanggar perintahnya. Beliau sujud ratusan tahun di atas gunung, panas dan hujan tidak menjadi halangan untuknya memohon ampunan, hingga air matanya mengalir menuju lereng Sarandib.
Dari air mata tersebut Allah SWT tumbuhkan pohon kayu manis dan cengkeh. Kemudian, burung-burung ikut meminum air mata Nabi Adam yang menetes hingga sungai. Burung tersebut berkata “Sungguh nikmat dan lezatnya air ini.” Nabi Adam mendengar perbincangan burung-burung tersebut, Nabi Adam mengira burung tersebut menghinanya lantaran perbuatannya yang melanggar perintah Allah SWT. Ini yang membuat Nabi Adam semakin menangis. Kemudian Allah SWT menyampaikan wahyu kepadanya “Hai Adam, sesungguhnya aku belum pernah menciptakan air yang lebih lezat dan nikmat daripada air mata taubat.”
Ustadz, nilai taubat yang menjadi jawaban akan terdengar lebih baik. Seseorang yang sudah melakukan kesalahan kemudian dia bertaubat dengan taubatan nasuha. Bahkan akan menjadi seorang yang melakukan gerakan anti korupsi, itu jauh lebih bijak. Nantinya, bukan hanya dosanya yang akan diampuni Allah SWT, namun rizkinya pun akan barokah.
Mohon maaf ustadz, jika surat saya terlalu panjang. Sekali lagi, surat ini bukan untuk mengajari ataupun menyalahkan ustadz, saya hanya menyampaikan keresahan saya sebagai orang tua dan sebagai seorang guru.
Sekian surat terbuka dari saya, apabila ada salah, dengan tulus saya mohon maaf. Terima kasih.
Ihdinos shirothol mustaqim.
Wallahulmuwafiq Ila Aqwamith thariq….
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
*) Guru TPA Masjid Azzahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul.