Silatda, Pohon Sawo, dan Inspirasi Perjuangan Diponegoro

pohon sawo

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

KULONPROGO – Perhelatan Silatda dan Musyawarah Akbar I Kader Penggerak NU DIY, yang diselenggakan di SMK Ma’arif 1 Wates, Sabtu (5/5), berjalan lancar dan penuh khidmat. Ribuan kader terlihat memadati halaman sekolah. Mereka antusias mengikuti setiap sesi acara dan penuh semangat menyanyikan yel-yel perjuangan.

Dalam momen tersebut, salah satu kegiatan yang memiliki makna penting adalah penanaman pohon sawo. Penanaman pohon sawo tersebut dilakukan secara simbolis oleh tim instruktur pusat kepada koordinator kader cabang. Pohon sawo ini nantinya akan menjadi simbol persatuan diantara para kader.

Bacaan Lainnya

Inspirasi pohon sawo dapat dilacak dari jejak perjuangan Pangeran Diponegoro. Sejak penangkapan Pangeran Diponegoro oleh De Kock dan kemudian diasingkan, para pengikut Pangeran Diponegoro berkumpul dan bersepakat untuk merubah arah perjuangan mereka. Dari perang fisik menjadi perjuangan di bidang pendidikan.

Mereka berpencar untuk menyebarkan pendidikan Islam. Namun, mereka bersama-sama sepakat untuk menandakan semangat persatuan melawan kemungkaran, yakni dengan menanam pohon sawo di setiap lokasi yang mereka diami. Pohon sawo ini memiliki makna filosofi yakni sebagai lambang dari “sawwu sufufakum” yang artinya “rapatkan barisanmu”. Yang menandakan bahwa pasukan Diponegoro masih terus merapatkan barisan untuk berjuang dan bersatu.

Di kawasan Selatan Jawa atau wilayah Matraman, banyak sekali anak keturunan Pangeran Diponegoro yang masuk dalam jaringan ulama karena mereka kemudian menjadi ulama serta mengasuh pesantren. Karena itu di beberapa pesantren tua di wilayah tersebut biasanya dapat dijumpai pohon sawo yang usianya sangat tua.

Semangat perjuangan dengan merapatkan barisan inilah yang menyemangati para kader NU sehingga menanam pohon sawo. Sebagaimana dijelaskan oleh Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Abdul Mun’im DZ, bahwa senjata paling ampuh dalam perjuangan adalah persatuan. Hal ini sudah dicontohkan oleh para pendiri NU dengan soliditas jamaah saat mendirikan Jam’iyyah NU. (An)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *