Hari ini tak ada negara yang berani melawan AS kecuali Iran. Meskipun Negara Super Power itu memberikan banyak sangsi utk negeri Para Mullah ini, tapi tak membuat lemah dan terpuruk. Secara ekonomi Iran jelas terpukul. Namun, kemajuan di bidang teknologi persenjataan, terutama rudal dan dron, Iran paling unggul dibanding negara-negara lainnya dalam satu kawasan.
Terbukti, aksi pembalasan Iran atas kematian Jenderal terbaiknya, Qasem Soleimani, terhadap dua pangkalan militer AS di Irak, Ain al-Assad dan Hariri, dengan puluhan roket jangka pendeknya sama sekali tak ada yang meleset. Saya membayangkan aksi berani Iran ini akan mendapat reaksi keras AS seperti pada Jepang yang meluluhlantakkan pangkalan militer Pearl Herbour.
Ternyata, bayangan saya meleset. AS terbukti ciut nyali. Melalui jumpa pers setelah pangkalan militernya dihujani roket Iran, Donald Trump menegaskan tidak akan membalas menggunakan aksi militer. Padahal, sebelumnya Trump mengancam akan menghancurkan 52 target jika Iran berani menyentuh fasilitas militer AS.
Keputusan AS utk tidak membalas serangan Iran dan menghindari perang patut kita syukuri. Ada jutaan nyawa manusia yang harus dilindungi. Timur Tengah harus diselamatkan dari kehancuran.
Jika islamisme “sunni” melahirkan al-Qaeda, ISIS, Ikhwanul Muslimin dan Hizbu Tahrir, islamisme syiah yang direpresentasikan Iran ini justeru semakin stabil, establish, dan kekuatannya semakin diperhitungkan dunia.
Seandainya perang AS-Iran meletus di Timur Tengah, saya pastikan AS tak akan semudah seperti menundukkan Irak, Afganistan, Suriah, atau Libya. Secara militer dan teknologi, Iran jelas tak sebanding dengan AS. Namun, Iran sanggup menghimpun dan mengonsolidasikan semua kekuatan yang tercerai berai akibat krisis di Timur Tengah dan dibackup dua negara raksasa Rusia dan China. Tampaknya, inilah yang membuat AS harus berhitung ulang berhadapan lengsung dengan Iran.
Akankah Iran memimpin dunia Islam di Timur Tengah?
Salam
Jamaluddin Mohammad