Berita NU, BANGKITMEDIA.COM
BANTUL-PMII Cabang Bantul menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka Harlah PMII ke-58, Ahad (22/4). Dengan mengangkat tema, “Tahun Politik: Mafsadat/Maslahat” (Fenomena Money Politic dan Black Campaign di Masyarakat). Narasumber yang dihadirkan adalah Dr. Subaidi, M. S. I., (Dosen UIN Sunan Kalijaga) dan Nur Huri Musthofa, M.S.I., (Komisioner KPU DIY).
Seminar Nasional ini dihadiri oleh puluhan anggota PMII dari IIQ An Nur Yogyakarta dan anggota PMII se-Kabupaten Bantul. Selain itu, hadir pula beberapa delegasi dari OKP yang terhimpun di DPD KNPI Bantul. Acara yang diselenggarakan di gedung PCNU Bantul ini, dilaksanakan dalam rangka merespon gejolak tahun politik yang sedang terjadi.
Wakil Rois Syuri’ah PCNU Bantul KH Nadhif mengapresiasi dan mendukung kegiatan ini. Ini adalah salah satu kegiatan dalam rangka menyiapkan generasi muda yang betul-betul siap memimpin masa depan. Sehingga mampu mewujudkan cita-cita bangsa dan cita-cita dalam al-Qur’an dan hadist Rasulullah, yaitu baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Dalam sambutannya, Kiai Nadhif menyampaikan tentang maraknya isu strategis akhir-akhir ini. Isu strategis yang pertama adalah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sedang Presiden Jokowi, menggunakan istilah “Revolusi Mental”. Dalam PPK, aspek kecerdasan bukanlah satu-satunya aspek yang diutamakan. Tetapi aspek rohaniyah (spiritual) juga perlu ditanamkan untuk mendidik generasi muda yang berakhlak karimah.
Kedua,yakni adanya disintegrasi. Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan kaya akan ras. Sehingga, tentu banyak sekali perbedaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perbedaan yang ada seharusnya menjadi potensi pemersatu, bukan sebagai potensi berceraiberainya bangsa Indonesia.
Ketiga, yakni isu radikalisme. Isu ini juga menjadi akar masalah terpecahbelahnya bangsa Indonesia. Oleh karenanya, isu radikalisme ini juga mendapat perhatian khusus agar tidak memasuki ideologi generasi muda saat ini.
“Sekali lagi, PR kita masih besar. Kemudian yang terakhir tadi saya sampaikan isu strategis kita adalah tahun 2018-tahun 2019 kita masuk pada tahun politik,”ujar Nadhif.
Beliau menambahkan, istilah tahun politik tampaknya kurang tepat jika digunakan dalam masyarakat secara luas. Istilah ini agak serem sehingga ada kecenderungan masyarakat merasa kurang nyaman. Di lain sisi, juga mengindikasi pada hal-hal yang kurang baik. oleh karenanya, untuk mengantisipasi hal tersebut maka istilah tahun politik diganti dengan pesta demokrasi.
“Tahun politik mungkin lebih pas, saya mengutip apa yang disampaikan, Pak Kapolri, Pak Tito. Beliau menyampaikan hindari kata-kata tahun politik, tetapi kita coba menggunakan Bangsa Indonesia sedang punya gawe yaitu pesta demokrasi,”tambahnya
Menurutnya, pesta demokrasi lebih nyaman didengar. Dengan harapan dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat itu sendiri. Beliau juga berharap agar para hadirin bisa memberikan pencerahan dan dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain. (Fitri/rk)