Ramadan: Bulan Memperkokoh Persaudaran dan Persatuan NKRI

Puja Mandala Bukti Kerukunan
Puja Mandala Bukti Kerukunan

Ramadan sebagai bulan penuh berkah. Semua umat Islam dalam bulan suci ini berlomba-lomba dalam ibadah dan kebaikan. Hal terpenting bagi bangsa ini adalah memupuk persaudaraan antar umat manusia. Harapan di bulan ini persaudaraan untuk mewujudkan kerukunan bangsa. Pada dasarnya semua umat mengigatkan keharmonisan dan perdamaian.

Bangsa Indonesia belakangan ini ketentramannya diusik dengan adanya terorisme. Teroris yang terjadi di Mako Brimob, bom di tiga gereja di Surabaya, bom di taman Rusunawa Wonocolo Sidoarjo, bom di Polrestabes Surabaya dan bom di Polda Riau. Semua ini menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia, baik buat kepolisian, tentara, pemerintahan dan masyrakat sipil. Dalam kejadian teror ini pelaku teridentifikasi umat muslim. Kejadian ini sebagai pukulan besar bagi umat Islam di Indonesia yang terkenal ramah dan santun.

Bacaan Lainnya

Pengeboman gereja di Surabaya menunjukan peregangan umat Muslim dan Kristiani. Karena jelas si pelaku mengenakan pakian muslim di perkuat identitasnya, walaupun kejahatan yang dilakukan menyebrang dari ajaran umat manusia. Ramadan kali ini mari bangsa Indonesia memerangi terorisme. Dalam membrantas terorisme bangsa ini butuh kerjasama semua lini. Jangan sampai di negeri ada penghianat dan di peralat ISIS yang dikendalikan dari luar negeri.

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA., selaku Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, konflik atau sengketa yang terjadi dalam hubungan antara agama, lebih banyak disebabkan oleh faktor politis daripada ideologi agama. “Mengapa hubungan Kristen-Islam di Indonesia belakangan ini tegang dan saling berhadapan? Menurut hemat kami, ketengangan tersebut bukanlah di sebabkan oleh faktor akidah atau keyakinan. Seperti di masa Perang Salib, faktor politis dan ekonomis lebih banyak menyelimuti rengangnya keharmonisan kedua umat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan demikian, kekeruhan hubungan Islam-Kristen tidak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,” (Said Aqil Siroj, 2006: 307).

Peryataan Kiai Said sangat relevan walaupun sudah 12 tahun yang lalu. Serangan teroris yang terjadi di bangsa Indonesia ini bisa jadi ditungangi politik. Mengingat tahun 2018 dan 2019 menjadi tahun pesta politik bagi bangsa kita. Sesama lawan politik bersaing dengan berbagai cara. Bahkan, dapat mengorbankan persaudaran bangsa Indonesia.

Ada kemungkinan lagi terorisme ditungangi seorang untuk mengulingkan suatu pemerintahan. Lebih pahit sekali jika terorisme ditungangi pegawai pemerintahan. Mengingat RUU antiterorisme belum disetujui oleh DPR. Lebih jelas lagi DPR itu berafiliasi di tiga partai Gerindra, PKS dan PAN. Tiga partai yang menyatakan paling Islami ini menunjukan anti pemerintahan. Selain anti pemerintahan 3 partai ini mendukung HTI. Tentunya memiliki niat untuk mengkudeta seorang pemimpin negara. Sebagai mana yang terjadi masa G 30 PKI, untuk menumbangkan Ir. Soekarno dari kursi kepemimpinan negeri ini. Hal seperti ini bisa terulang kembali jika pemerintah tidak bisa menuntaskan isu terorisme yang selalu digodok.

Selain itu, Kiai Said juga menyatakan bahwa, faktor lain yang memicu ketidakmesraan hubungan umat Islam dan Kristiani juga terletak pada pemahaman umat Islam yang masih dangkal (sathhiyah) terhadap ajaran yang dianut. Dengan pengetahuan agama yang sangat dangkal itu, mereka sering mengaku sebagai pemimpin umat mayoritas bangsa Indonesia. “Salah satu contoh kedangkalan tersebut nampak dari upaya beberapa orang yang mengaku sebagai cendikiawan yang ingin menganti Pancasila dengan asas Islam, sehingga beginya negara Islam itu haruslah diwujudkan. Ketegangan Islam-Kristen di tanah air, muncul diantaranya karena upaya sebagian orang Islam yang memiliki kecenderungan seperti ini,” (Said Aqil Siroj, 2016: 307-308).

Peryataan Kiai Said terkait umat Islam yang dangkal sangat berkaitan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang gagal paham soal Khilafah. Aksi terorisme menyambut ramadan ini timbul setelah gugatan HTI di PTUN (Pengadilan Tinggi Usaha Negara) ditolak. Rentetan ini sangat ada keterkaitannya, bukannya kami berprasangka buruk. Tetapi kami berusaha memahami kejadian-kejadian yang terjadi di bangsa Indonesia.

Bulan suci Ramadan kali ini mari kita jadikan bulan yang kondusif dan religius. Acara-acara ceramah, spiritual, ibadah, kegiatan Islam, tontonan banyak menampilkan religiusitas yang sangat tinggi. Jangan sampai di bulan ini umat Islam dicekoki ideologi radikal melalui ceramah ustad radikal. Seperti yang terjadi di Telkomsel di bulan ini mengundang ustad yang banyak pro ke khilafah. Hal ini yang perlu diwaspadai dalam memilih penceramah untuk mengisi acara. Marilah kita pupuk persaudaraan bangsa ini dengan penuh kasih sayang antar sesama. Persaudaraan negeri ini lebih penting dari pada suatu kepentingan golongan ataupun kelompok.

Oleh: Sholikul Hadi, Penulis dan Pengamat Media

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *