Rahasia Nabi Khidir dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga

nabi khidir

Rahasia Nabi Khidir dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga.

Suluk Linglung (SL) merupakan karya yang mengisahkan perjalanan rohani Sunan Kalijaga dan pengetahuan-pengetahuan rohani Kanjeng Sunan. Dalam pembukaan terjemahan disebutkan bahwa SL ini diadaptasi dari “Kitab Duryat” yang masyhur, peninggalan keluarga Sunan Kalijaga. “Kitab Duryat” itu disimpan, menurut keterangan pembukaan, oleh Ray Supartini Mursidi, salah satu keturunan Sunan Kalijaga. Isinya tentang pengobatan dan penggunaan berbagai ramuan, azimat dan rajah berbahasa Arab, dan berbagai doa dalam bahasa Jawa dan Arab.

Menurut keterangan di pembukaan SL, pada bagian terakhir Kitab Duryat mengisahkan Sunan Kalijaga dengan tembang macapat dan kemudian ditransliterasi ke dalam tulisan latin sekaligus diterjemahkan dengan judul Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Transliterasi ini kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, 1993.

Suluk ini ditulis dengan merujuk pada sengakalan “Ngerasa Sirna Sarira Ji”, yang diberi keterangan berdasarkan paragraf pembuka di SL ini, yaitu sekitar tahun 1806 Saka (1884 M). Oleh tim penerjemah diberi identitas: Karangan Iman Anom; adalah pujangga dari Surakarta yang merupakan keturunan Sunan kalijaga; tahun 1980 Caka/1884 M. Versi digital dari SL kemudian diunggah oleh alangalangkumitir.

SL terdiri dari beberapa pupuh, dan di antara bagian di pupuh itu menceritakan Syeh Malaya atau Sunan Kalijaga yang bertemu dengan Nabi Khidir. Mereka yang membaca kisah ini, perlu memaklumi bahwa di kalangan para ulama dan para ahli tarekat, kepercayaan bahwa Nabi Khidir masih hidup, adalah kepercayaan mayoritas di kalangan para ulama, seperti dikatakan Imam an-Nawawi, Syaikh Mahfudz at-Termasi, dan selainnya, di mana tulisan tentang itu pernah saya tulis di tulisan sebelum ini.

Pada bagian “Durma”, yaitu Pupuh ke-3 dari SL, kisah pertemuan Nabi Khidir dan Sunan Kalijaga dibicarakan; sedangkan pada pupuh ke-4 dibeberkan pengetahuan-pengetahuan dalam pertemuan itu. Di sini akan saya kutip dari pupuh ke-3 dari SL berdasarkan terjemahan yang disebutkan di atas tentang pertemuan itu:

“Sunan Bonang segera menerobos, ke dalam hutan yang lebih lebat dan sulit dilewati, setelah benar-benar menemukan, yang sedang laku kijang, yang tengah berlari segera dilempar, dengan nasi satu kepal, tepat mengenai punggungnya.

Syeh Melaya agak lambat larinya, lalu lemparan yang kedua, mengenai lambungnya, jatuh terduduk Syeh Melaya, kemudian dilempar lagi, nasi satu kepal, ingat dan sadar kemudian berbakti pada Sunan Bonang.

Dia berlutut mencium kaki Sunan Bonang, berkatalah sang guru Sunan Bonang: “Anakku, ketahuilah olehmu, bila kau ingin mendapatkan kepandaian, yang bersifat hidayatullah, naiklah haji, menuju Mekah dengan hati tulus suci /ikhlas.”

“Ambilah air zam-zam ke Mekah, itu adalah air suci, serta sekaligus mengharap berkah syafa`at, Kanjeng Nabi Muhammad yang menjadi suri tauladan manusia.” Syeh Melaya berbakti, mencium kaki, mohon diri dan segera menuju tujuan.

Sunan Bonang sudah lebih dulu melangkah kaki, menuju desa Benang yang sepi, dan selanjutnya kita ikuti, perjalanan Syeh Melaya, yang berkehendak naik haji, menuju Mekah, dia menempuh jalan pintas.

Menerobos hutan, naik gunung turun jurang, tebing-tebing didakinya, sampai tepi pantai, hatinya bingung, kesulitan menempuh jalan selanjutnya.

Terhalang oleh samudera yang luas, sejauh mata memandang tampak air semata. Dia diam tercenung lama sekali memutar otak mencari jalan yang sebaiknya ditempuh, di tepi samudera. Syahdan tersebutlah seorang manusia, yang bernama Sang Pajuningrat, mengetahui kedatangan seorang yang tengah bingung (Syeh Melaya).

Sang Pajuningrat tahu segala perjalanan yang dialami, oleh Syeh Melaya dengan sejuta keprihatinan, karena ingin meraih hidayat; berbagai cara telah ditempuh, juga melalui penghayatan kejiwaan dan berusaha mengungkap berbagai rahasia yang tersembunyi, namun mustahil dapat menemukan hidayat, kecuali kalau mendapatkan kanugrahan Allah yang Haqq.

Syeh Melaya sudah terjun, merenangi lautan luas, tidak mempedulikan nasib jiwanya sendiri, semakin lama Syeh Melaya, sudah hampir di tengah samudera, mengikuti jalan untuk mencapai hakikat tertinggi dari Allah, tidak sampai lama, sampailah di tengah samudera.

Ternyata setelah Sunan Kalijaga, ada di tengah samudera, penglihatannya melihat seseorang, yang sedang berjalan tenang diatas air, yang berjuluk Nabi Khidir, yang tidak diketahui dari mana datangnya, bertanya dengan lemah lembut.

“Syeh Melaya apa tujuanmu? Mendatangi tempat ini? Apakah yang kau harapkan? Padahal disini tidak ada apa-apa? Tidak ada yang dapat dibuktikan, apalagi untuk dimakan, juga untuk berpakaian pun tak ada.”

“Yang ada hanyalah daun kering yang tertiup angin, jatuh di depanku, itu yang saya makan, kalau tidak ada tentu tidak makan, senangkah kamu dengan melihat ini semua?” Kanjeng Sunan Kalijaga, heran mengetahui penjelasan itu.

Nabi Khidir berkata lagi kepada Sunan Kalijaga: “Cucuku, di sini ini banyak bahayanya, kalau tidak mati-matian berani bertaruh nyawa, tentu tidak mungkin sampai di sini, di tempat ini, segalanya tidak ada yang dapat diharapkan hasilnya.”

“Mengandalkan pikiranmu saja masih belum apa-apa, padahal kamu tidak takut mati, kutegaskan sekali lagi, disini tidak mungkin kau dapatkan yang kau maksudkan.” Syeh Melaya bingung hatinya tidak tahu apa yang harus diperbuat, dia menjawab, bahwa dia tidak mengetahui akan langkah yang sebaiknya perlu ditempuh selanjutnya.

Semakin pelan ucapan Syeh Melaya, terserah bagaimana baiknya sang guru Nabi Khidir menebak: “Apakah kamu juga, sangat mengharapkan hidayatullah?” Akhirnya Nabi Khidir menjelaskan: “Ikutilah petunjukku sekarang ini.”

“Menjalankan petunjuk gurumu, Sunan Bonang sang guru, memberi petunjuk padamu, menyuruh menuju kota Mekah, dengan keperluan naik haji, maka ketahuilah olehmu, sungguh sulit menjalankan lika-liku kehidupan itu”.

“Jangan pergi kalau belum tahu yang kutuju, dan jangan makan juga, kalau belum tahu rasanya, rasanya yang dimakan, jangan berpakaian juga, kalau belum tahu juga kegunaan berpakaian”.

“Lebih jelasnya tanyalah sesama manusia, sekaligus dengan persamaannya, kalau sudah jelas amalkanlah! Demikianlah seharusnya hidup itu, ibarat ada orang bodoh dari gunung, akan membeli emas, oleh tukang emas diberi.”

“Biarpun kuningan tetap dianggap emas mulia, demikianlah pula dengan orang berbakti, bila belum yakin benar, pada siapakah yang harus disembah?” Syeh Melaya ketika mendengar itu, spontan tertunduk berlutut mohon belas kasihan, setelah mendapati kenyataan bahwa Nabi Khidir betul-betul serba tahu yang terkandung di hatinya.

Dengan duduk bersila dia berkata: “Yang kami dengar akan kami laksanakan.” Syeh Melaya meminta kasih sayang, memohon keterangan yang jelas: “Siapakah nama tuan? Mengapa di sini sendirian?” Sang Pajuningrat menjawab: “Sesungguhnya saya ini Nabi Khidir”.

Syeh Melaya berkata: “Saya menghaturkan hormat sedalam-dalamnya kepada tuan junjunganku mohon petunjuk, adapun saya perlu dikasihani; Saya juga tidak tahu benar tidaknya pengabdianku ini. Tidak lebih bedanya dengan hewan di hutan, itupun masih tidak seberapa, bila mau menyelidiki kesucian diriku ini.

Dapat dikatakan lebih bodoh dungu serta tercela di jagad, menjadi bahan tertawaan di muka bumi; Saya ibarat keris, tanpa kerangka keris, ibarat bacaan yang tanpa isi yang tersirat. Maka berkata dengan manisnya Sang Nabi Khidir kepada Sunan Kalijaga.”

Selain Sunan Kalijaga, jejak Nabi Khidir di Nusantara juga terdapat dalam cerita tentang Sunan Gunung Jati dalam Babad Cerbon; juga kisah dari para ulama di Nusantara di kalangan muta’akhirin, seperti Syaikhona Kholil Bangkalan dan Hadhrotusy Syaikh Hasyim Asyari, KH. Muhammad Shiddiq Jember, Syaikh Abu Ibrahim Woyla Aceh, dan Gus Miek (dan tentu lebih banyak lagi yang tidak saya ketahui), berdasarkan ijazah wirid dan beberapa tulisan yang mengungkapkan itu. Wallohu a’lam.

Demikian Rahasia Nabi Khidir dalam Suluk Linglung Sunan Kalijaga, semoga manfaat.

(Nur Kholik Ridwan, Pengajar STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *