Punya 10 Anak, Perempuan HTI Ini Minta Gugat Cerai Suami

Punya 10 Anak, Perempuan HTI Ini Minta Gugat Cerai Suami

Punya 10 Anak, Perempuan HTI Ini Minta Gugat Cerai Suami

Kisah ini saya tulis atas izin Sang Suami dengan harapan bisa dijadikan pelajaran.

Sabtu siang, 9 November 2019, setelah melihat perbaikan jalan di depan rumah, saya mendapat WA dari seseorang (sebut saja Sang Suami) yang berasal dari Jatim bagian timur.

Sang Suami menulis, “Assalamu’alaikum.. mohon maaf Gus.. izin konsultasi lewat WA. Begini Gus.. istri saya ikut HTI. Saat ini sedang mengajukan cerai gugat karena saya tidak bisa diajak dan tidak memberi izin ikut kegiatan-kegiatan HTI-nya”..

Tentu saya kaget, Sang Suami ini adalah teman di FB. Hal yang membuat trenyuh adalah putra-putrinya hampir berjumlah semua jari yang ada di dua tangan, kanan dan kiri. Memang kelompok seperti eks-HTI dan sejenisnya seakan berlomba dalam kuantitas anak dengan alasan penyambung mata rantai dakwah.

Sang Suami alhamdulillah bisa lepas dari “jeratan” HTI. Sedang istrinya belum bisa lepas karena cintanya (buta?) kepada HTI yang masih kuat.

Sekilas kisahnya, bermula dari tahun 2005 si istri ikut LDK (Lembaga Dakwah Kampus) di sebuah kampus di Jatim. Akhir tahun 2005, si istri diutus ikut Simposium Nasional LDK di sebuah kampus di Jabar. Karena harus bersama suami, Sang Suami pun mendampingi dan mengikuti kegiatan yang ternyata pesertanya mayoritas para aktivis HTI.

Selesai dari simposium, semangat istri semakin meledak-ledak tak tertahankan untuk ikut kajian-kajian HTI. Dia ngaji (halaqah) bersama ustazah HTI (namanya Ustazah F asli dari LA bersuami orang MDR). Dengan cara sembunyi-sembunyi tanpa seizin Sang Suami karena memang Sang Suami tidak mengizini ikut HTI.

Awal tahun 2006 si istri tambah menggebu, bahkan mulai pakai cadar maskipun suami tidak membolehkan (Hizbut Tahrir tidak melarang dan tidak mewajibkan cadar, pen.). Si istri juga semakin banyak mengoleksi buku-buku HTI serta langganan majalahnya. Pertengahan tahun 2006 mulai terjadi cekcok. Sang suami membakar semua kitab, buku dan majalah HTI. Si istri melawan dengan membakar semua foto kenangan pernikahan. Proses lika liku ini terjadi pasang surut karena ada beberapa pihak yang ikut berupaya mendamaikan.

Namun pada tahun 2019 ini, sang istri berupaya melakukan gugat cerai yang sudah kesekian kali (saya ditunjukkan surat PA tentang cerai gugat). Hal yang melegakan adalah Sang Suami ingin mempertahankan bahtera rumah tangga. Sang Suami berkata, “Bagi saya, sampai kapanpun tidak akan pernah ada kata talak dan berpisah dari mulut saya. Bagi saya, ini tetap tanggung jawab untuk membimbing agar tetap utuh dalam rumah tangga.” Sang Suami juga bertanya kepada saya, “Kami ingin saran dan masukan.. agar istri bisa lepas dr doktrin-doktrin HTI-nya.”

Memang menghadapi orang yang udah cinta berat ke eks HTI selain harus menggunakan sentuhan hati, juga perlu narasi nalar dan didoakan.

Maksud narasi nalar adalah membedah nalar argumen yang diajukan sang istri. Lebih jelasnya di bawah ini.

Dari komunikasi saya dengan Sang Suami, terungkap nalar istrinya bahwa menikah untuk mencari ridho Allah, bukan mencari kesenangan semata. Jika tidak bisa mendapat ridho Allah karena tidak dapat ridho suami, lebih baik sendiri. Maksud ridho Allah adalah perjuangan penegakan khilafah. Bahkan istri bilang sudah mewakafkan diri untuk perjuangan penegakan khilafah.

Sang suami belum mengajukan pertanyaan kritis yang berisi membedah kenapa khilafah dianggap wajib dan dianggap syariat? apa bangunan argumennya (baca buku mematahkan Argumen Hizbut Tahrir).

Kalau hal ini tidak dilakukan, ya istri yang memang didoktrin bahwa khilafah itu wajib dan merupakan syariat Islam, akan menilai suami menentang syariat Islam. Nalar istri mirip dengan nalar dua wanita eks HTI yang mendatangi saya.

Harapan dan doa saya, semoga suami bisa mengajak istrinya diskusi lagi dan tidak jadi cerai, lalu sama-sama membangun NKRI karena sang suami adalah ASN dan istri pengajar swasta.

Demikian Punya 10 Anak, Perempuan HTI Ini Minta Gugat Cerai Suami. Semoga Bermanfaat.

Penulis: Ainur Rofiq Al Amin, mantan pentolan HTI dan kini menjadi dosen di UIN Sunan Ampek Surabaya. Domisili di Pesantren Tambakberas Jombang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *