Puasa, Mudik, dan Filosofi Pulang Kampung

mudik

Oleh : Prof. Dr. H. Musa Asy’arie, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Ruh diberikan Allah dan berasal dari Allah kepada manusia, menjadi unsur utama pembentukan diri atau nafs manusia yang membedakan dirinya dengan makhluq hidup lainnya, tetumbuhan dan binatang. Pada awalnya kehidupan manusia di dunia dimulai dari Adam as, yang ditugasi Allah sebagai wakil-Nya di muka bumi. Sebagai wakil Allah di muka bumi dimaksudkan untuk meneruskan tugas penciptaan di muka bumi. Jika Allah menciptakan lautan, maka manusia membuat kapal untuk mengarungi dan memanfaatkan yang ada di lautan untuk kesejahteraan hidupnya. Demikian juga kalau Allah menciptakan gelapnya malam, maka manusia menciptakan lampu untuk meneranginya untuk kepentingan dan kesejahteraan hidup manusia. Tugas penciptaan itu diamanatkan kepada manusia, karena daya ruhaniahnya yang mampu merumuskan pengetahuan konseptual yang diajarkan Allah kepadanya.

Bacaan Lainnya

Al-Qur’an 2:30-32 menegaskan yang artinya ; “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Tugas penciptaan yang diberikan Tuhan kepada manusia dimungkinkan karena potensi ruhaniah yang ada dalam dirinya untuk menemukan prinsip-prinsip kebenaran yang mengatur kehidupan di dunia ini. Ruh yang berfungsi sebagai pimpinan, arah, perintah dan pimpinan dalam diri nafs, ego, self dapat diaktualisasikan dengan kebersihan hati dan kecerdasan aqal, sehingga dapat menggali prinsip-prinsip kebenaran, yang menjadi dasar realisasi tugasnya sebagai wakil Tuhan, yaitu meneruskan penciptaan di muka bumi untuk kepentingan kesejahteraan hidup bersama. Membangun dan membentuk peradaban dan kebudayaan berdasarkan kebersihan hati dan kecerdasan aqal sehatnya.

Alam seisinya bukan ciptaan yang sudah selesai, bukan ciptaan akhir seperti sebuah cetakan yang sudah selesai. Akan tetapi alam semesta itu di dalamnya mengandung potensi berubah dan diubah menjadi sesuatu yang lebih mempunyai nilai tambah lebih besar bagi kehidupan semua yang ada di muka bumi. Al-Qur’an 35-1 menegskan yang artinya ; “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Karena itu, batu dan kayu bukan produk akhir, karena batu dan kayu bisa dibentuk manusia menjadi bangunan untuk rumahnya, juga untuk usaha bisnisnya menjadi pabrik atau hotel.

Tugas penciptaan inilah sebenarnya tugas utama manusia di muka bumi untuk memakmurkannya. Tugas ruhaniah ini bersifat fundamental dan hanya bisa dilakukan dengan potensi ruh yang ada dalam dirinya. Dalam perspektif ruhaniah, maka peradaban dan kebudayaan harus dibangun dengan mengembangkan potensi ruhaniahnya, yaitu kebersihan hati dan kecerdasan aqalnya. Keduanya menjadi satu kesatuan membentuk peradaban mulia. Tanpa kesucian hati yang mendasari kecerdasan aqal, akan mudah jatuh dikuasai hawa nafsunya, sehingga berdampak terjadinya kerusakan dalam kehidupan di muka bumi. Aqal dan hati yang dikuasai hawa nafsu jatuh dan mengabdi pada keburukan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *