Problem Mubadzirisasi SDM & Problem Politisasi NU

15895943_10154895906134725_814583755074652010_o

Oleh: Suratno, Ph. D., Dosen Universitas Paramadina Jakarta, Mantan Ketua Tanfidziyah PCI NU Jerman.

Tahun 1990-an almarhum Cak Nur pernah prediksi NU akan panen master dan doktor dengan melihat geliat dan antusiasme kaum muda NU dibidang pendidikan pada saat itu. Sekarang musim-panen itu benar2 terealisir. SDM yang highly-educated di NU benar2 melimpah. Master dan doktor NU-nya pun tidak terbatas studi-Islam saja tapi juga pertanian, dokter, teknik, filsafat, ekonomi, hukum dan sebagainya.

Jadi ingat joke; katanya tahun 1950-an mencari pakar non-studi Islam dari NU ibarat mau beli es di malam hari yang gerimis. Intinya langka dan susah nyarinya hehe

Problemnya, lantas sekarang mau diapakan dan harus bagaimana master2 dan doktor2 NU itu? Di tampung di struktur NU, dari pusat sampai daerah, jelas tidak bisa mengakomodir semua. Disamping bahwa secara kelembagaan NU kelihatannya juga masih mencari-bentuk (baca: format dan strategi) pemanfaatan SDM master dan doktor yang berlimpah itu biar gak mubadzir. Memang sudah ada ISNU tapi saya lihat belum optimal untuk hal2 tersebut.

Konsekwensinya, dan memang secara natural, banyak yang memilih atau terpaksa berada di jalur NU kultural. Tapi jalur ini berat (baca: sunyi dan sepi) kecuali beberapa jalur yang sudah lama tercipta. Jalur kultural juga kurang terjamin keberlangsungannya; selain karena kurang well-organized, kesibukan individu masing2, dan terutama godaan2 non-NU yang kadang lebih menggiurkan.

Selain problem optimalisasi SDM biar gak mubadzir, ada problem klasik yang selalu bikin masalah sampai sekarang yakni politisasi NU. Secara normatif sebenarnya sudah jelas pegangannya yakni dengan konsep kembali ke khithoh NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, serta konsep siyasah aliyah samiyah, politik tinggi yang lebih berorientasi kebangsaan dan keumatan. Jadi bukan politik karena orientasi nafsu berkuasa.

Dalam prakteknya, NU diseret2 dalam politik praktis. Tidak hanya memecah belah tapi membuat energi SDM NU lebih banyak diarahkan pada hal2 yang menonjol kepentingan pribadi dan geng2nya, bukan kepentingan umat, baik nahdliyin maupun masyarakat Indoneia pada umumnya.

Untungnya perbedaan sudah biasa ditubuh NU. Tapi tetap saja ada bahayanya seperti joke: perbedaan pendapat no-problem, perbedaan pendapatan big-problem hehe

Semoga jamngiyyah (organisasi) dan jamangah (umat) NU terus bahu-membahu menyelesaikan problem baik internal NU maupun eksternal yakni problem keumatan dan kebangsaan. More importantly, NU akan selalu setia dan bekerja keras menjaga keutuhan NKRI, insyaAlloh

Ich liebe dich NU. Danke

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *