M. Ainul Yaqin, Dosen UIN Sunan Kalijaga dan Pengurus Lakpesdam PWNU DIY.
Dulu sekali, sebelum “londo” datang ke bumi Nusantara, pendidikan berlangsung di padepokan-padepokan Hindu atau Buda. Kemudian, ketika Islam masuk, model pendidikan ala padepokan itu terus berkembang menjadi pesantren-pesantren.
Belajar di padepokan dan pesantren ini pernah menjadi primadona. Bahkan di era kerajaan Sriwijaya, jauh sebelum Islam dan “londo” ada, sudah ada perguruan sekelas perguruan tinggi yang para siswanya adalah calon-calon pendeta dari berbagai kerajaan di Asia Tenggara seperti Thailand, China, Burma dll.
Di masa kejayaan Islam pun demikian, ‘ulama-‘ulama produk pesantren Nusantara itu diakui ke’aliman ilmunya di kalangan negara-negara Islam khususnya di Mekah dan Madinah. Ada tiga ulama Nusantara yang pernah menjadi imam Masjidil Haram. Mereka adalah Syeikh Junaid Al-Batawi, Syeikh Muhammad Annawasi Al-jawi Al-Bantani, dan Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.
Selain ketiga Imam Masjidil Haram itu, banyak ‘ulama Nusantara yang disegani keilmuannya yang tinggal untuk mengajar maupun belajar di Mekkah dan Madinah seperti Syeikh Mahfud Al-Tremasi (guru Kyai Hasyim Asy’ari dan Kyai Ahmad Dahlan dll), Syekh Yusuf Al- Makassary (Makassar) dan Syekh Abdul Rauf Al-Sinkili (Singkel, Aceh), Syekh Abdul Shomad Al-Palimbani (Palembang), Syekh Nafis Al-Banjari (Banjar, Kalsel), Syekh Arsyad Al-Banjari (Banjar, Kalsel) dll.
Masa Pendidikan “Modern”
Kemudian “londo” Portugal, Spanyol, Belanda dan Inggris datang membawa model pendidikan baru. Awalnya, “londo” Portugal membangun sekolah-sekolah gereja untuk menyebar agama Katolik. Namun dalam perkembangannya, “londo” Belanda membangun sistem pendidikan yang mirip dengan sistem pendidikan modern dewasa ini untuk menyiapkan tenaga kerja untuk kepentingan koloni mereka.
Ketika Indonesia merdeka, pembangunan sistem pendidikan nasional terus berusaha ditingkatkan dari tahun ke tahun. Tentunya, tidak mudah bagi pemerintahan Sukarno hingga Jokowi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bumi Nusantara ini. Namun demikian, ada titik terang yang memberi harapan besar akan tercapainya tujuan pendidikan Nasional di negeri ini yaitu kembali ditekankannya prinsip pendidikan karakter yang selama ini diabaikan.
Pendidikan karakter ini penting karena pendidikan tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk mendidik siswa dari tidak tahu menjadi tahu, tapi juga bagaimana siswa agar mempunyai karakter yang kuat, mempunyaj sopan santun, dan mencintai NKRI. Artinya, keseimbangan pengembangan skill dan karakter siswa seperti unsur afektif, kognitif dan psikomotor dibangun agar menjadi seimbang.
Apresiasi terhadap Pesantren
Selain itu, hal yang juga perlu diapresiasi adalah kembali diperhatikannya pesantren sebagai lembaga pendidikan yang penting di negeri ini oleh pemerintah karena pesantren secara historis adalah bagian dari pendidikan berkarakter nusantara yang penting keberadaannya sebagai khasanah pendidikan nasional.
Ini penting karena selama pemerintahan Kolonial hingga ORBA, pesantren tidak diperhatikan dan hanya dilihat sebelah mata, bahkan dinilai sebagai ancaman pada penguasa kolonila maupun ORBA. Oleh karena itu, ijazah dan lulusannya tidak diakui oleh pemerintah. Padahal pesantren adalah bagian terpenting dari proses perkembangan pendidikan di negeri ini. Selain itu pesantren juga mempuyai peran besar dalam usaha perjuangan kemerdekaan NKRI.
Sekian, semoga pendidikan nasional baik pendidikan umum maupun pendidikan pesantren dapat terus maju dan berkembang dengan pesat.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2018