Pesantren Pesawat Sinergikan Tradisi Salaf dan Pendidikan Modern

Pesantren Pesawat Sinergikan Tradisi Salaf dan Pendidikan Modern
Pesantren Pesawat Sinergikan Tradisi Salaf dan Pendidikan Modern

Pesantren Pesawat Sinergikan Tradisi Salaf dan Pendidikan Modern

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Jatuh dan berkembangnya pesantren tergantung dari sejauh mana pesantren mampu beradaptasi dan menjawab tantangan zaman, sebagaimana analisa yang pernah dikemukakan Gus Dur. Pesantren yang mampu mengiringi perjalanan zaman, itulah pesantren yang akan eksis karena senantiasa memberikan solusi bagi perubahan di masyarakat.

Bacaan Lainnya

Demikian ditegaskan Gus Abdul Karim Mustofa, putra menantu Kiai Su’adi, kepada Tim Bangkit (23/02). Dalam kerangka inilah, bagi Gus Karim, Pesantren Al-Qur’an Wates (Pesawat) terus mengembangkan kelembagaannya. Sehingga saat ini Pesawat tidak hanya murni pesantren, tetapi telah didirikan pula Madrasah Diniyyah Takmiliyah, MI VIP, dan SMP VIP.

“Lembaga-lembaga ini menjadi penopang dan penguat bagi Pesantren Pesawat untuk mencetak generasi yang islami, unggul, dan memiliki daya saing,” sahut Ning Qorry ‘Aina, istri Gus Karim, juga putri pertama Kiai Su’adi.

SMP VIP (Versi Integrasi Pesantren) dibangun mulai tahun 2010, tetapi baru dibuka secara resmi pada tahun 2012. Untuk MI VIP dibuka tahun 2016. Di kedua lembaga tersebut, kurikulum nasional diintegrasikan dengan kurikulum pesantren. Maka, santri lulusan Pesawat memiliki tiga kompetensi sekaligus, yakni Al-Qur’an, kepesantrenan, dan ilmu umum. Adapun Madrasah Diniyyah mendapatkan SK dari Kemenag tahun 2014.

Saat ini, kepengurusan Pesantren Pesawat dan segala lembaga di dalamnya berada dalam asuhan KH. Ahmad Su’adi Chasan bersama Ibu Nyai Mahsunah, dengan dibantu oleh pasangan Ning Qorry ‘Aina dan Gus Abdul Karim Mustofa, juga para asatidz lainnya. Mereka mengampu santri MI sebanyak 3 anak, santri SMP sembilan puluhan anak, santri SMA dan MA enam puluhan anak, santri mahasiswa sepuluhan anak, santri takhashus lima anak, dan santri laju sepuluhan anak.

“Bagi santri-santri yang belajar di MI, selain kurikulum nasional, ditambah pula dengan ngaji kitab. Diantaranya adalah Yanbu’a Kudus, Nadham Asmaul Husna, dan Pesholatan. Santri SMP dibekali kitab Alala, Ta’limul Mutaallim, Khoridatul Bahiyyah, Hidayatussibyan, Aqidatul Awam, Tanbihul Muta’allimin, Safinatunnajah, dan Washoya,” tegas Ning Qory.

Baca jugaSantri Pesawat Jangan Sampai Meninggalkan NU!

“Untuk Madrasah Diniyyah terdapat 6 kelas, yakni kelas i’dad 1 dan 2, kelas awaliyah 1 sampai 4. Kelas i’dad difokuskan untuk pembelajaran akhlak dan fiqh. Kelas 1 dan 2 awaliyah difokuskan untuk pengenalan ilmu alat. Sedangkan Kelas 3 dan 4 awaliyah difokuskan untuk praktik membaca kitab kuning,” sahut Gus Karim.

Gus Karim juga menegaskan bahwa di kelas i’dad, kitab yang diajarkan diantaranya adalah Alala, Imla nulis pegon, Mahfudhot, Aqidatul Awam, Tajwid, Risalah Qurro wal Hufadz, dan Mabadi’ Fiqh. Untuk Kelas 1 dan 2 awaliyah, kitab yang dikaji adalah Mustholah Tajwid, Matan Ghayah wa Taqrib, Jurumiyah, Amstilah Tasrifiyah, dan Akhlak lil Banin. Sedangkan kelas 3 dan 4 awaliyah mengkaji kitab ‘Imrithi, Matan Ghayah wa Taqrib, serta Sulam Taufiq.

Sebagai penunjang santri untuk menghafal Al-Qur’an, maka kurikulum di tiap kelas memang didesain dengan penambahan kitab yang mengkaji ilmu Al-Quran (ulumul quran) seperti Tajwid, Risalah Qurro’ wal Hufadz, Mustholah Tajwid, dan Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran. Di samping itu, ada juga ngaji bandongan. Kitabnya adalah Riyadul badiah, Adabul ‘alim wal mutaallim, Nashoihul ibad, Tibyan fi adabi hamalatil quran.

Pesantren Pesawat juga mempunyai rutinan Malam Sabtu Pon. Rutinan ngaji ini bukan hanya santri, tetapi juga dengan masyarakat. Yang ngaji mengundang para kiai dari luar daerah, seperti Kiai Chalwani Nawawi Purworejo, Kiai Yusuf Chudori Tegalrejo Magelang, Gus Hilmy Krapyak, Kiai Mansur  Hadziq, dan lainnya.

“Apa yang sedang dijalankan pesantren saat ini adalah wujud sinergi antara nilai dan tradisi salaf dengan pendidikan modern. Ini adalah tantangan bagi pesantren, sehingga tetap mendidik santri yang kelak akan menjadi pemimpin di masyarakat,” tegas Gus Karim.

“Akhlaq adalah yang utama. Para santri dengan belajar ilmu apapun, akhlaqnya harus tetap sesuai dengan ajaran Islam ala aswaja. Inilah yang sudah digariska di pesantren,” pungkas Ning Qory. (Anas)

Demikian Pesantren Pesawat Sinergikan Tradisi Salaf dan Pendidikan Modern. Semoga bermanfaat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *