Pesantren Krapyak Ajak Para Santri Cerdas Bermedia di Era Digital

Pesantren Krapyak

Berita, BANGKITMEDIA.COM

BANTUL-Forum Komunikasi (Forkom) Santri Mahasiswa Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta kembali menggelar diskusi rutin edisi #7 dengan tema “Minazh-zhulumati ilan-Nuur: dari Disinformasi Digital Menuju Literasi Digital, belum lama ini.

Diskusi tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni Teguh Arifiadi, SH, MH (Founder of Indonesia Cyber Law Community (ICLC), Kepala Subdit Penyidikan dan Penindakan KOMINFO) dan Widyawan, ST, M.Sc, Ph.D (Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Direktur DSSDI UGM).

Diskusi rutin yang berlangsung di Aula Komplek H ini dihadiri oleh sekitar 60 Santri Mahasiswa Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Pada kesempatan ini Teguh memberikan materi tentang Internet, Data, Ancaman, Keamanan dan Literasi Digital. Sebagai bagian dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, beliau mememaparkan bagaimana dunia digital sekarang terkait dengan keamanan data dan berbagai ancaman yang ada. Beberapa ancaman tersebut antara lain ujaran kebencian, narasi terorisme dan radikalisme, SARA dan banyak permasalahan lain yang dewasa ini menyertai situs-situs digital khususnya media sosial.

“Ini merupakan salah satu tantangan bagi negara kita yang menganut sistem blacklist, yaitu semua informasi dapat masuk secara bebas, kemudian jika ada pengaduan atau infromasi yang tidak pantas, maka baru dicabut atau di blokir oleh pihak yang berwenang,” jelas Teguh.

Dalam hal memfilter serta mengontrol arus informasi yang masuk, Indonesia sebagai negara yang menganut asas demokrasi memiliki penanganan yang berbeda dengan dengara Monarki yang menganut asas totalitarianism

“Sehingga dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan negara seperti Arab Saudi atau Tiongkok yang menerapkan sistem whitelist dalam upaya pengelolalan informasi,” tegas Teguh.

Kesempatan selanjutnya sebagai pembicara kedua Widyawan memaparkan tentang disinformasi dan polarisasi. Disinformasi meliputi adanya fake news atau yang akrab disebut dengan bertika hoaks. Di Indonesia sekitar 70% berita yang sering dibagikan atau di-share adalah berita hoaks. “Rata-rata berita benar dishare tidak lebih dari seribu kali, berbeda dengan berita hoaks yang dapat dishare lebih dari ratusan ribu kali oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Tren ini tidak hanya terjadi di Indonesia, beberapa negara besar lain juga mengalami tantantangan yang sama sebagai dampak dari kemudahan arus informasi digital. Dalam dunia maya, sangat terlihat polarisasi-siapa mendukung apa, khususnya dalam ranah politik dan agama,” jelas Widyawan.

Sebagai santri yang terdidik, dan terbuka dengan arus informasi, kedua pembicara mengajak para santri untuk cerdas dalam menggunakan media sosial dan berhati-hati dalam menggunakannya, dikarenakan dalam era ditigal ini segala tindakan yang melawan hukum dalam media sosial akan sangat mudah diungkap. (Lu’luil Maknun/Rokhim)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *