Ngaji Gus Baha: Jangan Remehkan Santri yang Kurang Pintar

Santri Pesantren
Gambar hanya llustrasi

Gus Baha selalu mengemas Islam dengan wajah yang santun, ringan, slow dan mudah dipahami. Gus Baha mengajak umat Islam memandang segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas. Bukan hanya melihat dari tampilan saja alias kulit luarnya.

Seperti misalnya, ketika ada seorang kiai yang berteman dengan orang non muslim, Gus Baha melarang umat Islam berfikiran buruk, apalagi menghujat kiai tersebut. Gus Baha mengajak berpikiran positif bahwa kiai itu masih memiliki harapan kepada orang non muslim agar anak keturunannya bisa memeluk Islam. Persis dengan harapan Rasulullah kepada orang-orang yang menentang dakwahnya. Ketika pikiran positif ini dijadikan sudut pandang untuk melihat segala sesuatu, maka yang tampak adalah keindahan rahmat Allah Swt.

Dalam beberapa kesempatan, Gus Baha juga menempatkan diri sebagai pembela orang-orang pinggiran, orang awam. Bahkan menjadi pembela santri-santri yang dianggap kurang pintar. Gus Baha menjelaskan bahwa santri kurang pintar pun ada barokahnya, ada manfaatnya.

Dulu, Mbah Hamid Pasuruan dan Mbah Moen, tidak pernah benci sama santri yang kurang pintar. Karena prinsip yang digunakan itu robbana ma kholaqta hadza bathila. Semua yang diciptakan oleh Allah Swt., tidak ada yang sia-sia.

Gus Baha lalu menerangkan di mana letak barokahnya santri kurang pintar. Kalau ada santri pintar alim alamah, yang dibahas pasti persoalan furuiyah. Misalnya bagaimana hukumnya shalat Jum’at kurang dari 40 orang. Dia mikir furuiyah. Sementara santri kurang pintar, tinggal di desa tertinggal, tidak ada masjid. Akhirnya dia mikir, bagaimana caranya bangun masjid. Itulah Allah Swt., yang menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia.

Rasulullah pun, terhadap sahabatnya yang kurang pintar, tidak pernah membenci. Rasul tetap mengajarinya, meskipun sesuai dengan kepasitas. Gus Baha menceritakan kalau terhadap sahabat yang kurang pintar, Rasulullah mengajari satu ayat saja, selesai. Langsung disuruh pulang.

Dengan menggunakan kaca mata robbana ma kholaqta hadza bathila untuk memandang segala sesuatu, tentu wajah Islam yang muncul ke permukaan adalah wajah yang santun dan ramah. Bukan Wajah Islam yang gampang panik dan gampang marah. Maka, slow lah dalam melihat sesuatu. Jangan hanya tertipu tampilan luar. Bukankan mata memang seringkali menipu? (Rokhim Nur)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *