Ngaji Burdah 21, Hati-hati Ada Racun dalam Nafsumu
Oleh: Kiai Kuswaidi Syafi’i, Pengasuh Pesantren Maulana Rumi Sewon Bantul.
كم حسنت لذة للمرء قاتلة
من حيث لم يدر أن السم في الدسم
Betapa sering nafsu ammarah itu menghiasi kelezatan yang bisa membunuh bagi seseorang yang tidak tahu bahwa sesungguhnya racun bersarang di dalam lemak itu.
“Kelezatan” itu menunjuk pada segala sesuatu yang bisa dinikmati oleh nafsu. Tentu saja ini berkaitan dengan amal yang realitasnya bisa apa saja. Terutama yang berkaitan dengan dimensi lahiriah yang berupa amal jasad.
Luarnya amal itu begitu menggoda. Tapi di dalamnya ada bahaya yang mengancam yang menyebabkan berkurangnya nilai amal itu atau bahkan malah menjadikannya ludes sama sekali. Tak tersisa. Sementara orang yang melakukannya yang merupakan tempat bersarangnya nafsu itu mungkin mengira bahwa amalnya itu terpuji.
Di antara kelezatan yang dikonsumsi nafsu yang bisa memberangus nilai amal itu adalah riyak dan bangga diri. Mengenai riyak, sebuah kisah yang cukup menarik didedahkan di dalam kitab syarah Burdah yang berumbul ‘Ashidah asy-Syuhdah karya Sayyid ‘Umar bin Ahmad Afandi.
Seorang yang bijaksana telah menulis 360 (tiga ratus enam puluh) kitab. Allah Ta’ala berfirman kepada seorang nabi yang diutus pada waktu itu: “Katakan pada si penulis kitab-kitab itu: ‘Kau telah memenuhi bumi ini dengan kemunafikan dan kau tak mangamalkan isi kitab-kitab itu karenaKu.’ Aku tidak sudi menerima sedikit pun amalnya.”
Si bijak itu lalu menyesal. Dia tinggalkan keburukan-keburukannya di belakang. Dia ganti dengan kebaikan-kebaikan. Dia lalu srawung dengan sesama. Dia rendah hati dengan siapa saja. Allah Ta’ala kemudian menurunkan ilham padanya: “Kau sekarang mendapatkan ridaKu.”
Sedang mengenai bangga diri, apa yang pernah dialami oleh para sahabat Nabi Muhammad Saw menjelang Perang Hunain bisa dijadikan iktibar di sini. Waktu itu jumlah tentara Islam sangat banyak. Mereka bangga dengan jumlah itu. Sampai-sampai Abu Bakar Ash-Shiddiq menyatakan: “Sejak sekarang kita tak akan terkalahkan.”
Ketika ucapan itu sampai kepada Nabi Muhammad Saw, beliau menunjukkan tidak senang mendengarkannya. Dan betul, ketika hampir saja terjadi peperangan, jumlah yang banyak itu ternyata tidak berguna. Mereka dihantui kegentaran.
Satu-satunya orang yang tidak takut sama sekali waktu itu adalah Rasulullah Saw. Beliau ambil segenggam kerikil, lalu dilemparkan ke arah musuh sambil bersabda: “Buta kalian.” Mereka lalu dicekam oleh rasa takut yang luar biasa. Mereka berhamburan. Semakin lama semakin menjauh, meninggalkan barang-barang bawaan mereka yang melimpahkan.
Tentang lemparan Nabi Terkasih itu, Allah Ta’ala mengabadikannya dalam Qur’an surat al-Anfal ayat 17: “Dan tidaklah engkau melempar ketika engkau melempar, melainkan Allahlah yang melempar.
Demikian ulasan khusus Ngaji Burdah 21, Hati-hati Ada Racun dalam Nafsumu. Semoga bermanfaat.