“Muktamar Pemikiran Santri Nusantara”: Dalam Catatanku (2)

muktamar santri

SANTRI BERPIKIR

Seusai panel seminar international, acara inti Muktamar digelar. Yakni, aktualisasi pemikiran santri, dalam hal ini peserta terpilih dari call for paper.

Kami harus presentasi hasil pemikirannya di hadapan sesama peserta dan santri. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang masih ‘aku mah apa atuh’ ini. Mengingat, para peserta banyak dari kalangan dosen yang bergelar doktor dan magister, para peneliti dan mahasantri.

Meskipun begitu, saya tidak minder. Meskipun untuk belajar menulis baru 2 tahun terakhir, akan tetapi untuk belajar berbicara di hadapan orang lain sudah terlatih sejak duduk di bangku Aliyah (menggantikan Bapak ceramah kalau jadwalnya padat 😁) hingga kuliah S1 (jadi orator kalau aksi dan mengisi forum diskusi). Modal tersebut membuat saya percaya diri untuk presentasi menyampaikan isi paper saya yang masih banyak kekurangannya.

Seusai presentasi, saya tidak ingin melewatkan kesempatan yang berharga. Yaitu, menghadiri bedah buku “Kritik Ideologi Radikal” yang diterbitkan oleh Ma’had Aly Pesantren Lirboyo dan “Fikih Energi Terbarukan” yang diterbitkan Lakpesdam PBNU. Kedua buku tersebut diterbitkan oleh santri yang sangat bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Buku ini dalam standar ilmiah sangat bermutu dan menyajikan sesuatu yang baru dan berbeda dari sebelumnya.

Terkhusus buku “Kritik Ideologi Radikal” yang ditulis oleh anak-anak muda (Lulusan Aliyah dan Mahasantri Lirboyo) ini memiliki kemampuan akademik berstandar pesantren tingkat tinggi sekaligus memiliki artikulasi ilmiah yang memadai. Sungguh saya bangga munculnya intelektual muda dari kaum sarungan yang berselimut kitab kuning.

TRAKTIRAN

Hari ketiga, sekaligus ucapan terima kasih saya berikutnya kepada Nyai Diana Jirjis yang biasa saya panggil Mba Nana. Selain mentraktir kami sekeluarga makan siang istimewa, juga berkenan untuk berbagi cerita hidupnya yang masih (to be continue yaa ceritanya) ini.
Saya selalu senang dan tertarik mendengarkan kisah-kisah kiprah ulama perempuan di Indonesia. Ketertarikan saya membuat penasaran dengan kiprah keulamaan Nyai Hj. Luthfiah Baidlowi (ibuda Nyai Diana Djirjis) yang bisa mencetak generasi hebat. (Semoga suatu hari saya bisa mendengar kisahnya dan menuliskannya. Amin 😊).

Di antara keluarga Krapyak, Mba Nana dan suami sangat istimewa. Keduanya memiliki kompetensi di bidang sains, teknik kimia. Ini sesuatu yang jarang lahir dari kalangan pesantren. Begitupun keluarga Krapyak lainya, masing-masing memiliki kompetensi serta keistimewaan. Ini tentu menjadi bukti kongkret bahwa pesantren memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan Ilmu pengetahuan dan sains.

Terakhir, saya mengapresiasi sebesar2nya kepada para inisiator kegiatan Muktamar Pemikiran Santri Nusantara. Kegiatan ini merupakan ajang silatulfikri para santri. Buya Husein bilang perubahan adalah keniscayaan. Tidak mungkin maju dan berkembang sebuah peradaban tanpa perubahan. Akar dari perubahan adalah kebebasan berpikir. Muktamar ini adalah ajang aktualisasi pemikiran para santri yang menyumbang terhadap perubahan kemajuan peradaban islam.

Nurul Bahrul Ulum
Yogyakarta, 10-12 Oktober 2018.

Terima kasih Kang Mas Marzuki Wahid yang selalu membimbing dan mendukungku. Love u so much

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *