Minahasa Bumi Pengasingan Ulama Jawa di Zaman Kolonial

Ahmad Bahiej
Penulis ketika mengujungi makam KH. Ahmad Rifa'i di Tondano. Minahasa

Minahasa Bumi Pengasingan Ulama Jawa di Zaman Kolonial

Oleh: Dr. Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum, Wakil Sekretaris PWNU DIY dan Ketua Program Pasca Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Bacaan Lainnya

Tahun 1829, Kyai Mojo (usia 65 tahun), ulama dan penasehat spiritual Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa, beserta 63 orang pengikutnya, diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Wafat tahun 1849 dan dimakamkan di Wulauan, Tondano, Minahasa. Keturunan Kyai Mojo dan pengikutnya saat ini membentuk masyarakat Jaton (Jawa Tondano) di Kampung Jawa, Wulauan, Tondano.

Tahun 1842-an, KH Hasan Maulani (usia 63-an), ulama pergerakan anti-kolonial dari Kuningan Jawa Barat, diasingkan ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Beliau bergabung dengan Kyai Mojo dan pengikutnya. Wafat tahun 1874 dan dimakamkan di dekat makam Kyai Mojo.

Tahun 1842-an juga, Tuanku Imam Bonjol (usia 78-an tahun), ulama dan penggerak Perang Padri di Sumatera Barat, diasingkan Belanda di Pineleng Minahasa. Beliau wafat tahun 1864 dan dimakamkan di Pineleng Minahasa.

Tahun 1860-an, KH Ahmad Rifa’i (usia 74-an tahun), asal Kendal Jawa Tengah, pendiri jama’ah Rifa’iyah yang juga anti-kolonialism, diasingkan Belanda ke Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Bergabung juga dengan Kyai Mojo di Tondano. Beliau wafat 1870-an dan dimakamkan di dekat makam Kyai Mojo.

Biarpun Kolonial Belanda mengasingkan mereka ke Minahasa Sulawesi Utara agar binasa, ternyata Allah menghendaki lain. Adzan tetap berkumandang di bumi Minahasa sejak 189 tahun yang lalu. Wallaahu khairul maakiriin…

Allahummaghfirlahum warhamhum wa’aafihim wa’fu’anhum, waj’alil jannata matswaahum… aamiiin…

Demikian Minahasa Bumi Pengasingan Ulama Jawa di Zaman Kolonial. Semoga bermanfaat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *