Mereka Bukan Kafir, Tapi Warga Negara Indonesia (WNI)

Ketua LBM PWNU DIY: Ada Kesalahan dalam Memahami Zona Covid-19

Saya termasuk salah satu peserta Munas NU Komisi Maudlu’iyyah yang membahas istilah “kafir” yang sekarang menjadi viral. Status non muslim merupakan pertanyaan nomor dua, sebelumnya pada nomor satu ada bahasan tentang bentuk negara bangsa.

Setelah semua anggota sidang menyetujui bolehnya membentuk sebuah negara bangsa bukan negara khilafah, baru diteruskan soal kedua tentang status non muslim di Indonesia. Karenakan Indonesia bukan negara Islam, tapi negara bangsa hasil jerih payah dan kesepakatan seluruh komponen bangsa yang berbeda-beda agama dan suku, maka istilah “kafir” dalam konteks negara bangsa dianggap tidak sejalan dengan bentuk negara bangsa.

Selain itu, secara fikih istilah “kafir” yang ada empat tidak ada yang sesuai dengan konteks non muslim di Indonesia. Oleh sebab itu, non muslim di Indoneaia statusnya adalah “muwaththinin” atau warga negara Indonesia (WNI). Akan tetapi, secara ideologi sebagai orang Islam kita tetap menganggap mereka sebagai kafir karena tidak menyembah Allah Swt. Mereka juga tidak mendapat warisan dari orang Islam, tidak boleh menikah dengan orang Islam, dan hukum-hukum lainnya.

Dalam konteks agama, kita sebut agamanya yaitu Kristen, Katolik, Hindu, Buda, dan Konghucu. Namun dalam kontek negara bangsa, mereka disebut penduduk bangsa bukan sebutan “kafir” karena mereka bukan penduduk hasil jajahan Islam, tapi sesama penduduk bangsa. Jadi, menghilangkan sebutan “kafir” itu konteksnya adalah negara bangsa bukan kontek agama dan idiologi sebagaimana bangsa Indonesia didirikan atas dasar kebangsaan bukan agama tertentu.

Penulis: KH Fajar Abdul Bashir, Ketua LBM PWNU DIY.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *