Menyambut Malam Lailatul Qadar, Malam Seribu Bulan

Lailatul Qadar

Oleh: Rohmatul Izad, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Filsafat UGM, Ketua Pusat Penelitian Studi Islam dan Ilmu-Ilmu Sosial Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta.

Pernah, saat di pesantren dulu, semua santri tampak gembira ria diajak sang kyai menyambut malam-malam penuh berkah di bulan Ramadhan. Malam itu, bernama malam Lailatul Qadar, kegembiraan itu tampak sejak malam pertama di bulan Ramadhan. Seluruh santri diajak sholah sunnah berjamaah hampir sebulan penuh.

Bacaan Lainnya

Pahala yang diperoleh pun tak main-main, jika kita beruntung dan berkesempatan bertemu malam-malam yang penuh mulia itu, laksana beribadah selama lebih dari delapan puluh tiga tahun. Jumlah ini akumulasi dari waktu seribu bulan, sebuah perumpamaan di mana sang makhluk seakan-akan melakukan perjalanan spiritual selama lebih dari seribu bulan lamanya hanya dengan bertemu malam mulia itu dalam satu titik dan kesempatan yang tak pernah bisa diduga.

Bayangkan, betapa sulitnya mencapai umur sampai delapan puluh tiga tahun. Jika memang bisa, tak mungkin seluruh waktu itu kita tempuh hanya untuk melakukan ibadah. Kita, makhluk tempat salah dan lupa, tidak pernah luput dari dosa-dosa dan kesalahan atas nama apapun. Di malam yang penuh kemuliaan itu, Allah menjanjian sebuah kesempatan yang amat besar bagi kita semua, untuk memulai satu kehidupan baru lagi, dalam rentang waktu yang begitu panjang dan penuh dengan nilai-nilai ibadah. Kehidupan baru itu, tak lain dan tak bukan hanya mensyaratkan bertemu dengan malam lailatul qadar.

Bagi setiap pribadi Muslim, mendapatkan malam lailatul qadar selalu menjadi impian di setiap datangnya bulan Ramadhan. Malam itu hanya ada sekali dalam setahun. Sebagaimana sabda Nabi “Carilah lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari).

Sebagai malam mulia yang penuh akan keberkahan dan ampunan, Nabi juga bersabda “Barang siapa yang terjaga untuk mendapatkan malam lailatul qadar, kemudian benar-benar mendapatkannya, maka dia telah diampuni dosa sebelum dan sesudahnya” (HR. Ahmad).

Tidak ada siapapun yang tahu kapan dan di waktu apa sesungguhnya malam itu terjadi. Hal ini bertujuan agar umat Islam lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan ibadah, khususnya di setiap malam di bulan Ramadhan. Namun, sebagaimana sabda Nabi di atas, malam lailatul qadar datang pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Itu artinya ada lima malam ganjil sepanjang sepuluh malam terakhir yang akan menjadi momen datangnya malam mulia.

Agar semakin memudahkan kita dalam menyambut sekaligus menemukan malam lailatul qadar itu, ada baiknya dijelaskan tentang tanda-tanda lain yang juga merujuk pada sabda Nabi. Pertama, malam lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, cuaca tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin. Kedua, sebagaimana sabda Nabi, malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam kedua puluh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya  ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot, tanda-tanda ini menandakan suasana yang sejuk.

Ketiga, malam itu tampak cerah dan terang. Hal ini dikuatkan oleh sabda Nabi dari Ubadah bin Ahamit, “Sesungguhnya tanda lailatul qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda lailatul qdar adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu” (HR. Ahmad).

Keempat, perasaan lebih tenang dalam beribadah akan mewarnai saat-saat datangnya malam lailaul qadar, hal ini berbeda dengan perasaan saat ibadah pada malam-malam biasanya. Kelima, datangnya malam lailatul qadar juga tak jarang melalui mimpi-mimpi yang hadir pada seorang mukmin. Hal ini sebagaimana juga pernah dialami langsung oleh seorang sahabat.

Dari semua tanda-tanda akan datangnya malam lailatul qadar itu, setiap pribadi Muslim tetap dianjurkan untuk selalu memperbanyak ibadah dan tak dibatasi hanya pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Sebab, ibadah yang sungguh-sungguh akan memudahkan kita semua dalam menjemput malam yang penuh mulai dan ampunan itu.

Dengan demikian, sudah sepatutnya kita dapat berlomba-loma dalam kebaikan. Sebab inti dari malam lailatul qadar adalah bertambahnya iman dan kebaikan dalam diri kita masing-masing, tidaklah patut jika menjemput malam lailatul qadar hanya semata-mata nilai ibadahnya tinggi tetapi lupa akan hakikat dari ibadah itu, yakni menambah kedekatan kita dengan Allah dan secara terus-menerus dapat selalu mengasah nilai ketakwaan di hadapan Allah SWT.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *