(Menyambut HAB Kemenag RI Ke-79)
Oleh Arief Fauzi Marzuki
PERINGATAN Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama Republik Indonesia yang diperingati setiap tanggal 3 Januari, mengandung makna bahwa lahir dan hadirnya Kementerian Agama merupakan salah satu rentetan konsensus nasional mengenai dasar dan ideologi negara, yaitu Pancasila.
Tujuan utamanya adalah, bahwa dengan peringatan ini dapat menggugah kembali tekad seluruh jajaran Kementerian Agama agar meneruskan amal bhakti dalam melayani dan membimbing kehidupan beragama di Indonesia.
Pada Hari Amal Bhakti (HAB) ke 79 tahun 2025 ini, dicanangkan tagline; “Umat Rukun Menuju Indonesia Emas”. Amanat yang besar ini menjadi kewajiban seluruh ASN Kementerian Agama, untuk melayani kebutuhan masyarakat luas dengan lebih profesional dan bermartabat.
Kementerian Agama adalah salah satu Kementerian yang telah diusulkan oleh tokoh-tokoh bangsa sejak awal kemerdekaan. Kementerian Agama didirikan melalui Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 tepatnya dalam Kabinet Syahrir II. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Amal Bhakti yang disingkat HAB setiap tahunnya.
Sejak berdirinya hingga kini, Kementerian Agama telah menjadi lembaga pemerintah yang melayanani kebutuhan publik dengan motto “Ikhlas Beramal”. Aparatur Kementerian Agama tersebar dari pusat hingga ke daerah sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik. Layanan ini semakin diperkuat dengan transformasi digital dibawah komando Menteri Agama Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. “Kebahagiaan itu murah. Di dalam kebahagiaan itu ada kesediaan berbagi. Ikhlas dan memaafkan segalanya,” Kata Menag Nasaruddin.
Menag Nasaruddin menyampaikan bahwa orang yang ikhlas tidak akan pernah kecewa. Orang yang suka marah-marah, dendam, pasti hidupnya tidak ikhlas. Ikhlas itu baik dan suka memaafkan. Menag Nasaruddin juga menjelaskan bahwa ketika founding father’s menyepakati frase ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, itu adalah ilham bagi Bangsa Indonesia. “Dengan Ketuhanan Yang Maha Esa semua umat setuju. Kita harus mempertahankan benteng Republik Indonesia yakni UUD 1945 dan Pancasila.
Belajar Kerukunan Mataram Kuno dan Majapahit
Hidup rukun dan mengalami puncak kejayaan juga kemakmuran umatnya bisa kita tilik dari catatan sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Sebagai contohnya Candi Plaosan dibangun oleh Raja Ke-6 Kerajaan Mataram Kuno, Rakai Pikatan untuk istrinya, Pramodawardhani. Pembangunan candi ini merupakan tanda cinta dari Rakai Pikatan.
Bukan hanya sebagai tanda cinta, Candi Plaosan juga bisa dianggap sebagai tanda toleransi beragama. Pasalnya Rakai Pikatan beragama Hindu, sementara Pramodawardhani beragama Buddha. Rakai Pikatan membuat Candi Plaosan sebagai tempat pemujaan pemeluk agama Budha. Kemudian pada desainnya terdapat sentuhan arsitektur Hindu.
Kita bisa mengambil Kesimpulan bahwa Kerajaan Mataram Kuno yang ada di sekitar abad ke-8 sudah bisa hidup rukun berdampingan dengan berbagai pemeluk agama yang ada kala itu.
Begitu juga di masa Kerajaan Majapahit. Dalam catatan Sejarah Majapahit, kerukunan hidup beragama berjalan harmonis, karena antarpemeluk agama melalui ajaran “Bhinneka Tunggal Ika”. Kebesaran Majapahit kala itu, sangat masyhur di bumi Nusantara, bahkan dunia.
Agama yang dimaksud pada zaman Kerajaan Majapahit adalah Hindu dan Buddha. Meski dianggap sebagai kerajaan Hindu-Buddha, Majapahit hanya menganggap dua agama resmi yaitu Siwa dan Buddha. Hal itu berdasarkan Prasasti Waringinpitu yang dikeluarkan oleh Raja Kertawijaya pada 1447 M, yang menyebut nama pejabat birokrasi kerajaan di pusat.
Di antaranya adalah Dharmmadhyaksa ring kasaiwan atau pejabat yang mengurusi Agama Siwa. Satu lagi adalah Dharmmadhyaksa ring kasogatan atau pejabat yang mengurusi Agama Buddha. Dengan luasnya kekuasaan, penduduk Kerajaan Majapahit memiliki kepercayaan yang bermacam-macam. Ada yang memeluk Hindu, Buddha, ajaran Siwa-Buddha dan ada yang masih percaya dengan kejawen atau animisme. Ajaran Siwa dan Buddha merupakan sinkretisme dari agama Hindu dan Buddha yang berada di Nusantara.
Ajaran ini bahkan sudah dikenal sejak era Mataram Kuno. Pada perkembangannya, peran agama Buddha semakin menghilang ketika Majapahit berada di akhir kejayaannya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya candi peninggalan Majapahit yang bercorak Siwa.
Bukti kehadiran Islam di Majapahit adalah melalui penemuan pemakaman Islam kuno di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto. Tempat tersebut tidak jauh dari kompleks kedaton Majapahit berdiri. Apabila dilihat dari nisannya, situs makam Tralaya berasal dari 1533 Saka atau 1611 M. (Lukman Hadi Subroto, dkk Kompas.com, 09/04/2022).
Meminjam istiah medis Deoxyribonuceic acid (DNA) kita sejak Mataram Kuno (abad ke-8) sampai Majapahit (akhir Abad ke-13) nenek moyang kita adalah hidup rukun, harmonis dan penuh cinta damai. Karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di bumi Nusantara jangan mudah diadudomba untuk dipecah belah oleh pihak lain.
Jadi dengan HAB ke-79 ini, segenap aparatur kemenag RI tidak hanya melayani umat dengan baik dan cekatan saja, tapi juga ikut menjadi contoh dan inisiator kerukunan umat beragama dalam setiap levelnya. Karena kerukunan adalah kunci menapak, melangkah menuju Indonesia emas. Dirgahayu HAB Kemenag ke-79, semoga terus bisa mengawal Kerukunan umat menuju Indonesia Emas. Amin[]
Arief Fauzi Marzuki, Wakil Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kapanewon Piyungan Bantul dan Penyuluh Agama Islam, pada Kemenag Bantul.