Mbah Ali Sangat Menekankan Pendidikan Karakter (I)

Mbah Ali Sangat Menekankan Pendidikan Karakter (I)

Mbah Ali Sangat Menekankan Pendidikan Karakter (I)

KH. Ali Maksum merupakan salah satu tokoh yang konsen dalam pendidikan, terutama pendidikan ala pesantren. Beberapa langkah beliau dalam mendidik mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas, baik di tingkat lokal maupun nasional. Pola pendidikan yang beliau terapkan unik, bahkan terkesan anti formalitas. Namun, output yang dihasilkan berdaya saing tinggi. Disisi lain, Mbah Ali, sebutan akrab KH. Ali Maksum, menerapkan beberapa upaya reformis untuk menunjang pendidikan.

Seperti apa pola pendidikan yang diterapkan Mbah Ali Maksum? Berikut redaksi menurunkan wawancara dengan Drs. H.M. Lutfi Hamid, M.Ag., santri Mbah Ali yang sekarang menjabat Ketua LTN PWNU DIY.

Dalam pandangan bapak, bagaimana konsep pendidikan Mbah Ali dulu?

Sepemahaman saya, dalam konsepnya Mbah Ali, pendidikan formal itu bukan merupakan suatu media yang paling diagungkan. Mbah Ali tampaknya lebih pada penanaman karakter dan pengembangan bakat yang secara alamiah akan tumbuh dengan sendirinya.

Salah satu indikasinya, Mbah Ali itu sering bertentangan dengan Pak Hasbullah (ayah KH. Dr. Hilmy Muhammad_red). Pak Hasbullah membutuhkan disiplin dengan tolok ukur-tolok ukur tertentu, Mbah Ali itu tidak. Ketika anak-anak, di mata Mbah Ali dibutuhkan untuk ro’an (kerja bakti), itu ya udah, bagi Mbah Ali nggak mau tahu (harus kerjabakti_red). Karena, Mbah Ali tidak terbelenggu oleh sebuah formalitas pendidikan. Itu yang saya tangkap.

Tetapi, apakah kemudian ini menjadi aktual? Kalau kita memahami pendidikan itu memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mengembangkan talentanya, boleh jadi ada benarnya. Tetapi seiring dengan tuntutan formalitas, ya mestinya memang harus dipadukan antara 2 pola itu.

Lalu kapan muncul sekolah formal?

Nah, belakangan karena adanya tuntutan formalitas sekitar tahun 1960-an, kemudian didirikanlah Mualimin itu. Bahkan dahulu, Tsanawiyah dan Aliyah itu satu jenjang. Mualimin itu, kelas 1 sampai 4 lulus Tsanawiyah dan lulus Aliyah.

Tapi dalam pandangan sempit saya dan tentu bukan kapasitas saya untuk menilai, saya mengamati kebijakan Mbah Ali yang seringkali nampak berlawanan dengan Pak Hasbullah yang formalistik. Itu saya menangkapnya bukan sebagai upaya ngendon-ndoni (melemahkan_red) sebuah lembaga formal. Tetapi, dalam pandangan Mbah Ali, lembaga pendidikan formal hanyalah sebuah “formalitas” untuk mendapatkan pengakuan khalayak tetapi substansi pembelajarannya adalah karakter.

Pendidikan seperti ini adalah pendidikan ala pesantren. Dan model kiai mbiyen (dahulu_red). Di saat mengajar misalnya, Mbah Ali mengajar ya mengajar di kamarnya, ngajar di perpustakaan, dan seterusnya. Jadi, tidak harus berada di dalam kelas. Bahkan ketika ngajar di IAIN pun beliau kadang-kadang tidak ke kampus. Tetapi, santri diminta untuk datang ke sini (ke pondok_red). Itu memberikan gambaran bahwa substansi pendidikan Mbah Ali itu masih ala pesantren dan pijakannya adalah karakter dan keistiqomahan.

Demikian Mbah Ali Sangat Menekankan Pendidikan Karakter (I). Semoga bermanfaat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *