Oleh: Jamal Ma’mur Asmani, Dosen IPMAFA Pati
Perguruan Islam Mathaliul Falah (PIM) Kajen asalnya populer dengan Sekolah Arab dirintis KH Abdussalam Abdullah pada tahun 1912. Tahun berdirinya PIM sama dengan Muhammadiyah yang mengklaim sebagai kelompok modernis. PIM dikenal akrab dengan sebutan Mathole’.
Oleh sebab itu, banyak pihak menyatakan berdirinya PIM adalah pemikiran modern KH Abdussalam dalam membentuk model Sekolah Klasikal sebagai respons gerakan pembaharuan Muhammadiyah.
Ada juga yang mengatakan, PIM didirikan sebagai bentuk kecerdikan Kiai Abdussalam ketika Belanda melarang model pesantren yang dikenal tradisional atau kolot yang kuat orientasi nasionalisme dan patriotisme yang membahayakan eksistensi kaum kolonialis Belanda.
KH Abdussalam, merintis dan membangun PIM dgn melibatkan banyak pihak, seperti para hartawan yang dermawan dan mencintai ulama. Salah satunya adalah KH Abdul Hadi yang melahirkan KH Muhammadun APIK, KH Muzayyin, dan lain-lain. Jika lahirnya NU tidak lepas dari gerakan Tashwirul Afkar (gerakan keilmuan yang dimotori para pakar) dan Nahdlatul Tujjar (gerakan ekonomi para pengusaha), maka PIM juga lahir dari sinergi ulama-aghniya’ yang memperkuat bangunan lembaga dari aspek lahir dan batin.
Menurut Prof Dr. M. Nuh, Mantan Mendikbud, sinergi ilmuwan-aghniya’ itulah yang membuat lembaga besar, karena infrastruktur dan pondasi spiitualitasnya sangat kokoh yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dan rintangan yang menghadang.
KH Mahfudh Salam datang sebagai pembaharu sistem PIM, dari Sekolah Arab menjadi model lembaga pendidikan terstruktur dan sistematis dengan nama Mathaliul Falah (tempat terbitnya kebajikan-keberuntungan) yang terinspirasi dari sebuah Madrasah di Arab yang bernama Al Falah.
KH Mahfudh Salam ini adalah sosok Kiai modern dengan pergaulannya lintas sektoral. Bacaannya tidak sebatas kitab kuning, komunikasinya terbiasa dengan bahasa Indonesia, dan relasinya menembus batas dinding pesantren (Kiai, masyarakat, birokrat). KH Mahfudh Salam tampil sebagai pemimpin Kiai yang sangat disegani karena ilmu, akhlak, dan perjuangannya dalam mengusir penjajah.
KH Abdullah Zen Salam menjadi penjaga gawang PIM yang mengisi ruang spiritualitas guru dan murid. Ketegasan, kedisiplinan, dan model pembimbingannya sangat kuat shg melahirkan ulama-ulama berkarakter yang mulia akhlak dan dalam ilmunya.
KH Muhammadun APIK, yang dikenal ahli fikih-ushul fiqh mendampingi KH Abdullah Zen Salam dalam mengawal proses pembelajaran di PIM. Menurut KH A. Nafi’ Abdillah, KH Muhammadun adalah sosok yang mencintai ilmu, sehingga kebiasaannya adalah muthalaah. Meskipun sudah paham satu kitab, beliau pasti muthalaah kitab tersebut, karena dalam muthalaah dijumpai pemahaman dan pemikiran baru. Ilmu semakin melekat dalam kalbu.
Menurut kisah, KH Muhammadun pernah mempelajari kitab Jam’ul Jawami’ dua juz dari awal sampai akhir ketika diajak berdebat dgn gurunya KH Mahfudh Salam. KH Muhammadun masuk dalam struktur PBNU sebagai a’wan yang menunjukkan kontribusi besar beliau dalam bidang ilmu. Menurut cerita, Mbah Dullah Salam saja ngaji dengan beliau sebagai bentuk semangat belajar Mbah Dullah yang sangat tinggi dan membuktikan kedalaman ilmu Mbah Madun APIK.
KH MA Sahal Mahfudh tampil sebagai pemimpin baru PIM yang mampu memadukan dimensi kesejarahan dan kemodernan sekaligus. Di era Kiai Sahal, organisasi siswa yang bernama HSM (Himpunan Siswa Mathaliul Falah) dan HISMAWATI (Himpunan Siswa Mathaliul Falah Putri) dirintis. Kelas berjenjang mulai Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah dirintis yang sebelumnya menggunakan model shifir, Ibtidaiyah, dan Tsanawiyah. Di era Kiai Sahal dikembangkan sampai Aliyah. Pembangunan infrastruktur dimaksimalkan dan pengembangan SDM guru diintensifkan.
Di era KH Ahmad Nafi’ Abdillah, PIM semakin kokoh bangunan keilmuan dan spiitualitasnya. Dirintis pembangunan lantai 5 Banat sejak Kiai Sahal, diteruskan Kiai Nafi’. Kedisiplinan guru diprioritaskan, pembimbingan siswa-siswi dimaksimalkan. Bakat dan minat anak didik digali dan dikembangkan supaya lahir anak-anak shalih-akram yang berprestasi tinggi.
Era Pemimpin Muda
Pasca KH Ahmad Nafi’ Abdillah, PIM dipegang oleh pemimpin muda energik dan penuh spirit, yakni KH Muhammad Abbad Nafi’ (putra KH Nafi’ Abdillah dan cucu KH Abdullah Zen Salam). Di era Gus Mamad (panggilan akrabnya), jajaran manajemen diisi tokoh-tokoh muda berbakat yang banyak ide dan gagasan, seperti KH Ahmad Nadhif, KH Saifurrahman, KH Ulin Nuha, KH Ahmad Wahib, KH Ismail, dan lain-lain.
Membangun sistem yang kuat menjadi keharusan. Maka di era Gus Mamad ini, manajemen diperkuat, mekanisme berorganisasi dipertegas, administrasi dioptimalkan, dan evaluasi monitoring diintensifkan. Kedisiplinan guru, pembimbingan anak, dan kelengkapan infrastruktur diperkuat untuk menjawab dinamika zaman yang semakin kompetitif.
Tantangan Eksternal
Kajen saat ini muncul sebagai kota santri yang agak “metropolitan”. Toko berdiri di mana-mana, Indomart dan Alfamart masuk, dan berbagai warung kopi dan internet memenuhi desa yang sangat potensial dari sisi pendapatan ekonomi dengan ribuan santri.
Dalam konteks ini, maka masuknya budaya baru yang kadang tidak sinkron dengan budaya pesantren yang menjunjung tinggi spiritualitas, moralitas, dan intelektualitas tidak bisa terelakkan.
Maka, menjadi kewajiban pesantren dan semua lembaga pendidikan membangun karakter anak didik dan para santri secara kokoh, sehingga mampu menyaring (filter) mana yang baik dan mana yang buruk.
Ingat dawuh Kiai Sahal:
خذ ما صفا ودع ما كدر
Ambil sesuatu yang bening (bersih) dan tinggalkan sesuatu yang kotor
Sesuatu yang bersih adalah sesuatu yang sesuai dengan syariat Islam yang membawa kemaslahatan dunia-akhirat. Sedangkan sesuatu yang kotor adalah sesuatu yang bertentangan dgn syariat Islam yang merusak kehidupan dunia dan akhirat.
Dalam bahasa Ushul fikih:
الحسن والقبح شرعيان لا عقليان
Baik dan buruk parameter utamanya adalah Syara’, bukan akal manusia.
Hal ini mutlak diperlukan dalam rangka membangun lingkungan ilmiah yang kondusif sebagai tempat bersemainya ilmu para ulama ke dalam jiwa anak didik sebagai generasi masa depan agama, bangsa dan negara yang diharapkan mampu membawa kemajuan di segala aspek kehidupan.
Di samping itu, membangun masyarakat Kajen yang religius dan ilmiah sebagaimana dakwah Kiai Sahal adalah langkah yang seyogianya diteruskan para generasi penerus sekarang ini. Keberadaan pesantren dan lembaga pendidikan menyatu dalam masyarakat yang menyinari dan membangkitkan spirit spiritualitas dan intelektualitas menuju terciptanya بلدة طيبة ورب غفور.
Gambaran di atas menjadi tantangan PIM dalam mendidik santri-santrinya. Dengan keikhlasan para pendiri dan dewan guru, tata kelola yang profesional, dan besarnya dukungan masyarakat akan lahirnya kader shalih-akram, maka PIM insya Allah akan menghadapi tantangan Eksternal di atas dengan sukses, Amiin ya Rabbal Alamiin.
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا وان الله لمع المحسنين
حاجين، ٢١ شوال ١٤٣٩ ه /
5 Juli 2018