Beberapa waktu yang lalu, Guru Mulia Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed el-Thayyeb rawuh berkunjung ke Indonesia membawa berkah. Gontor mendapatkan tambahan jatah beasiswa, NU juga kecipratan untuk para kadernya; jumlahnya sama 30 orang untuk jenjang akademis Strata 1. Beliau berpesan agar 2/3 dari jatah 30 orang tersebut untuk para calon mahasiswi, 2/3 di antaranya untuk kuliah di fakultas-fakultas non agama tradisional.
Dengan demikian, Gontor mendapatkan 50 beasiswa jatah lama yang diperebutkan bebas di antara para alumninya, baik calon mahasiswi ataupun mahasiswa; Indonesia pun mempunyai jatah 50 jatah beasiswa jatah lama yang diperebutkan tanpa memperdulikan latar belakang ormas dan gendernya. Sedangkan 30 beasiswa tambahan harus memperhatikan konsiderans yang disebutkan oleh GSA di atas.
Euforia yang kemudian timbul atas berkah beasiswa tersebut sangatlah patut dimaklumi. Bagi Gontor ini adalah jalan terang untuk pengembangan Universitas Darus Salam di masa depan. NU pun sangat memerlukannya karena Universitas Nahdlatul Ulama sudah berdiri dimana-mana. SDM yang dibutuhkan tidaklah sedikit.
Tetapi, sebelum terlena terlalu jauh dan terlibat dalam saling sikut rebutan jatah, mungkin lebih baik kita telisik lebih dahulu, agar panggang harapan kita tidak terlalu jauh dari bara api, sehingga sate Madura yang maknyuss benar-benar bisa dinikmati di kemudian hari.
Tanya: Apa saja fakultas favorit non agama tradisional di Al-Azhar? Dan bagaimana sistem/proses pembelajarannya di sana?
Di Al-Azhar ada beberapa fakultas favorit yang termasuk mapan/terbaik di Mesir dan selama ini menjadi rebutan para tamatan SMU. Di antaranya adalah Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi dan Fakultas Teknik (khususnya Teknik Sipil, Teknik Perminyakan dan Pertambangan, Teknik Arsitektur, dll). Untuk jurusan IPS, ada Fakultas Bahasa dan Terjemah yang di dalamnya ada jurusan Studi Islam dengan berbagai bahasa asing (Jerman, Perancis, Inggris, Urdu, Persia, dll).
Kelima fakultas tersebut menuntut nilai akumulatif UN Mesir minimal 97%. Jadi bisa dibayangkan sulitnya masuk fakultas-fakultas tersebut bagi orang Mesir. Para lulusannya dibayangkan akan mendapatkan masa depan cemerlang untuk bekerja di dalam dan luar negeri. Sistem pendidikan yang berlaku di Al-Azhar memisahkan lokasi kampus perkuliahan antara mahasiswa dan mahasiswi, bukan co-education.
Mahasiswa Asing sejak jaman Anwar Sadat diwajibkan membayar SPP tahunan sampai USD 5000,-; sebuah kewajiban yang akan dibebaskan kalau dia mendapatkan beasiswa yang dijanjikan oleh GSA di atas.
Kelebihan belajar di Al-Azhar dibandingkan kampus lain di Mesir adalah: beban belajar yang lebih berat; karena selain belajar materi inti sesuai dengan spesialisasinya masing-masing, para mahasiswa/mahasiswi Al-Azhar juga diwajibkan melalap materi-materi agama dan menghafal Al-Qur’an.
Materi umum biasanya disampaikan dengan bahasa Inggris, sedangkan materi agama dan Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian, seorang calon mahasiswa/mahasiswi harus kuat dalam bahasa Arab dan Inggris sekaligus, di samping mempunyai modal keilmuan (Biologi/Fisika/Matematika/IPS) yang memadai.
Tanpa ketiga syarat dasar tersebut, maka kesuksesan akademis akan tersendat, kalau tidak menjadi mimpi buruk di siang bolong!
Penulis: Muhammad Aunul Abied Shah, Mustasyar PCI NU Mesir dan murid langsung Grand Syekh Al-Azhar Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb.