Konstruksi Perdamaian dalam Kitab Suci Kristian dan Islam

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab Suci Kristian dan Islam

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab Suci Kristian dan Islam.

Oleh: Muharis, M.Hum., dosen KPI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.

  1. Latar Belakang

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Posisi Kitab Suci (Alkitab) merupakan hal yang sangat penting bagi iman Kristiani, bagi hidup Gereja, dan bagi hubungan antara umat Kristiani dengan umat beragama lain.[1] Begitu juga bagi umat Islam, Kitab Suci (Al-Quran) merupakan sumber ajaran secara normatif yang mengandung nilai universal sebagai kitab dan teks rahmat yang kehadirannya dimaksudkan untuk mewujudkan kebaikan nyata yang berkaitan dengan realitas fundamental wujud manusia, yakni hidup baik dengan indikator hidup sejahtera (lahum ‘ajruhum inda Rabbihim), damai (wa là khaufun ‘alaihim) dan bahagia (wa lå hum yahzanůn) di dunia dan akhirat.[2]

Kitab suci telah mengajarkan tentang moralitas, cara hidup yang baik, namun kita juga dapat melihat catatan sejarah, bahwa banyak konflik terjadi mengatasnamakan agama, kenyataan ini membuat berbagai kalangan mempertanyakan kembali konsep perdamaian yang ada dalam setiap agama. Karena pada dasarnya kelahiran agama di muka bumi ini adalah untuk membuat kedamaian, keteraturan serta menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan dan bukannya justru membuat sekat dan konflik antar sesama manusia.

Sebagai sebuah kitab suci, Al-Kitab dan Al-Quran, menjadi pedoman bagi pemeluknya untuk selalu cinta akan kedamaian. Dalam kedua kitab suci tersebut memuat banyak sekali ayat-ayat yang menyuruh umatnya untuk terus merealisasikan perdamaian di muka bumi. Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kedua kitab tersebut juga diungkapkan ayat-ayat tentang peperangan. Persoalan penafsiran terhadap teks keagamaan inilah kemudian yang menjadikan perdamaian seolah menjadi sesuatu yang sulit untuk dijangkau oleh kedua pemeluk agama. Sehingga kedua pemeluk agama sering terlibat dalam perseturuan.

Dalam kajian ini penulis berusaha untuk menganalisa bagaimana konsep perdamaian dalam perspektif Al-Kitab dan Al-Quran. Sengaja penulis hanya memaparkan konsep perdamaian dalam al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Muslim dan Al-Kitab sebagai kitab pedoman umat Kristiani, karena pertama; kedua pemeluk agama ini sama-sama sering terlibat perseteruan atas nama agama, catatan sejarah perjalanan kedua agama ini telah membuktikan hal ini. Kedua; kedua pemeluk agama Abraham ini merupakan penganut mayoritas di dunia dan ketiga; data-data diantara kedua agama ini cukup banyak dan sangat mudah untuk diakses.

  1. Perdamaian dalam Perspektif Kitab Suci Umat Kristiani

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Pesan damai sangat terasa bagi umat Kristiani, Yesus sebagai tokoh sentral dalam agama Kristen senantiasa mengajarkan umatnya untuk cinta damai. Yesus tidak hanya dikenal sebagi juru selamat tetapi juga diberi gelar sebagai Raja damai karena Dia adalah seorang yang anti terhadap kekerasan. Banyak cerita yang menggambarkan betapa Yesus adalah sang juru damai, bahkan di dalam bible dapat dilihat bahwa tidak satupun ayat yang mengindikasikan bahwa Yesus pernah mengajak orang untuk berperang. Diantara ajaran Yesus tentang perdamaian adalah Yesus mengajarkan untuk melawan kekerasan tanpa kekerasan. Ajaran melawan kekerasan tanpa kekerasan ini bukan berarti mengajarkan kepasrahan atau tanpa perlawanan, tetapi juga mengajarkan jalan ketiga misalnya dengan menggunakan kekuatan moral daripada kekuatan fisik, mencari alternatif lain daripada menggunakan kekerasan, tidak membalas dendam, dan lain sebagainya.[3] Adapun ayat-ayat yang mengajarkan perdamaian dalam Kitab Suci umat Katolik sebagaimana tertuang dalam tabel di bawah ini:

 

Tabel: 1. Ayat-ayat Perdamaian dalam Kitab Suci Umat Katolik

No Tema Terkait Perdamaian Surat dan Ayat
1 Perdamaian, larangan perang dan berbuat kekerasan Keluaran 20:13
2 Mengakhiri Konflik Yesaya 14:7; Yesaya 2:4; Yesaya 32:17; Matius 5:9
3 Pemberian maaf dan rekonsiliasi Daniel 9:9; Yohanes 4:16; Imamat 19:17-18; Lukas 6:27; Matius 6:12; Matius 18:21-22; Matius 5:38-39; Lukas 6:35; Lukas 6:37
4 Tuhan Sang Maha Adil/ Keadilan Ulangan 32 : 4; Mazmur 116: 5-6/ Mazmur 146:8; Amtsal 14:34; Amtsal 15:6; Imamat 19:15; Matius 7:12; Samuel 26:23; Matius 5:6.
5 Rahmat/Kasih sayang Lukas 6:36; Matius 5:7; Ulangan 4:31; Korintus 13: 4-6; Amtsal 19:17; Mazmur 146: 1, 7-9.
6 Cara menunjukkan kasih sayang Galatia 5:13,14; Imamat 25:35; Keluaran 23:9; Imamat 19:33-34; Ayub 31:31-32; Matius 25:35-36,40.
7 Ajaran tentang toleransi dan saling menghargai Amtsal 11:12: Amtsal 15:4; Lukas 6:37; Lukas 6:41-42.
8 Kebebasan beragama dan dialog antar agama Apokrifa, Sirakh 15:14;

 

9 Dialog antar agama

 

Amtsal 16:20-21; Amtsal 15:28; Lukas 6:43-44; Lukas 6:45.

 

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Ayat-ayat yang tersebut di atas sangat jelas menyatakan bagaimana perdamaian juga menjadi tujuan utama dari ajaran Yesus. Bible berbicara tentang keadilan, pentingnya pemberian maaf serta mengasihi sekalipun terhadap musuh dan lain sebagainya. Yesus sebagai pembawa pesan damai juga memberikan teladan kepada umatnya bagaimana konsep tentang perdamaian itu dipraktekkan dalam kehidupan. Satu-satunya cerita yang menceritakan bahwa Yesus marah adalah ketika Yesus mengambil cambuk dari tali dan mengusir pedagang-pedagang dan penukar uang di halaman Bait Allah.[4] Tindakan ini tentu saja sama sekali tidak membahayakan siapapun kecuali nyawanya sendiri, karena semenjak peristiwa tersebut para pejabat Yahudi sepakat untuk menghukum mati Yesus. Masih banyak lagi cerita-cerita tentang Yesus dalam mengajarkan perdamaian dimana hal tersebut membuat umat Kristiani terinspirasi untuk senantiasa membawa misi perdamaian di muka bumi.

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Damai dalam pandangan agama Kristiani merujuk pada kata eirene dalam bahasa Yunani atau syallom di dalam bahasa Ibrani yang kemudian diterjemahkan menjadi damai sejahtera. Damai tidak hanya berarti bahwa tidak ada perang, pertikaian atau kekacauan, tetapi suasana hati dan lingkungan masyarakat di mana hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan diri sendiri tenang, bahagia dan terbuka kepada sang pemberi damai.

Upaya membangun perdamaian sebagaimana pesan bible ini juga menginspirasi gereja katolik, dimana dalam peribadatan dilengakpi dengan saling menyampaikan salam damai. Pesan damai dalam bible juga menginspirasikan pacem in terris dalam salah satu ensiklik.[5] Pacem in Terris berarti damai di bumi. Ensiklik ini ditulis oleh Paus Yohanes XXIII dan diterbitkan pada tanggal 11 April 1963 yang hingga saat ini masih diperingati dan masih cukup relevan. Didalam Pacem in Terris disebutkan bahwa perdamaian bertumpu pada empat tiang penyangga, yakni kebenaran, keadilan, cinta dan kemerdekaan.

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Kebenaran merupakan tiang pertama, karena temasuk di dalamnya pengakuan bahwa manusia itu bukan merupakan penentu dirinya sendiri melainkan bahwa dia dipanggil untuk memenuhi kehendak Tuhan, pencipta segalanya, yang merupakan Sang kebenaran mutlak. Dalam hubungan manusiawi, kebenaran itu mengandaikan ketulusan, yang merupakan syarat untuk saling percaya dan dialog menuju perdamaian.

Perdamaian tidak dapat terjadi tanpa keadilan, hormat kepada martabat dan hak perorangan. Tanpa keadilan baik dalam hubungan pribadi, sosial maupun internasional akan menyebabkan kekacauan dan kekacauan akan menyebabkan kekerasan di bumi. Keadilan juga harus dilengkapi dengan cinta. Dengan cinta, maka sesama manusia akan menjadi saudara, sehingga akan terjadi hubungan untuk saling berbagi baik dalam kesengsaraan maupun kegembiraan. Cinta juga akan membuat manusia untuk sanggup mengampuni dan memaafkan karena pengampunan adalah salah satu faktor yang penting dalam memulihkan perdamaian setelah pecah pertikaian.[6]

Dari sini sangat terlihat bagaimana perdamaian yang tertulis dalam teks bible itu kemudian coba dikembangkan oleh umat kristiani (katolik) dalam Pacem Terris, sehingga apa diajarkan oleh Yesus di dalam bible dapat dilaksanaan oleh para jemaat.

 

  1. Perdamaian dalam Perspektif Kitab Suci Umat Islam

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Perdamaian merupakan salah satu ajaran pokok dalam ajaran Islam. Perintah untuk selalu berdamai tidak hanya terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an tetapi juga dicotohkan dalam kehidupan Rasulullah Saw. Sebagaimana diketahui Muhammad adalah sosok yang sangat dikenal dengan kepribadian dan budi pekertinya yang baik. Ada banyak peristiwa bersejarah yang memperlihatkan pribadi Rasulullah sebagai seorang juru damai. Bahkan jauh sebelum beliau diangkat menjadi seorang Nabi. Banyak perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh Muhammad selama menjalankan misi dakwahnya dimana hal tersebut bertujuan untuk menghindari konflik dan berupaya membangun perdamaian. Mulai dari perjanjian Hudaibiyah, piagam Madinah, Perjanjian dengan delegasi Najran dan masih banyak lagi.

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab. Kata Islam sendiri juga diambil dari kata “salama” yang berarti selamat dan juga “silm dan salaam” (damai) yang secara jelas menegaskan bahwa karakter dasar dari ajaran Islam adalah menyebarkan perdamaian. Beberapa point penting tentang ajaran perdamaian dalam al-Qur’an, diantaranya adalah:

 

Tabel: 2. Ayat-ayat Perdamaian dalam Kitab Suci Umat Islam

No Tema Terkait Perdamaian Surat dan Ayat
1 Ajaran tentang perdamaian, larangan perang dan berbuat kekerasan Q.S. Al-Maidah: 32; Q.S. Al-Nisa: 29
2 Diperbolehkannya upaya untuk mempertahankan diri Q.S. Al-Hajj: 39 (22)
3 Cara mengakhiri konflik Q.S. Yunus: 25;, Q.S. Al-Hujurat (49): 9; Q.S. Al-Anfal: 61; Q.S. Mumtahanah:  7.
4 Pemberian maaf dan rekonsiliasi QS An-Nisa: 40; Q.S. 6: 160

 

5 Keadilan Q.S. Al-An’am: 151; QS Al-Maidah: 9;  Q.S. Annisa: 135.
6 Rahmat Q.S. Al-Baqarah: 218; Q.S. Al-Baqarah: 83; Q.S. Al-An’am: 54.
7 Cara menunjukkan Kasih sayang Q.S. Al-insan: 8-9; QS. Al-isra: 26,28; QS. Al-Baqarah: 271; Q.S. An-Nur: 22
8 Ajaran tentang toleransi dan saling menghargai

 

Q.S. al-Hujurat:13; Q.S. Luqman: 18; Q.S. al-Furqan:63; Q.S. Al-Hujurat:11; Q.S. Al-Qashash: 55; Q.S. Al-Imron: 159.
9 Kebebasan beragama dan dialog antar agama Q.S. Al-Baqarah : 256,[7] Q.S. Yunus: 99-100
10 Muslim, Kristen dan Yahudi Q.S. AlMaaidah: 14; Q.S. Al-Maidah: 82-83; Q.S. Al-Ankabut: 46
11 Hubungan Antar Agama Q.S. Alkafirun:1-6; Q.S. Az-Zukhruf: 88-89
12 Dialog antar agama Q.S. An-Nahl: 125; Q.S. Ibrahim: 24.[8]

 

Dalam ungkapan teks agama, perdamaian sering dibahaskan dengan al-aman, secara terminologi al-amān, adalah sebuah kesepakatan untuk menghentikan peperangan dan pembunuhan dengan pihak musuh. Selain al-aman, masih ada beberapa istilah lain yang juga merujuk pada perdamaian yakni al-sulh, al-hudnah, al-mu’ahadah dan aqd al-zimmah. Ayat-ayat diatas adalah ayatayat yang menunjukkan ajaran perdamaian. Meski banyak diantara ayat-ayat diatas tidak secara eksplisit menyatakan perintah perdamaian akan tetapi secara tersirat ayat tersebut mengajak untuk membuat perdamaian. Misalnya ayat tentang berbuat adil, larangan untuk berbuat kekerasan,[9] serta ayat-ayat tentang hubungan antar agama[10] serta universalitas agama.

Konstruksi Perdamaian dalam Kitab.Melihat teks-teks yang ada dalam al-Qur’an tersebut, maka akan terlihat wajah Islam yang damai dan menjadi penebar kedamaian. Dalam ayat tentang universalitas agama misalnya, terlihat bahw asanya Islam mengakui adanya pluralitas,[11] Islam juga mengajarkan umatnya untuk tidak memaksakan kehendak dalam beragama.[12] Bahkan Islam juga mengajarkan bagaimana cara berhubungan dengan pemeluk agama lain.

Namun demikian dalam tataran praktis wajah damai Islam yang merupakan salah ajaran yang paling penting dalam agama Islam ini sering dinodai oleh praktik-praktik kekerasan dan pemaksaan oleh beberapa oknum dengan mengatasnamakan agama dan dengan dalih amar ma’ruf nahi mungkar. Sebuah konsep dakwah yang diwajibkan bagi setiap umat muslim. Prilaku-prilaku demikian ini membuat wajah Islam dinodai dan dipersepsikan sebagai agama kekerasan. Sebagaimana yang ditulis oleh Max Weber bahwa Islam adalah agama yang memiliki etos keprajuritan, tetapi tidak memiliki etos kewiraswastaan.[13] Penyebaran Islam bahkan sering difahami dengan gambaran seseorang yang “memegang al-Quran di tangan kanan dan pedang di tangan kirinya”. Pendapat Max Weber ini memang tidak “sepenuhnya salah” ketika melihat prilaku radikalisme agama di kalangan kaum muslimin sehingga berwujud pada munculnya kekerasan serta pemaksaan dalam beragama. Namun pendapat ini jelas merupakan pendapat yang sangat tidak diterima ketika melihat secara menyeluruh ajaran Islam serta ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an. Artinya jelas bukan ajaran Islam yang memiliki etos keprajuritan karena sesungguhnya Islam adalah agama perdamaian.

 

  1. Kristen dan Islam: Agama Cinta Damai

Perdamaian tidak hanya bermakna damai dalam arti tidak dalam kondisi peperangan, tetapi perdamaian juga mencakup makna yang lebih luas, yakni suatu kondisi dimana sudah tidak ada lagi kekerasan struktural atau terciptanya keadilan sosial. Perdamaian dalam konsep ini meliputi semua aspek tentang masyarakat yang baik, seperti: terpenuhinya hak asasi yang bersifat universal, kesejahteraan ekonomi, keseimbangan ekologi dan nilai-nilai pokok lainnya. Berdasarkan konsep ini, perdamaian bukan hanya merupakan masalah pengendalian dan pengurangan tercapainya semua aspek tersebut, namun perdamaian merupakan konsep yang cukup luas dan pencapaiannya membutuhkan proses yang panjang. Dari sini dapat dilihat bahwa baik di dalam al-Qur’an maupun dalam Al-Kitab perdamaian juga mencakup makna yang luas ini. Disana terdapat konsep keadilan, kasih sayang, hubungan antar agama hingga ayat-ayat yang menjelaskan pada tataran praktis bagaimana cara mengakhiri konflik, pentingnya pemberian maaf dan lain sebagainya.

Perdamaian dalam bahasa al-Qur’an disebut salam dan dalam bahasa Al-Kitab disebut syalom, merupakan inti ajaran dari kedua agama baik Islam maupun Kristen. kedua kitab tersebut sama-sama mengajarkan bagaimana membangun perdamaian di muka bumi ini, meski dalam prakteknya banyak sekali terjadi konflik yang menyebabkan peperangan dan munculnya banyak kekerasan atas nama agama. Karena meski di dalam al-Qur’an dan Al-Kitab terdapat banyak ayat-ayat yang mengajarkan perdamaian tetapi disana juga terdapat ayat-ayat tentang peperangan yang seringkali dijadikan landasan untuk melakukan peperangan dan kekerasan.

Didalam al-Qur’an misalnya ayat-ayat tentang jihad seringkali dimaknai sebagai ayat perang, sehingga perintah untuk berjihad ditafsirkan sama dengan perintah untuk berperang. Padahal jihad mempunyai makna yang sangat luas dan tidak hanya bisa dimaknai dengan perang.[14] Disinilah sebenarnya yang menjadi persoalan besar di kalangan umat baik Islam maupun Kristen. Persoalan penafsiran terhadap ayat-ayat yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Al-Kitab, sehingga memunculkan “persoalan” dalam tataran praktis di kalangan umatnya, padahal al-Qur’an dan bible sendiri justru malah memperingatkan umatnya untuk tidak saling membunuh dan berperang. Peperangan hanya diperbolehkan jika dalam kondisi untuk mempertahankan diri.

Disini sengaja penulis tidak berupaya untuk membuat komparasi diantara keduanya dan hanya sekedar memaparkan bagaimana sebenarnya konsep perdamaian itu dalam perspektif al-Qur’an dan Al-Kitab, karena pada dasarnya di dalam kedua kitab tersebut banyak sekali ayat-ayat yang terkait dengan perdamaian, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua ajaran agama tersebut sama-sama mengajarkan dan mengajak umatnya untuk senantiasa membuat perdamaian di muka bumi. Sang pembawa damai (Yesus dan Muhammad) juga sama-sama memberikan teladan bagaimana perdamaian dapat dicapai meski keduanya samasama harus mengalami berbagai pengalaman pahit untuk mewujudkan itu.[15]

 

  1. Penutup

Konsep damai yang terdapat dalam Al-Kitab dan Al-Qur’an serta semua ajaran, perintah yang ada dalam ajaran kedua kitab suci tersebut sebenarnya berujung pada terciptanya perdamaian dan keadilan di dunia. Kedatangan agama Kristen dan Islam di tengah peradaban yang ada pada masa itu jelas mempunyai misi perdamaian.

Konsep perdamaian ini merupakan konsep yang cukup luas dan pencapaiannya membutuhkan proses yang panjang, dimana konsep perdamaian ini bisa dicari akarnya dari ajaran agama manapun. Karenanya memahami pentingnya perdamaian ini, seharusnya kesadaran akan pluralitas agama dengan menghargai keberadaan agama lain menjadi hal yang peting dalam konteks keberagamaan di Indonesia yang terdiri dari beragam agama. Pemaknaan terhadap kesadaran adanya pluralitas agama ini, idealnya tidak diartikan menjadi kurang meyakini kebenaran agama yang dianut, tetapi lebih pada tuntutan untuk menghargai dan menghormati agama dan kepercayaan lain.

Akar dari konflik secara umum diantaranya adalah prejudice dan ignorance, hal ini idealnya bisa diatasi dengan deeper interaction (interaksi lebih dalam).  Muslim dan Krisrtian mempunyai beberapa kesamaan misalnya mereka punya iman, kitab suci Kristian maupun Muslim sama punya komitmen pada agama masing-masing, mereka juga punya beberapa ritual yang sama. Mereka sama-sama punya etical character, sama-sama ingin membangun bangunan moral bagi masyarakat yang beradab dan baik, dibanyak prinsip keduanya mempunyai kemiripan dan kesamaan. Ajaran kitab suci tentang cinta Tuhan dan cinta sesama (love of God and love of neighbor) adalah salah satu dasar perdamaian/titik temu “a common word/kalimatun sawaa” Kristian dan Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

AG, Muhaimin (ed.), Damai di dunia Damai untuk Semua Perspektif berbagai Agama, Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Hidup Umat Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004

Andreski, Stabislav, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, terj. Hartono H, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996.

Coward, Harold and Gordon S Smith (ed.), Religion and Peacebuilding, (USA: State University of NewYork, 2004), hlm 130-131.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007

Ilyas, Hamim, Fikih Akbar; Prinsip-prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil’alamin, Tangerang: Pustaka Alfabet, 2018

Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab Deuterokanonika, Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 2018

Nadia, Zunly, “Perdamaian Dalam Keberagaman Ditinjau Dari Perspektif Alqur’an Dan Bible”, Elementary Vol. 3 Edisi Januari-Juni 2017

Sanjaya, V. Indra, Penafsiran Alkitab dalam Gereja, Terj. The Interpretation of the Bible in the Church, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003

——-, Mozaik Gereja Katolik Indonesia: 50 Tahun Pasca Konsili Vatikan II, Yogyakarta: Kanisius, 2013

——-, Tentang Al-Kitab, Yogyakarta: Kanisius: 2003

——-, “Tradisi Kenabian; Relasi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam Terang Dokumen Komisi Kitab Suci”, Orientasi Baru, Vol. 21 No.2 Oktober 2012

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2004), vol 5.

——-, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan umat, Bandung: Mizan, 1996.

——-, Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2000.

Syamsuddin, Sahiron,Pesan Utama Ayat Perang: Tafsir atas Surat al-Hajj Ayat 39-40”, dalam majalah Bangkit; Menebar Rahmah Ahlussunnah Wal-jamaah, edisi November 2012.

[1] V. Indra Sanjaya Pr., Penafsiran Alkitab dalam Gereja, Terj. The Interpretation of the Bible in the Church (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 35

[2] Hamim Ilyas, Fikih Akbar; Prinsip-prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil’alamin (Tangerang: Pustaka Alfabet, 2018), hlm.  9

[3] Muhaimin AG (ed.), Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif berbagai Agama, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Hidup Umat Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), hlm 130-147

[4] Lihat, Yohanes 2: 13-25, Disarikan dari Tim Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab Deuterokanonika (Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 2018), hlm. 112

[5] Istilah ensilik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani egkyklios, kyklos yang berarti edaran. Pada dasarnya itu adalah surat edaran. Sekarang ini istilah itu dipergunakan didalam kalangan gereja katolik untuk menunjuk pada surat-surat Paus yang disampaikan kepada umat katolik.

[6] Baik kebenaran, keadilan maupun cinta itu mengandaikan adalanya kemerdekaan sebagai salah satu sifat hakiki yang dimiliki dengan manusia. Kemerdekaan akan memungkinkan manusia untuk bertindak berdasarkan akalnya dan memikul tanggungjawab atas segala tindakannya sendiri, karena manusia secara pribadi akan bertanggung jawab dihadapan Tuhan atas segala tindakannya, lihat, Muhaimin AG (ed.), Damai di Dunia…, hlm 166-167

[7] “Tidak ada paksaan utk agama itu. Sesungguhnya telah jelas jalan yg benar daripada jalan yg sesat.”

[8] Disarikan dari, Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2007)

[9] QS. Adz-Dzariyat [51]: 56

[10] QS. Al-Kafirun 1-6

[11] QS. al-Hujurat [49]: 13

[12] QS. Al-Baqarah 256

[13] Stabislav Andreski, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama, terj. Hartono H, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), hlm 121.

[14] Quraish Shihab misalnya memaknai jihad dalam konteks yang lebih luas, seperti jihad dalam rangka melawan hawa nafsu, melawan musuh serta melawan setan, baik yang dilakukan dengan cara membangun perdamaian dan keadilan, memberantas kebodohan, kemiskinan serta berbagai cara yang lain. Dari sini kemudian maka, sebenarnya konsep jihad menurut Quraish Shihab tidaklah bisa disamakan dengan perang, meski keduanya saling terkait dalam hal ini perang menjadi salah satu bagian dari jihad. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), vol 5, hlm 169-170. Lihat juga M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai persoalan umat, (Bandung: Mizan, 1996), hlm 501

[15] Islam misalnya, hadi di Arab yang saat itu terpecah belah kedalam suku-suku dan suka berperang menjadi sebuah satu komunitas dibawah konsep keumatan. Sehingga semua manusia disamakan kedudukannya kecuali atas dasar iman. Disinilah kemudian kedatangan Islam membawa pergeseran yang cukup fundamental dalam system sosial bangsa Arab dari yang awalnya terpusat pada pertalian atas dasar kekeluargaan menjadi pertalian atas dasar keimanan dibawah konsep ummat, Harold Coward and Gordon S Smith (ed.), Religion and Peacebuilding, (USA: State University of NewYork, 2004), hlm 130-131.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *