NU adalah pesantren besar. Pesantren adalah NU kecil. Kitab kuning adalah identitas utama pesantren. Sepanjang kitab kuning dikaji secara serius, baik dari sisi alatnya (nahwu-sharaf-balaghah) maupun kandungan maknanya (fiqh-ushul-qawaid), maka sepanjang itu juga eksistensi dan kontribusi pesantren tetap aktual.
Menjadi tanggungjawab pesantren mendidik para santrinya kitab kuning secara serius dengan bimbingan dan pelatihan intensif sepanjang waktu. Bandongan, sorogan, dan Bahtsul Masail diaktifkan untuk membekali kemampuan kitab kuning para santri secara mendalam.
Ulama-ulama besar lahir dari kemampuannya memahami dan mengaktualkan kitab kuning ini. KH MA Sahal Mahfudh, KH A Mustafa Bisri, KH Maimun Zubair, KH Ahmad Fayumi Munji, KH Ma’ruf Amin, KH Sa’id Aqil Siradj, KH Afifuddin Muhajir, dan KH M Aniq Muhammadun adalah sederet ulama besar yang menguasai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber utama dalam merespons problematika kontemporer.
Mari kita bimbing kader-kader muda NU mendalami kitab kuning secara serius supaya mereka kelak mampu mengganti estafet pemikiran dan perjuangan Ulama-ulama besar kita.
Ingat dawuh Mbah Sahal, “Jadilah orang yang berharga, meskipun tidak dihargai. Sejelek-jeleknya orang adalah orang yang tidak menghargai sesuatu yang berharga”.
Kitab kuning adalah jimat yang sangat berharga. Orang yang menguasai kitab kuning akan menjadi permata yang dicari banyak orang. Pelajari kitab kuning dengan sungguh-sungguh, insya Allah keberkahan hidup akan dicapai, amiin. (Jamal Ma’mur Asmani)
PP Khozinatul Ulum Blora, 3 April 2018