Bung Karno: Bawa Uang Ini ke Makam Sunan Giri, Bagikan Pada Orang Miskin
Kisah Bung Karno adalah kisah tentang berdirinya bangsa Indonesia. Jejak hidup Bung Karno melekat sangat kuat dalam perjalanan bangsa ini. Apa saja yang dijalani Bung Karno menjadi inspirasi anak bangsa untuk melakukan aktualisasi dalam konteks kekinian. Termasuk dalam jejak dan kisah hidup Bung Karno menjelang lebaran tiba, sangat inspiratif maknanya bagi anak bangsa saat ini.
Saat itu menjelang lebaran tiba. Bung Karno Sang Proklamator itu ternyata sedang tak punya apa-apa. Uang kosong di sakunya. Bung Karno akhirnya menemui mantan Menteri Luar Negeri Dr. Roeslan Abdoelgani untuk dicarikan uang.
“Cak, tilpuno Anang Thayib. Kondo’o nék aku gak duwé dhuwik,” kata Proklamator Kemerdekaan RI itu.
(Cak, teleponkan Anang Thayib. Beritahu kalau aku tak punya uang…)
Anang adalah keponakan Roeslan, tinggal di Gresik, seorang pengusaha peci (kopiyah) merek “Kuda Mas” yang sering dikenakan oleh Bung Karno.
“Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang,” kata Roeslan Abdoelgani.
“Bisa laku berapa, Cak..?” tanya Bung Karno.
“Wis ta laa, serahno aé soal iku nang aku. Sing penting bèrès,” sahut Roeslan. (Sudahlah, serahkan saja soal itu pada saya. Yang penting beres).
Roeslan lalu menyerahkan kepada Anang satu peci yang bekas dipakai Bung Karno.
Roeslan kaget ternyata jumlah peserta lelang begitu banyak, semuanya pengusaha asal Gresik dan Surabaya. Tapi yang membuatnya sangat terkejut, ternyata Anang melelang tiga peci.
“Saudara-saudara,” kata Anang. “Sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya tidak tau lagi mana yang asli bekas Bung Karno. Yang penting ikhlas atau tidak..?”
“Ikhlas..!!!” seru para peserta lelang antusias.
“Alhamdulillah,” sahut Anang.
Dalam waktu singkat terkumpul uang Sepuluh Juta Rupiah. (kala itu sangat besar nilainya). Semua uang itu segera diserahkan Anang kepada Roeslan.
“Hei… Asliné lak siji sé,” kata Roeslan. (yang asli cuma satu ‘kan..?)
“Iyaa. Sebenarnya dua peci lainnya itu yang akan saya berikan untuk Bung Karno,” kata Anang.
“Tapi kok kedua peci itu jelek..??”
“Memang sengaja saya buat jelek. Saya ludahi, saya basahi, saya kasih minyak, supaya kelihatan bekas dipakai,” sahut Anang.
“Koen iki kurang ajar Nang, mbujuki wong akèh,” Roeslan akting ngamuk. (Kamu kurang ajar Nang Nang. Nipu banyak orang)
“Nék gak ngono gak olèh dhuwik akèh,” enteng saja Anang menjawabnya. ( Kalau nggak begitu mana mungkin bisa dapat banyak uang).
Roeslan kemudian menyerahkan semua uang hasil lelang kepada Bung Karno.
“Cak, kok akeh men dhuwiké…??” Bung Karno kaget. (Cak, banyak banget uangnya).
“Iku akal-akalané Anang,” jelas Roeslan. ( Itu semua akal-akalan Anang..)
Roeslan pun menceritakan bagaimana cara Anang menggandakan peci.
“Kurang ajar Anang..! Nék ngono sing duso aku apa Anang..??” tanya Bung Karno. (Kalau begitu yang berdosa saya atau Anang..?).
“Anang…,” singkat aja sahutan Roeslan.
”Dhuwik sakmono akèhé jangé digawé apa Bung..?” tanya Roeslan. (Uang begitu banyak sebenarnya akan digunakan untuk apa Bung..?”
“Gawé zakat fitrahku…”
“Gowoen kabèh dhuwik iki nang Makam Sunan Giri. Dumno nang wong-wong melarat nok kono,” kata Bung Karno.
(Untuk zakat fitrahku. Bawa semua uang ini ke Makam Sunan Giri. Bagikan pada orang-orang miskin di sana.”)
Jawaban Bung Karno membuat hati Roeslan bergetar. Itulah sosok di balik Bung Karno, biasanya suaranya menggelegar dan mengguncang dunia. Tapi kalau sudah melihat kondisi saudara sebangsa, maka hatinya sangat halus dan membuat hati sesama bergetar. Rasa kemanusiaan Bung Karno sangat dalam, sedalam cintanya untuk ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Demikian kisah tentang Bung Karno: Bawa Uang Ini ke Makam Sunan Giri, Bagikan Pada Orang Miskin.
*Kisah ini bersumber dari Buku “Suka Duka Fatmawati Sukarno”.
(Mukhlis)