Kisah Unik Para Kiai dan Santri Saat Resolusi Jihad 1945

Agresi Militer Belanda I dan Upaya Penghancuran Basis Kaum Santri

Kisah Unik Para Kiai dan Santri Saat Resolusi Jihad 1945

“Setelah mendengar Resolusi Jihad, saya, mertua (KH. Shiddiq) dan para santri lainnya berangkat menuju stasiun Madiun. Berharap dapat gerbong kosong. Sayang kereta api sudah penuh. Lalu kami ingin naik truk. Ternyata sudah penuh. Banyak di antara kami yang nangis karena tidak terangkut. Bayangkan, pengen mati (syahid) saja harus mengantre seperti itu. Akhirnya, kami jalan kaki menuju Surabaya. Belum tiba di sana, kami sudah bertemu dengan tentara Inggris di wilayah Sidoarjo.”

(penuturan KH. Masyhudi, Prambon, Dagangan, Madiun, saat saya sowan beliau, 2008, silam. Beliau wafat setahun kemudian di usia 106 tahun. Kiai Shiddiq, mertua beliau, adalah kiai yang dieksekusi dengan dikubur hidup-hidup oleh PKI-FDR dalam Pemberontakan PKI, September 1948).

*****
Saat mendengar Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945, puluhan ribu santri berbondong-bondong menuju Palagan Surabaya, menyongsong pertempuran melawan Sekutu yang mendarat pada 25 Oktober 1945. Banyak di antara mereka yang berangkat berjihad dengan berjalan kaki menuju Surabaya dan hanya berbekal senjata tradisional: pedang, keris, tombak, parang, panah, sumpit, dan bambu runcing. Termasuk 20 santri asal Tulungagung yang bersarung dan berbaju putih berkopiah hitam.Jauh-jauh berjalan kaki dari kota asalnya, mereka tiba di Surabaya yang nyaris luluh lantak dibombardir Inggris.

“Cak, ndi perange? Ndi musuhe? (Cak, di mana perangnya? Mana musuhnya?)” tanya santri ini kepada para pejuang yang tiarap dan merunduk.

“Nang kono, nang ngarep kono! (di sana, di depan sana),” jawab milisi lokal sambil menunjuk arah.

Para milisi ini heran. Di tengah kecamuk perang, ada rombongan santri yang malah menyongsong musuh dengan senjata seadanya.

“Iku arek-arek santri arep perang opo ndelok ludruk se?” celutuk milisi lainnya.

Rombongan santri berbaju putih ini tak kembali lagi. Mereka menjadi syuhada’.

—–

Di Blauran, Surabaya, ada seorang kiai yang tidak dikenal memberikan doa melalui medium air. Hario Kecik, Des Alwi Abubakar, dan KH. Hasyim Latif memberi kesaksian sosok pemberi air bertuah itu. Banyu suwuk ini diminum oleh para pejuang yang mengantre sebelum ke medan tempur yang radiusnya hanya 0,5 KM saja.

Di lain hari, kiai ini berdiri di atas drum lalu memberikan komando kepada para pejuang agar terus maju. Pesawat Thunderbolt “Cocor Merah” Inggris beberapa kali memberondongnya sambil bermanuver. Tapi dia selamat. Senapan mesin serdadu Inggris juga mengincarnya, namun peluru tak menyentuh kulitnya.

Usai peperangan jeda, KH. Hasyim Latif, pimpinan Hizbullah, mencoba bersalaman dan menyapanya. Kiai misterius tadi turun dari drum, berjalan santai, tertawa terkekeh-kekeh, sambil meninggalkan Kiai Hasyim Latif yang terbengong melihat gaya slengekan kiai berjubah dan bersorban putih tadi. Mungkin, dia bagian dari wali majdzub yang mendapat tugas mengawal pejuang Surabaya. Wallahu A’lam.

Di lain hari, pria berjubah ini naik di lantai dua kantor gubernuran (sekarang depan Tugu Pahlawan). Dia meneriakkan takbir dan menyemangati para pejuang di bawahnya. Berkali-kali diberondong senapan mesin, dia tetap tegak di tempatnya. Hingga akhirnya, tembakan sniper Inggris membuatnya terpelating jatuh dari atas gedung. Ketika para pejuang mengecek lokasi tempat jatuhnya kiai tersebut, aneh, tak ada bekas orang jatuh. Sosok tersebut lenyap.

—-

Tanggal 10 Nopember 1945, pukul 06.00 Inggris membombardir Surabaya, sesuai ultimatum Jenderal Philip Christison dan Jenderal Mansergh. Rakyat dan para pejuang mengoperasikan meriam anti serangan udara rampasan dari AL Jepang, maupun meriam darat-ke darat. Karena belum pernah mengoperasikan, seringkali tembakan meriam malah nyasar ke lokasi sesama pejuang. Ketika ditegur melalui radio karena salah presisi target, pejuang di garis belakang enteng menjawab, “Ya dimaklumi cak, wong latihannya saja baru subuh tadi.”

Revolusi tidak melulu serius. Banyak hal konyol, lucu, dan kocak yang bisa ditemui dalam sebuah peperangan, termasuk dalam palagan yang disebut tentara Inggris sebagai “Neraka Surabaya”.

—-

Resolusi Jihad adalah pelatuk yang meledakkan perjuangan dan perlawanan 10 Nopember 1945 dan memberikan legitimasi jihad fi sabilillah dalam mempertahankan kemerdekaan.

Wallahu A’lam Bisshawab

Demikian Kisah Unik Para Kiai dan Santri Saat Resolusi Jihad 1945. Semoga bermanfaat.

Penulis: Gus Rijal Mumazziq Z, Rektor INAIFAS Jember.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *