Kisah Nabi Muhammad 4: Muhammad Kembali Kepada Ibundanya, Sayidah Aminah

Nabi Muhammad 3

Halimah Sadiyah masih mengasuh Muhammad. Allah Swt selalu saja menunjukkan kebaikan-kebaikan dan keberkahan ketika ia mengasuhnya selama dua tahun. Muhammad tumbuh tidak seperti anak sebayanya, di umurnya dua tahun, ia sudah menerima asupan sebagaimana laiknya seorang remaja.

Saat itu, dengan rasa yang sedemikian berat untuk berpisah, kami pergi ke Makah mengantarkan kembali Muhammad kepada ibunya, Sayidah Aminah. Menyerahkannya setelah purna pengasuhan kami, padahal kami merasa teramat berat berpisah dengan Muhammad. Sedari awal, Muhammad adalah kebaikan, cinta dan keberkahan bagi kami.

Ketika Aminah menerima kami, pandangannya langsung tertuju kepada Muhammad, tatapan rindu yang sangat, pun terlihat ada linangan air mata. Ia kemudian mendekap dan menimangnya, dengan dekapan yang erat, seakan Muhammad tak lagi terlihat tubuhnya, jatuh tenggelam dalam pelukan ibunya. Aku berkata meminta, “Wahai Aminah, biarkan aku mengasuhnya kembali satu tahun lagi saja, aku khawatir akan Muhammad. Akupun berdiam di Makah, sampai permohonanku akhirnya dikabulkan Aminah.”

Akhirnya kami kembali meninggalkan Makah, kali ini tetap bersama Muhammad, keinginanku terkabul. Alangkah bahagianya, duhai beruntungnya, sedemikian baiknya Aminah. Muhammad sudah menjadi bagian dari kehidupan kami, cintanya telah memenuhi segenap relung jiwa-jiwa kami.

Tepatnya tahun 575 M, akhirnya Halimah kembali pergi ke Makah bersama Muhammad, menunaikan janjinya untuk kembali menyerahkan Muhammad, ke pelukan ibunya. Aminah menerimanya dengan suka cita, ada rindu yang terpendam, bertemu dengan putranya, Muhammad, untuk memulai kehidupan sehari-hari bersamanya. Waktu itu usia Muhammad sudah genap 4 tahun.

Bagian dari tradisi masyarakat Arab adalah menitipkan anak-anak mereka untuk diasuh penduduk perkampungan yang jauh dari wilayah metropolitan kota Makah. Supaya anak-anak itu bertumbuh dalam lingkungan yang segar dan sehat, jauh dari potensi penyakit dan wabah yang rawan terjadi di perkotaan Makah waktu itu.

Halimah pun kembali ke kampung halaman dengan membawa pilu dan kesedihan, tanpa Muhammad. Ia harus rela berpisah dengan bagian hidup dan cintanya. Masih terbayang hari-hari yang penuh kegembiraan dan keberkahan bersama Muhammad, teringat kepercayaan yang diberikan Aminah kepadanya selama bertahun-tahun, tanpa kekhawatiran sedikitpun akan apa yang mungkin terjadi dan menimpa Muhammad.

Penulis: Gus Anis Mashduqi, Sekretaris LBM PWNU DIY

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *