Kiai Kampung Ajarkan Cinta NKRI, Ustadz Abal-abal Sukanya Provokasi

Kiai Kampung Ajarkan Cinta NKRI, Ustadz Abal-abal Sukanya Provokasi

Kiai Kampung Ajarkan Cinta NKRI, Ustadz Abal-abal Sukanya Provokasi.

Mereka selalu gagal mengacak acak Indonesia karena di Indonesia ada NU (wadah umat islam yang bentuk oleh para Ulama’ Nusantara). Mbah KH Hasyim Asy’ari sudah berdoa bahwa NU akan tetap ada hingga hari Qiyamat. Artinya Indonesia Insya Allah akan selalu kuat dan tidak akan terpecah belah oleh apapun, tidak akan mampu difitnah oleh isu-isu agama karena selain di Indonesia gudangnya ahli agama, juga umat Islam di Indonesia sudah terwadahkan dengan sangat baik.

Memusuhi secara personal jelas bukan tujuan kita. Guru-guru kita tidaklah mengajarkan yang demikian, tidak ada yang kita musuhi dari sisi personal, tetapi memusuhi organisasi terlarang atau siapa saja yang dengan terang-terangan ingin coba-coba mengusik NKRI & Pancasila. WAJIB hukumnya bagi Nahdliyin dan rakyat Indonesia pada umumnya, sederhana, karena kita Cinta Tanah Air : “Hubbul Wathon Minal Iman”.

Mereka dengan segala siasat makarnya tidak akan mampu menghancur-leburkan NKRI seperti di Timur Tengah, karena umat Islam di Indonesia sudah terpola dengan sangat baik. Sejak kecil kita diajari ngaji oleh kyai-kyai kampung dengan runtut dan jelas, bukan hanya ngaji tetapi juga ditanamkan tenggang rasa & cinta Indonesia dengan segala perbedaan yang ada. Kita dikenalkan Tauhid yang benar oleh guru kita, dikenalkan kasih sayang yang lebih luas. Alhasil kita tak kagetan dan tidak gumunan bila tiba-tiba ada ajaran Islam model-model, tauhid di bendera, di topi dan lain sebagainya. Karena kita sejak kecil sudah dikenalkan tauhid oleh guru-guru, tauhid itu semestinya ada di hati bukan di topi, kaos, bendera, stiker, profil FB, dan lain lain.

Kita hidup di Indonesia ini sebuah kesyukuran tersendiri karena negeri ini dibangun & didirikan oleh para pejuang, buah dari riyadloh-riyadloh yang panjang, atas perjuangan bersama, jiwa raga di korbankan pada saat itu, tidak gratis ujug-ujug berdiri, tetapi mlalui pengorbanan panjang dari orang orang yang tulus ikhlas mencintai negerinya.

“Ingat baik-baik analogi yang saya tulis ini….”

Kita cukup paham antara kopi dan oli. Kopi itu untuk diminum sedang oli untuk pelicin mesin, kalau kita ingin minum, minumlah kopi jangan oli.

Kalau kita ingin belajar agama belajarlah kepada kyai-kyai kampung yang paham Indonesia. Iya memang kyai-kyai kampung itu tidak sempurna, kadang baca Qur’annya polos tidak bisa melagu, kadang bicara di depan media tak terbiasa tapi di hati mereka ada Ilmu yang Tsiqoh hingga Nabi.

Jangan belajar agama Islam dari orang-orang yang tidak mengenal Indonesia, juga jangan dari muallaf yang baru mengenal agama. Mereka yang hanya pandai berkata-kata, mereka yang bersuara indah saat membaca Al Qur’an tetapi sejatinya hanya oli, hanyalah alat untuk pelicin sebuah misi tertentu. Strategi busuk merebut hati rakyat yang mayoritas Muslim, mengiming-imingi Al-Qur’an padahal tidak paham Al Qur’an. Kadang membacanya masih jauh dari benar tapi karena orang-orang awam terkecoh sama lagu, akhirnya mengenyampingkan sosok kyai-kyai kampung yang memiliki kapasitas yang lengkap. Meski lagunya kadang medok dan polos, tetapi sebenarnya para kiai kampung sejatinya adalah para ustadz atau guru yang benar-benar bisa digugu dan ditiru.

Di balik kekurangannya ada samudra kelebihan yang tidak dimiliki oleh ustadz abal-abal yang hanya pandai berkata-kata berbekal pengetahuan ilmu agama yang sangat minim dan tak jelas gurunya.

Kesimpulan:

Secara bentuk dhohir, kopi memang tidaklah semulus oli. Kopi ada seratnya, sedangkan oli tidak, tapi yang diminum itu kopi bukan oli.

Jangan salah minum, meski kopi kadang pahit tapi mnyehatkan tubuh. Beda dengan oli meski baunya harum, lebih mengkilap dan menarik tapi oli adalah pelicin mesin bukan minuman yang semestinya diminum jadi. Jangan sekali-kali salah minum. Minumlah kopi jangan oli. Pahamilah

Kita mengenal agama juga haruslah demikian. Belajarlah agama dari guru-guru yang ahli, meski kadang ada seratnya, banyak ujian dalam kita belajar agama, tidak instan, butuh perjuangan panjang untuk memahami setiap ilmu yang diperoleh dari guru. Jangan belajar dari orang yang hanya menawarkan kassing, belajar ilmu agama dengan instan, tanpa perjuangan, meski sekilas menarik tapi ingat mereka itu oli, bukan kopi.

Demikian penjelasan singkat tentang Kiai Kampung Ajarkan Cinta NKRI, Ustadz Abal-abal Sukanya Provokasi, semoga bermanfaat.

Wallahu A’lamu.

Penulis: Gus Abdul Haris, Anggota Banser Satkoryon Pleret Bantul dan Pengasuh Pesantren Nurul Istadz Wonokromo Pleret Bantul.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *