Kedokteran Bukan Ilmu yang Sulit Dipelajari Ibn Sina, yang Paling Sulit Apa?

Ibn Sina (Avicenna) kerap dibanggakan sebagai bapak kedokteran, padahal kedokteran hanya satu bagian saja dari sistem keilmuan yang lebih holistik yang dibangunnya, yakni filsafat, atau lebih persisnya filsafat ala Aristoteles.

Bila Aristoteles adalah Guru Pertama (al-Mua’llim al-Awwal), dan al-Farabi adalah Guru Kedua (al-Mu’allim at-Tsani), maka Ibn Sina kadang dijuluki Guru Ketiga (al-Mu’allim at-Tsalits). Yang jarang diketahui oleh Muslim umum ialah bahwa sejumlah pikiran Ibn Sina dinyatakan kufur oleh al-Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah. Al-Ghazali, yang dalam standar ulama ortodoks/mainstream sebenarnya terhitung minimalis dalam takfir, bahkan menyerukan untuk memerangi orang-orang yang mengampanyekan pemikiran filsafat Ibn Sina.

Sebagaimana ia tulis sendiri dalam autobiografinya, kedokteran bukan ilmu yang sulit dipelajari Ibn Sina. Yang paling sulit ia pelajari adalah metafisika Aristoteles.

Dikisahkannya dalam autobiografinya bahwa di usia 16-17, Ibn Sina membaca lagi semua traktat filsafat Aristoteles, urut mulai dari logika, gramatika, aritmatika, dan seterusnya hingga yang terakhir metafisika. Selama satu setengah tahun ia hanya menyibukkan diri dengan membaca. Ketika mengalami kesulitan memahami, ia pergi salat ke masjid dan berdoa memohon petunjuk kepada Tuhan agar dimudahkan memahami pikiran Aristoteles. Ketika ia mengantuk dan raga terasa lemah, ia minum wine agar badan bergairah, lalu kembali membaca.

Hingga sampailah ia pada metafisika. Ia kesulitan memahaminya meski sudah membacanya 40 kali, sampai hafal. Masih dalam kebingungan memahami maksud Aristoteles, suatu hari ia pergi ke toko buku. Pemilik toko menawarinya buku karya al-Farabi, yang megandung pengantar untuk memahami metafisika Aristoteles. Setelah membaca buku al-Farabi itu, pikirannya terbuka dan dengan lekas menyerap inti metafisika Aristoteles. Di usia 18, tulisnya, ia telah menguasai semua cabang ilmu filsafat, dan sejak itu karya tulis mengalir deras dari tangannya.

Karyanya yang paling raksasa bukanlah “al-Qanun fit-Thibb” tentang kedokteran, melainkan “As-Syifa’ (22 jilid), yang isinya adalah filsafat Aristotelian dalam urutan bab yang mirip seperti urutan kompilasi karya Aristoteles, mulai dari logika, filsafat teoretis, hingga filsafat praktis.

Penulis: Aziz Anwar Fachrudin, Yogya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *