Kampanye Publik “Suara Santri Cegah Pernikahan Anak”

tolak-pernikahan-dini
Tolak Pernikahan Dini

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

GARUT – Maraknya kasus masih tingginya pernikahan anak, masih menjadi keprihatinan banyak pihak.  Hasil temuan UNICEF  berdasarkan Survey Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI 2008-2012 menyebutkan kejadian pernikahan pada anak-anak (yang menikah di bawah usia 18 tahun) di Indonesia mencapai 340 ribu kasus pertahun. Jawa Barat menjadi salah satu provinsi penyuplai angka pernikahan anak terbesar, termasuk Kabupaten Garut. Hal ini dikuatkan oleh data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2015 dimana di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Garut  merupakan wilayah dengan angka pernikahan anak tertinggi setelah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya. Hasil assessment Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Garut tahun 2006-2017 menyebutkan bahwa di Kampung Pasir Domas, Desa Langansari, Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut menyatakan ada sekitar 36% anak-anak disana yang menikah pada usia 15-16 tahun.

Dalam konteks Kabupaten Garut, setidaknya dijumpai 2 alasan utama mengapa  Angka Pernikahan Anak masih cukup tinggi.  Pertama, pengaruh tradisi dan prasangka buruk bahwa jika anak tidak segera dinikahkan maka akan melakukan seks bebas, dianggap tidak laku, dan menimbulkan aib keluarga. Dan kedua, adalah alasan Ekonomi, anak-anak menjadi “alat tukar” untuk bertahan hidup, untuk melunasi hutang ataupun melimpahkan beban tanggungannya kepada orang lain (suami). Hilangnya kuasa rakyat atas alat produksi (tanah, modal, informasi, pengetahuan, regulasi, ideologi, budaya, sistem ekonomi, feodalisme) yang mengakibatkan tidak adanya jaminan keberlangsungan hidup, membuat banyak keluarga petani di kawasan Garut Selatan menikahkan anaknya di usia yang masih belia.

Problem pernikahan anak juga dihadapi oleh kalangan pesantren. Selama ini, di kalangan masyarakat lembaga pendidikan Islam  seperti pesantren juga menjadi wadah rujukan penitipan anak-anak baik perempuan maupun laki-laki sebagai shelter untuk menghabiskan “masa tunggu” mereka hingga mendapatkan jodoh. Sehingga tidak jarang ditemui anak-anak yang belum khatam pendidikannya harus rela diboyong kembali oleh orang tua mereka untuk menikah. Hal ini menjadi concern berbagai pesantren di Garut sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mencegah praktik pernikahan anak. Mulai dari memberi himbauan kepada santri agar menikah di atas usia 25 tahun, atau Ajengan/Kyai/Nyai tidak menghadiri undangan pernikahan santri yang diminta paksa pulang dari pesantren karena akan dinikahkan oleh orang tuanya.

Kesadaran ini juga telah menjalar di kalangan remaja pesantren. Oleh karenanya, kegiatan “Kampanye Publik: Suara Santri Cegah Pernikahan Anak” diselenggarakan oleh Rahima di Kabupaten Garut pada Kamis, 10 Mei 2018 di GOR Balewangi, Cisurupan, Garut. Kegiatan  yang hendak dimulai pukul 09.00 WIB hingga 22.00 WIB ini rencananya melibatkan 16 pesantren di Kabupaten  Garut yakni (PP.Nurulhuda, PPI 76 Cisero, PPI Tarogong, PP.Al-Musaddadiyah, PP. Manarul Huda, PP. Tamamul Huda, PP. At-Thaariq, PP. Khoirul Huda, PP. Darussalam, PP. Fauzan, PP. Hidayatul Faizien, PP. Al-Manar Pamengpeuk, PP. AL-Futuhat, PP. Sirojul Huda, PP. Nurul Hidayah, dan PP. Fadilah).  Kegiatan ini mendapatkan dukungan penuh dari Kedutaan Kanada dan menghadirkan berbagai instansi terkait di lingkungan pemerintahan Kabupaten Garut, para pengambil kebijakan, ormas-ormas keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan,  maupun berbagai komunitas Majelis Taklim di Garut.

Dalam kampanye ini digelar 3 jenis lomba yang diikuti oleh para santri dari ke-16 pesantren yang sebelumnya perwakilan pimpinan mereka mengikuti serangkaian kegiatan lokakarya “Penguatan Peran Tokoh Agama dan Ulama Perempuan dalam Mencegah Pernikahan Anak” yang telah dilaksanakan pada Januari hingga April 2018. Ketiga jenis lomba tersebut adalah Lomba Pidato Santri, Lomba Poster Karya Santri, dan Lomba Kampanye Kreatif Karya Santri yang mengusung tema Stop Pernikahan Anak! Pada masing-masing kategori, akan dipilih 3 pemenang lomba oleh Para Juri dari Perhimpunan Rahima, Jakarta maupun perwakilan tokoh masyarakat di Kabupaten Garut. Akan hadir dalam kesempatan ini  Direktur Rahima, AD. Eridani, SH,  Duta Besar Kanada untuk Indonesia H.E. Peter Mac Arthur, Pjs. Sekda Kabupaten Garut Bapak. H.Uu Saepudin S.T, M.Si, Stakeholder terkait, serta Ajengan H.Cecep Jaya Karama dari PP. Nurul Huda, (Kp.Cibojong, Desa Balewangi) Cisurupan  yang akan menyampaikan pidato sambutannya.

Selain sebagai ajang seni dan kreativitas, pada Malam Seni Santri untuk kampanye pencegahan pernikahan anak ini juga akan dibacakan “Deklarasi Pernyataan Sikap Tokoh Agama dan Ulama Garut Untuk Cegah Pernikahan Anak”. Melalui ajang ini, diharapkan kesadaran para remaja untuk tetap melanjutkan pendidikan dan tidak menikah pada usia anak bisa terus berkembang. Oleh karena pernikahan anak justru banyak menimbulkan kemadharatan maka ia harus dicegah sehingga tumbuh kembang anak dan kepentingan terbaik bagi anak harus dioptimalkan sehingga mereka akan senantiasa terlindungi dari kekerasan dan terpenuhi hak-haknya. (Hadi)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *