Inspirasi KH Yusuf Muhammad Jember yang Membekas di Hati.
Serasa mimpi, Juli 1991, waktu dihantarkan oleh ibu asrama MAPK Kaliwates Jember (ibu Kiai Muhayyan) naik becak pertama kali ke Pondok Pesantren yang berjarak kurang lebih 3.5 KM dari halaman MAN 1 Jember. Setibanya di ndalem pondok juga diterima oleh ibu nyai Rosyidah yang saat itu Kiai Yusuf Muhammad sedang menunaikan ibadah haji. Tidak banyak obrolan dan pasti saya lupa tidak mampu mengingatnya, kemudian diserahkan kepada pengurus dan didaftar sebagai santri dengan NIS 023 kalau tidak salah.
Memang bukan oleh orang tua karena saat itu murni berangkat merantau seorang diri, mencari dan memilih tempat tinggal sendiri. Dan hal yang paling saya syukuri hingga kini adalah Allah menempatkanku pada sebuah tempat yang hingga saat ini menjadi pondasi perjalanan.
Bulan pertama, diisi dengan adaptasi tempat serta lingkungan baru, sahabat baru, keluarga baru. Dilanjutkan dengan melihat serta bertemu pertama kali dengan beliau, kiai Yus saat kerawuhan dari tanah suci. Satu persatu antri menyambut, bersalaman, memeluk dengan ciuman di dada beliau membekaskan kenangan yang tidak akan pernah bisa dilupakan.
Demikian, menjadi santri di sebuah pondok pesantren yang relatif baru dan santri belum banyak, kita menjadi gampang dikenali baik oleh kiai maupun bu nyai. Berbagai pengalaman tergores sejak itu. Budaya berfikir jernih perpaduan antara teks dan konteks masalah, pola pengambilan keputusan serta budaya intelektual (akademik) terpapar jelas saat pengajian rutin setiap bakda isya dan bakda subuh. Ditambah pengajian terbatas pada habis ashar (seingat saya pengajian kitab asybah wan nadhair dan ahkam al sulthoniyah).
Saya secara pribadi yang sebelumnya hanya mengaji kitab makna gandul di kampung halaman, seakan terbuka bagaimana menginterpretasi sebuah teks kitab dengan penerapan pada realitas yang berjalan.
Seiiring dengan itu, secara personal juga mendapat keberuntungan saat mulai diminta tetap di tempat pengajian setelah pelajaran selesai bersama 2-3 orang sahabat santri lain, disitulah anugerah besar saya terima, yaitu tugas untuk menuliskan beberapa sumber teks dalil-dalil untuk persiapan bahtsul masail. Disinilah awal kecintaan terhadap dunia referensi, literasi dan perkitaban. Dari sini pula mulai mengenal alur macam-macam referensi. Karena secara nyata, saat itu berkesempatan membongkar, mencari serta menyadur isi dari kitab-kitab besar dan berjilid-jilid. Dimana seringkali saya dapati, kitab-kitab besar itu sudah ada catatan atau tanda khusus yang ini menjadi pertanda bahwa kitab yang banyak dan besar-besar itu sudah terbaca dengan baik sebelumnya.
Pergulatan itu, dalam perjalanan juga saya mendapat beberapa amanah, menjadi sekretaris acara-acara besar pondok (halaqoh), tukang ketik surat-surat serta menjadi penguruas bagian kurikukum diniyyah dan pengajian kitab.
Sekelumit pengalaman mengenal beliau, ikut beliau Kiai Yusuf Muhammad Jember yang hingga detik ini masih saja menginspirasi dan “mendampingi serta mengawasi” diri saya yang masih jahil dan lolak-lolok ini.
Semoga haul ke 16 tahun 2020 ini, dimana bertepatan dengan kondisi pandemi, kita semua santri baik yang masih di pondok maupun yang sudah memiliki pondok, semua mendapatkan barakah ilmu beliau, tetap menjadi santri yang menauladani beliau.
Demikian tentang Inspirasi KH Yusuf Muhammad Jember yang Membekas di Hati, semoga manfaat. Aamiin.
Ahad, 14 Juni 2020.
Penulis: Aang Arif Amrullah, Santri Kiai Yus, tinggal di Jakarta.