Innalillahi Ibunda Presiden Jokowi Wafat- Kabar duka menyelimuti bangsa Indonesia. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ibunda Presiden Joko Widodo, Sudjiatmi Notomiharjo, telah wafat pada Rabu 25 Maret 2020 pukul 16.45 WIB di di RS TNI Slamet Riyadi Solo. Ibunda Jokowi wafat pada umur 77 tahun.
“Berita duka. Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Eyang Notomiharjo, Ibunda Bapak Presiden Jokowi berpulang di Solo pukul 16.45 WIB tadi,” demikian kabar yang disampaikan Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi kepada Bangkitmedia.com, Rabu (25/03/2020).
Sudjiatmi lahir pada 15 Februari 1943. Dengan demikian, kini usia almarhum sudah 77 tahun. Sudjiatmi kemudian menikah dengan Widjiatno Notomihardjo dan memilik empat orang anak. Jokowi adalah anak pertama dari kedua pasangan suami istri tersebut. Jokowi lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 21 Juni 1961.
“Presiden sudah berangkat ke Solo. Nanti akan ada konferensi pers di Solo. Rencana pemakaman di Solo,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian kepada Bangkitmedia.com, Rabu (25/03/2020).
Semoga almarhumah husnul khotimah. Amiin.
Demikian Innalillahi Ibunda Presiden Jokowi Wafat
(red/Bangkitmedia.com)
__________________________
BONUS ARTIKEL TAMBAHAN
Mengapa Mereka Masih Mencaci Ibunda Jokowi Saat Sudah Wafat?- Bu Sudjiatmi Notomihardjo kapundut. Wafat. Mangkat. Beliau orang biasa, yang melahirkan sosok biasa, namun kemudian diberi amanah menjadi orang nomor satu di negeri ini. Inilah letak ke-luar biasa-annya. Saya salut pada beliau. Hormat setinggi-tingginya. Kedudukannya selevel dengan Ida Ayu Nyoman Rai, Sukirah, Tuti Marini Puspowardodjo, Sholihah Wahid Hasyim, Fatmawati, dan Habibah Soekotjo. Semua adalah Sang Ardhanareswari: perempuan yang melahirkan para raja.
Ketika melepas, kemudian mendukung anaknya, Joko Widodo, menjadi walikota Solo, lalu Gubernur DKI, kemudian naik menjadi RI-1, saya yakin, Bu Noto, panggilan akrabnya, siap dengan resiko dirisak, bahkan difitnah.
Bu Noto agak “apes”. Dia mendampingi anaknya di era “matinya kepakaran”, era medsos, dimana segala perilaku menjijikkan dalam politik dipertontonkan secara vulgar. Era hoaks merajalela.
Era Pilpres 2014 dan 2019, dua episode pilpres paling brutal, menjadi bagian dari episode kehidupannya. Bu Noto dihajar isu: perempuan yang disewa Jokowi agar mengaku-aku sebagai ibunya, anak PKI, mantan Gerwani, dan lain sebagainya. Isu yang baru muncul semenjak Jokowi nyapres, dan belum “dimainkan” ketika dia Nyakot dan Nyagub. Bu Noto tegak. Tidak limbung. Dia tipikal perempuan Jawa; memilih menjadi tenaga pendorong di belakang, sembari menyusun pertahanan diri dan keluarga. Coba cek, ketika ada acara keluarga, ngunduh mantu atau kelahiran cucu, misalnya; Bu Noto memilih di belakang. Tidak tampil secara mencolok. Sehingga wajar jika ada pembenci Jokowi kemudian merisak; “Di mana nenek itu?”, pada saat Jokowi mantu anak kedua. Pembenci ini menganggap bahwa Bu Noto tidak hadir dalam acara resepsi cucunya. Ini menjadi dasar kecurigaannya, jika Bu Noto hanya “wanita yang disewa” untuk mengaku sebagai ibunya Jokowi. Duh, kah! Imajinasinya melampaui halusinasi “Ustadz” Zulkifli M. Ali dan “Ustadz” Baiquni.
Urusan marwah ibu, bagi saya, sangat sakral. Sesakral pusaka. Nggak bisa terima jika dihina apalagi difitnah. Karena itu, sangat beralasan jika dalam momentum merajalelanya virus Corona dan ekonomi yang lesu ini, Jokowi kehilangan salah satu sumber doa dan energinya. Jokowi bisa berdiskusi dengan para menteri, bisa meminta pertimbangan istri dalam urusan ini-itu, atau punya tim khusus dalam wilayah tatanegara, tapi soal energi doa dan restu, ibu tetap nomor satu.
Ketika ada teman berkata keji, kalau Bu Noto hanya perempuan sewaan yang dibayar untuk mengaku sebagai ibunya Jokowi, saya protes. Ini sensitif, lho, jangan aneh-aneh. Dia menjawab, kalau salah, mengapa tidak ada klarifikasi?
Saya balas, tidak semua diklarifikasi, apalagi isu dari pembenci. Dijelaskan kayak apapun ya nggak ngaruh. Jadi, soal menanggapi isu tentang “ibu”, hati-hati dong. Ini sama halnya ibumu dituduh sebagai LONTE, piye perasaanmu? Sakit, kan!
***
Sampai Bu Noto wafat semalam, masih banyak psikopat di medsos yang membuat narasi buruk tentang beliau. Ngeri. Pilpres sudah selesai, Pak Prabowo sudah menjadi bagian dari kabinet, tapi ada sebagian mantan pendukungnya yang berkata tidak elok tentang almarhumah. Alasannya simpel. Mereka nggak suka Jokowi, lantas juga “menghabisi karakter” ibundanya. Yang lebih aneh lagi, dalam bulan Maret ini kita menjumpai banyak pencaci maki orang yang telah wafat. Sebelumnya ada Mustofa Maksum yang menulis status kasar saat Mas Alfa Isnaeni, Komandan Banser Nasional, wafat. Jenazah belum dikebumikan, dia nyetatus kurang ajar (Terus ini gimana kasusnya? Kok nggak ada lanjutannya?!). Setelah itu ada Maheer Thuwailibi, yang tiba tiba mencaci maki Gus Dur di Twitternya (ini nggak ada kelanjutannya, juga?! Duh, kah!).
Herannya, para pencaci maki orang yang wafat ini kok ya satu kubu. Mereka bagian dari….ah, tahu sendiri lah. Cek aktivitas mereka di medsos!
Kalau anda berteman di medsos dengan tipikal orang-orang seperti ini, unfriend saja. Nggak ada faedahnya. Sebab, kebencian dan kegoblokan itu persis virus, menular dengan cepat tanpa pilih-pilih obyek.
_____________
Semoga artikel Mengapa Mereka Masih Mencaci Ibunda Jokowi Saat Sudah Wafat? ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait Mengapa Mereka Masih Mencaci Ibunda Jokowi Saat Sudah Wafat? di sini
kunjungi juga channel youtube kami di sini
Penulis: Gus Rijal Mumazziq Z, rektor INAIFAS Jember.
Editor: Anas Muslim