Ini Strategi Jitu Membendung Radikalisme di Sekolah

strategi bendung radikalisme di sekolah

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

PATI- Media sosial menjadi wahana massif untuk sosialisasi dan internalisasi ideologi radikal. Melihat anak-anak muda sekarang sudah melek teknologi, maka mewaspadai terjangkitnya ideologi radikal di kalangan siswa-siswi di madrasah menjadi keharusan. Jangan sampai bibit-bibit radikalisme bersemai dalam diri siswa-siswi sekolah/madrasah karena mereka adalah harapan masa depan bangsa.

Dalam konteks itu, LP Ma’arif NU Cabang Pati bersama Disporapar Propinsi Jateng di gedung SMK NU Pati mengadakan seminar “Kegiatan Wawasan Kebangsaan dan Bela Negara” di Gedung SMK NU Pati, Selasa (20/03).

Bacaan Lainnya

Drs. Muh Zen, Adv, Anggota DPRD Jateng bagian komisi pendidikan yang juga Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah menegaskan, radikalisme harus dilawan di Indonesia. Nahdlatul Ulama sudah terbukti mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dengan jargon NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harga mati, Pancasila Jaya.

“Kepala sekolah di bawah LP Ma’arif NU harus proaktif mendidik dan mengawal siswa-siswinya supaya tetap dalam koridor Ahlissunnah Wal Jamaah An Nahdliyyah. Sebagai anggota legislatif, saya akan berjuang di jalur politik supaya kebijakan negara tetap mendukung ideologi Aswaja Nahdliyyah yang rahmatan lil-alamiin. Menolak kebijakan lima hari sekolah dan memperjuangkan hak sertifikasi dan impassing guru adalah khidmah saya di bidang politik sebagai anggota legislatif,” lanjut Zen yang juga anggota PW Ma’arif NU Jateng ini.

Sedangkan KH Faojin, Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Tengah dan anggota Maarif Jateng, menegaskan, madrasah adalah wahana melahirkan kader-kader masa depan NU yang gigih memperjuangkan Aswaja Nahdliyyah yang mampu menangkal virus radikalisme dan siap mengawal bangsa.

“Hanya Nahdlatul Ulama yang berani menyatakan NKRI harga mati. Ijtihad ulama ini menunjukkan komitmen dan totalitas perjuangan ulama dalam mengawal NKRI dari segala rongrongan dan gangguan, internal dan eksternal yang membahayakan eksistensi bangsa,” tegasnya.

Sementara itu, Jamal Ma’mur Asmani, Dosen IPMAFA Pati dan juga pengurus PW RMI NU Jateng menyatakan, kepala madrasah di bawah LP Ma’arif harus mengantisipasi virus radikalisme. Hasil riset balai kementerian agama Jawa Tengah menyatakan, ada potensi radikalisme di kalangan siswa-siswi sekolah di Jateng. Salah satu indikatornya: tokoh idola mereka adalah Habib Riziq dan Bachtiar Nashir, bukan KH Mustafa Bisri, Prof Dr Quraish Shihab, KH Maimun Zubair, dan KH MA Sahal Mahfudh. Mereka juga mendukung khilafah dan perlakuan syariat Islam.

“Dalam konteks ini, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk membendung virus radikalisme ini. Pertama, memperkenalkan pemikiran dan perjuangan ulama NU dalam mengawal nasionalisme, misalnya; sejarah perjuangan ulama meraih kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan dalam bidang pendidikan, penegakan moral, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Cinta tanah air termasuk iman (hubbul wathan minal iman), resolusi jihad, trilogi ukhuwwah (ukhuwwah Islamiyyah, wathaniyyah, dan basyariyyah), Indonesia sebagai Darul Ahdi/Darus Salam, dan Menerima Pancasila sebagai dasar negara adalah hasil ijtihad ulama NU yang brilian dan spektakuler yang harus dirawat dan dikembangkan kader-kader muda dan seluruh warga NU,” tegas Jamal yang meraih gelar doktor dari UIN Wali Songo Semarang.

“Kedua, menghidupkan IPNU-IPPNU dengan kegiatan yang menambah dan mengokohkan wawasan kebangsaan dan keindonesiaan. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya, Padamu Negeri, dan sejenisnya secara rutin menjadi salah satu kegiatan yang harus dilakukan. Ketiga, mengembangkan kajian fiqh yang mengarah kepada maqasidus Syariah (tujuan utama pemberlakuan syariat Islam), yaitu: menjaga agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan. Munas NU di Lampung 1992 sudah memutuskan pemberlakuan madzhab Manhaji (metodologis) dgn aplikasi Ushul fiqh dan qawaid fiqh oleh ahlinya. Madzhab Manhaji ini menjadi instrumen efektif pemahaman fiqh yg berorientasi maqasidus Syariah. Cadar misalnya, dlm madzhab Manhaji tidak diwajibkan karena ada hajat syar’iyyah (kebutuhan yg diperbolehkan syariat) untuk berinteraksi dlm bidang bisnis (muamalah), persaksian (syahadah), pendidikan (tarbiyah-ta’lim), pengobatan (mudawah), dan lain-lain. Dlm kajian tafsir, wajah dan kedua telapak tangan tidak termasuk aurat perempuan,” lanjut Jamal yang mengajar Ushul Fiqh di IPMAFA Pati.

“Keempat, mengokohkan karakter utama NU, yaitu wasathiyyah (moderasi), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), i’tidal (tegak lurus), dan taqaddumiyyah (progresif). NU selain toleran, juga harus proaktif mengembangkan bidang pendidikan, ekonomi, dan poltik kebangsaan sebagai pondasi utama menjadi khaira ummah (umat terbaik) yang punya kekuatan dan kemampuan tawar menawar (bargaining position) dalam konstelasi politik nasional. Kelima, menjadikan media sosial sebagai instrumen sosialisasi dan internalisasi ajaran Aswaja An-Nahdliyyah dengan melahirkan kader-kader yang mendalam wawasan keagamaan dan keaswajaan, dan kreatif melahirkan pemikiran-pemikiran bernas yang kreatif, kontekstual, dan solutif. Media sosial jangan sampai dikuasai cyber army (tentara siber) yang mengkampanyekan radikalisme dan terorisme yang membahayakan Islam Aswaja Nahdliyyah,” pungkas Jamal yang produktif menulis berbagai buku ini. Berita Islam Terkini (rohim)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *