Ini Para Waliyullah yang Membuat Habib Lutfi Jatuh Cinta NU.
Inilah alasan Maulana Habib Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya yang selama ini menjadi paku bumi Nusantara. Sosok Habib Lutfi sangat besar perjuangannya untuk NU, sehingga setiap saat beliau selalu menjadi rujukan warga nahdliyyin. Siapa saja yang datang kepada beliau selalu mendapatkan limpahan kasih sayang yang luar biasa. Rasa bahagia dan tentram selalu membekas di hati siapa saja yang sudah sowan kepada Maulana Habib Lutfi.
Apa sejarahnya yang membuat Habib Lutfi begitu cinta NU? Siapa saja yang membuat beliau begitu gigih dan tulus dalam memperjuangkan NU? Simak kisah berikut ini yang tak lain adalah hasil rangkuman dari ceramah Maulana Habib Habib Lutfi.
Dulu saya (Habib Lutfi) sering duduk di rumahnya Kyai Abdul Fattah untuk mengaji. Di situ ada seorang wali, namanya Kyai Irfan Kertijayan. Kyai Irfan adalah sosok yang nampak hapal keseluruhan kitab Ihya Ulumiddin, karena kecintaannya yang mendalam pada kitab tersebut. Setiap kali ketemu saya, beliau pasti memandangi dan lalu menangis. Di situ ada Kyai Abdul Fattah dan Kyai Abdul Adzim.
Lama-kelamaan, akhirnya beliau bertanya, “Bib, saya mau bertanya. Cara dan gaya berpakaian Anda kok sukanya sarung putih, baju dan kopyah putih, persis guru saya.”
“Siapa Kyai?” jawabku.
“Habib Hasyim bin Umar,” Jawab Kyai Irfan.
Saya mau ngaku cucunya tapi kok masih seperti ini, belum menjadi orang yang baik, batinku dalam hati. Mau mengingkari/berbohong tapi kenyataannya memang benar saya adalah cucunya Habib Hasyim. Akhirnya Kyai Abdul Adzim dan Kyai Abdul Fattah yang menjawab, “Lha beliau itu cucunya.”
Lalu Kyai IRFAN merangkul dan menciumiku sembari menangis hebat saking gembiranya. Kemudian beliau berkata, “Mumpung saya masih hidup, saya mau cerita Bib. Tolong ditulis.”
“Cerita apa Kyai?” jawabku.
“Begini,” kata Kyai Irfan mengawali ceritanya.
Mbah Kyai Hasyim Asy’ari setelah beistikharah, bertanya kepada Kyai Kholil Bangkalan. Bermula dengan mendirikan Nahdlatut Tujjar dan Nahdlah-nahdlah yang lainnya, beliau merasa kebingungan. Hingga akhirnya beliau ke Mekkah untuk beristikharah di Masjidil Haram. Di sana kemudian beliau mendapat penjelasan dari Kyai Mahfudz At-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahwari.
Syekh Ahmad Nahrawi adalah ulama Jawa yang sangat alim. Kitab-kitab di Mekkah kalau belum di-tahqiq atau ditandatangani oleh Kyai Ahmad Nahrawi maka kitab tersebut tidak akan berani dicetak. Itu pada masa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Mekkah pada waktu itu.
Syaikh Mahfudz At-Turmusi dan Syaikh Ahmad Nahrawi dawuh kepada Kyai Hasyim Asy’ari, “Kamu pulang saja. Ini alamat/pertanda NU bisa berdiri hanya dengan dua orang. Pertama Habib Hasyim bin Umar bin Yahya Pekalongan dan kedua Kyai Ahmad Kholil Bangkalan (Madura).”
Maka Kyai Hasyim Asy’ari pun segera bergegas untuk pamit pulang kembali ke Indonesia. Beliau bersama Kyai Asnwai Kudus, Kyai Yasin dan kyai-kyai lainnya langsung menuju ke Simbang Pekalongan untuk bertemu Kyai Muhammad Amir dengan diantar oleh Kyai Irfan dan kemudian langsung diajak bersama menuju kediaman Habib Hasyim bin Umar.
Baru saja sampai di kediaman, Habib Hasyim bin Umar langsung berkata, “Saya ridha. Segeralah buatkan wadah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Ya Kyai Hasyim. Dirikan, namanya sesuai dengan apa yang diangan-angankan olehmu, NAHDLATUL ULAMA . Tapi tolong, namaku jangan ditulis.” Jawaban terakhir ini karena wujud ketawadhuan Habib Hasyim bin Umar.
Kemudian Kyai Hasyim Asy’ari meminta balagh (penyampaian ilmu) kepada Habib Hasyim bin Umar, “Bib, saya ikut ngaji bab hadits di sini. Sebab Panjenengan punya sanad-sanad yang luar biasa.” Makanya Kyai Hasyim Asy’ari tiap Kamis Wage pasti di Pekalongan bersama Hamengkubuwono Ke-9 yang waktu itu bernama Darojatun mengaji bersama. Jadi, Sultan Hamengkubowono IX itu bukan orang bodoh, beliau orang yang alim dan ahli Thariqah.
Setelah dari Pekalongan, Kyai Hasyim Asy’ari menuju ke Bangkalan Madura untuk bertemu Kyai Ahmad Kholil Bangkalan. Namun baru saja Kyai Hasyim Asy’ari tiba di halaman depan rumah, Kyai Kholil sudah mencegatnya, seraya dawuh, “Keputusanku sama seperti Habib Hasyim bin Umar.”
Lha ini dua orang kok bisa kontak-kontakan padahal Pekalongan-Madura dan waktu itu belum ada handphone. Inilah hebatnya.
Akhirnya berdirilah Nahdlatul Ulama. Dan Muktamar NU ke-5 ditempatkan di Pekalongan sebab hormat kepada Habib Hasyim bin Umar. Jadi jika dikatakan Habib Lutfi kenceng (fanatik) kepada NU, karena merasa punya tanggungjawab kepada Nahdlatul Ulama dan semua Habaib. Dan ternyata cerita ini disaksikan bukan hanya oleh Kyai Irfan, tapi juga oleh Habib Abdullah Faqih Alatas, ulama yang sangat ahli ilmu Fiqih.
Maka dari itu, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas dengan Habib Hasyim tidak bisa terpisahkan. Kalau ada tamu ke Habib Hasyim, pasti disuruh sowan (menghadap) dulu kepada yang lebih sepuh yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas. Dan jika tamu tersebut sampai ke Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib maka akan ditanya, “Kamu suka atau tidak kepada adikku Habib Hasyim bin Umar?” dengan maksud agar sowannya ke Habib Hasyim bin Umar saja. Itulah ulama memberikan contoh kepada kita tidak perlunya saling berebut dan sikut, tapi selalu kompak dan rukun.
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas wafat tahun 1347 Hijriyah bulan Rajab tanggal 14, dan haulnya dilaksanakan tanggal 14 Sya’ban. Tiga tahun setelahnya, tahun 1350 Hijriyah, Habib Hasyim bin Umar bin Yahya wafat. Setahun kemudian (1351 H) adalah wafatnya Habib Abdullah bin Muhsin Alatas Bogor. Waktu itu banyak para ulama besar seperti Mbah Kyai Adam Krapyak dan Kyai Ubaidah, merupakan para wali Allah dan samudera keilmuan.
Inilah saksi nyata berdirinya NU. Ini Para Waliyullah yang Membuat Habib Lutfi Jatuh Cinta Sama NU. Habib Lutfi bin Yahya yang saat ini menjadi Rais Aam Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah.
(Abu Umar)