Ini Bukti Rasulullah Sebagai Pendidik Paling Dahsyat Sepanjang Sejarah

Detik Detik Wafatnya Rasulullah SAW dan Tangisan Fatimah Az Zahrah

Suatu ketika Rasulullah ke masjid. Beliau mendapati dua kelompok. Satu kelompok bermunajat kepada-Nya, kelompok satunya berdiskusi. Melihat pemandangan ini beliau gembira.

Mereka, kata Rasulullah, berada dalam kebaikan. Kelompok pertama membaca Al-Quran dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang diminta) mereka. Sementara kelompok yang kedua belajar mengajar, dan sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru (innama bu’itstu mu’alliman). Kemudian Rasulullah duduk bersama kelompok kedua.

Beliau adalah guru yang baik. Mampu menelisik karakteristik para murid (sahabat), sekaligus mengembangkan talentanya. Adakalanya Rasulullah menggunakan metode pembelajaran muhawarah/hiwari/dialogis untuk mengasah logika dan retorika para sahabat, adakalanya menggunakan musyawarah-mujadalah untuk membangkitkan kepercayaan diri dan bangunan argumentasi para sahabat, kadang juga mengunakan pola monolog/khutbah, sering juga memakai bercerita mengenai masa lalu dan masa depan untuk memantik empati dan kekuatan analisis, sampai pada pola halaqah jika ingin berinteraksi lebih intens. Kalau menghadapi sahabat yang tidak secerdas sahabat lain, beliau menggunakan pola dharbul amtsal alias perumpamaan yang gampang dicerna.

Di antara sahabat cilik Rasulullah: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru bin Ash, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair bin Awwam, Anas bin Malik, Usamah bin Zaid, Abu Sa’id Al-Khudriy, dll.

Rasulullah mengkader Zaid bin Tsabit sebagai penghafal Al-Qur’an, sekretaris beliau, ahli faraid, serta penerjemah bahasa asing. Zaid seorang poliglot: menguasai bahasa Persia, Romawi, Koptik, Suryani, dan Habasyah. Rasulullah melihat kecerdasan Zaid ketika anak kecil ini sudah hafal 16 surat al-Qur’an manakala beliau tiba di Madinah.

Beliau juga mengkader Abdullah bin Umar bin Khattab sebagai seorang ahli fiqh, mempersiapkan Abdullah bin Abbas sebagai ahli tafsir, serta Usamah bin Zaid sebagai perwira militer. Beliau menempa mental, intelektual dan spiritual dua sahabat remaja agar menjadi delegasi perdamaian sekaligus dai tangguh: Mush’ab bin Umair di Madinah, dan Mu’adz bin Jabal di Yaman. Sebuah pengenalan karakter anak didik yang ekselen.

Anas bin Malik adalah abdi ndalem Rasulullah, menjadi salah satu perawi hadits terbanyak selain Abu Sa’id al-Khudriy. Selama Khidmah di ndalem Kanjeng Nabi, Anas r.a tidak pernah melihat Rasulullah marah. Beliau mendidik Anas dan Usamah bin Zaid dengan penuh kasih sayang.

Murid-murid Rasulullah yang usianya masih anak-anak hingga menjadi pemuda, belajar akhlak/etika terlebih dulu. Dengan cara ini mereka belajar merendah, merunduk, dan menunduk agar ilmu mengalir kepadanya. Sebab, sebagaimana karakter air, ilmu tidak akan pernah mengalir ke tempat yang lebih tinggi.

Guru yang baik mampu mengenali potensi anak didik. Kalau ia tidak menguasai matematika, misalnya, tidak masalah, mungkin bakatnya di bidang musik. Kalaupun dia lelet dalam penguasaan bahasa asing, no problem, mungkin dia berbakat di bidang lain. Demikian seterusnya. Harus diperkuat karakternya dan diperkokoh bakatnya. Sebagaimana Rasulullah sang Pendidik, guru selalu melihat anak didik dengan pandangan kasih sayang dan optimisme.

Wallahu A’lam Bisshawab.

Penulis: Dr KH Rijal Mumazziq Z, Rektor INAIFAS Jember.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *