Ingat Mbah Moen: “Jabatan Iku Iso Dadi Bencana, Kudu Ngati-ati..”

Kisah Mobil Mbah Moen Bisa Jalan Tanpa Bensin

Pada Sabtu, 14 September 2019, peringatan 40 Mbah Maimoen dilangsungkan di Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang. Ribuan santri dan masyarakat datang ke Sarang, para kyai dan habaib juga rawuh. Jalan Panturan sampai ditutup di wilayah lingkungan Sarang. Malam yang hening mengenang sang guru bangsa yang dimakamkan di Ma’la Makkah, pada Selasa 7 Agustus 2019.

Saat mengenang 40 hari ini, sang cucu bernama Muhammad Shidqi (putra KH Mustofa Aqil Siraj Cirebon) mengenang Simbah Kakungnya. Berikut tulisannya tertulis 15 September 2019.

40 Hari Mbah Moen

Alhamdulillah bisa menghormati dengan hadir di 40 Hari wafatnya Mbah Moen. Ada beberapa dawuh penceramah yang saya rasa penting untuk disampaikan kepada khalayak. Pesan Kyai Chalwani bahwa tradisi tahlilan sampai 7 hari adalah salah satu laku shohabat Nabi, bukan bid’ah atau asimilasi budaya.

Gus Ali Masyhuri (Sidoarjo) ngendikan (berkata-red) bahwa orang yang sebelum wafatnya keramat, ketika wafatnya juga keramat dan setelah wafatnya keramat, maka orang itu mempunyai derajat tinggi di sisi Allah SWT. Dan juga jika ada orang yang ketika hidupnya keramat tapi setelah wafatnya bagaikan hilang ditelan bumi, berarti orang itu ahli dalam berdusta.

Habib Luthfi ngendikan poro habaib harusnya merasa kehilangan dengan wafatnya orang seperti Mbah Moen sebab dengan adanya wali-wali songo dan kyai-kyai kampung, mereka mengenalkan masyarakat kepada dzuriyatul rosul dan mengajarkan masyarakat bagaimana cara beradab kepada habaib. Dan Habib Luthfi berpesan janganlah menjadi orang yang menghina orang lain semasa hidupnya tapi memuji setinggi langit ketika orang itu sudah tiada.

Ceramah Habib Luthfi begitu singkat, sebab di matanya saya melihat emosional yang dalam terhadap Mbah Moen. Saya menangkap maksud emosional tersebut; Habib Luthfi “marah” terhadap Mbah Moen karena ditinggalkan tugas yang amat sangat berat. Sendirian, menata kehidupan bangsa dan negara. Berbeda saat Mbah Moen masih hidup.

Selain mengenang 40 Hari kakek tercinta, sang cucu juga merasa sangat kehilangan saat menjelang dilantik sebagai anggota DPRD Jawa Tengah pada 4 September 2019.

Ada yang kurang

Bukan aku tidak bersyukur menjadi anggota dewan, sebab itu bukanlah tujuan hidup atau cita-cita. Tidak pernah terpikirkan dalam benakku. Semuanya serba mendadak dan alhamdulillah.

Namun Mbah Kung lebih paham apa yang aku bisa dan aku mampu. Mbah lebih memahami diriku ketimbang aku memahami diriku sendiri. Sebab Mbah-lah, aku menginjakkan di dunia politik, tanpa tahu apa-apa tentangnya.

Dawuh Mbah yang-harus-enggih-tanpa-tanya untuk maju di kancah politik yang membuat aku di sini. Dan kini aku sendiri. Meskipun aku yakin barokah dan doa Mbah selalu menaungi anak-cucunya.

Bukan aku tidak bersyukur. Sebab menjadi dewan bukanlah pekerjaan mudah. Tapi, hey! Selamat MasĀ Muhamad Shidqi, kamu berhak bahagia dan senang atas usahamu selama pertarungan Pileg 2019.

Ayolah, bahagia! Jangan biasa saja. Nikmati saja momen ini. Banyak yg berbahagia atas takdirmu menjadi DPRD Provinsi Jateng, maka kamu juga harus bahagia! Mbah ingin kamu bahagia! Mbah melihatmu dari sana!

Tapi ojok lali mas Muhamad Shidqi, jabatan iku iso dadi bencana. Kudu ngati-ati. Cobaane Gusti iku ono sing rupo rekoso ono sing rupo akeh bondho lan kuoso. Sing penting ojok lali karo sing wis ikhlas mbantu lan sing milih kowe Muhamad Shidqi!

Oke. Aku bahagia, tapi ada yang kurang

(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *