Firman Allah Ta’ala,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَات
“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang” (QS. Al-Baqarah: 203).
Pada hari tasyriq (beberapa hari yang berbilang) ini, rangkaian manasik haji yang tengah dilakukan oleh jamaah adalah melempar jamarat.
Ibnu Abbas RA. mengatakan :
الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون
“Kalian merajam setan, bersamaan dengan melempar jumrah, kalian mengikuti agama ayah kalian Ibrahim“.
(HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim.)
Ditash-hih dlm Shahih At-Targhib wat Tarhib (II/17), nomor 1156.
Yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas adalah setan merasakan sakit dan terhina bila melihat seorang mukmin berdzikir pada Allah dan taat menjalankan perintah Allah. Dalam pernyataan Ibnu Abbas diungkapkan dengan istilah “merajam setan”. Demikianlah yang dimaksudkan Ibnu Abbas dalam pernyataannya tersebut.
Juga sesuai dengan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ ِلإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّه
“Sesungguhnya, diadakannya thawaf di Ka’bah, sa’i antara Shafa dan Marwa dan melempar jumrah, adalah untuk mengingat Allah.” (HR. Abu Daud no. 1888).
Penjelasannya hadits ini antara lain sebagai berikut,
هذه هي الحكمة من رمي الجمرات ولهذا يكبر الانسان عند كل حصاة لا يقول: اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بل يكبر ويقول : الله اكبر. تعظيما لله الذي شرع رمي هذه الحصى
“Inilah hikmah dari ibadah melempar jumrah. Oleh karena itu, (saat melempar jumrah) orang-orang bertakbir di setiap lemparan, mereka tidak mengucapkan, “A‘uudzubillahi minasy syaithanirrajiim” (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Mereka justru bertakbir, “Allahu akbar“, sebagai bentuk pengagungan kepada Allah yang telah mensyari’atkan ibadah melempar jumrah.” (Majmu’ Fatawa War Rasaa-il III/133)
Jadi hikmah disyariatkannya melempar jumrah adalah untuk mengingat Allah Ta’ala.
Bila ada yang bertanya lebih spesifik lagi, “Mengapa Allah menetapkan ritual melempar jumrah sebagai sarana untuk mengingatNya?
Seakan hal ini sulit untuk dipahami“.
Allah itu Maha Bijaksana, Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memerintahkan suatu ibadah tanpa ada manfaat di balik ibadah tersebut.
Tak semua ibadah kita ketahui hikmahnya, karena keterbatasan ilmu dan nalar kita. Namun kita, meyakini pasti ada hikmah yang terkandung pada setiap perintah Allah Ta’ala.
Minimal ketidak tahuan kita terhadap hikmah yang terkandung pada suatu ibadah, akan memunculkan rasa penghambaan yang sejujurnya. Dimana dia menjalankan ibadah semata-semata karena patuh menjalankan perintah Allah Tuhan penciptakannya.
Ungkapan nasehat indah dari Imam Nawawi rahimahullah berikut,
ومن العبادات التي لا يفهم معناها : السعي والرمي ، فكلف العبد بهما ليتم انقياده ، فإن هذا النوع لاحظ للنفس فيه ، ولا للعقل ، ولا يحمل عليه إلا مجرد امتثال الأمر ، وكمال الانقياد فهذه إشارة مختصرة تعرف بها الحكمة في جميع العبادات والله أعلم انتهى كلام النووي
“Sebagian ibadah tidak diketahui maksud atau tujuannya, semacam sa’i dan melempar jumrah. Allah membebani seorang hamba untuk melakukan dua ibadah tersebut agar kepatuhannya kepada Allah semakin sempurna. Karena jiwa tidak mengetahui hikmah yang terkandung di dalamnya, tidak pula akal.
Tidak ada motivasi yang mendorongnya untuk melakukan perintah tersebut, melainkan semata-mata mematuhi seruan Allah, serta ketundukan yang sempurna (kepada Allah ‘azza wa jalla). Dengan kaidah ringkas ini, kamu akan mengetahui hikmah semua ibadah.”
Tafsir Adhwaa-u Al-Bayan 4/480, dan “Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab”.
Semoga Bermanfa’at
والله المستعان وعليه التكلان
Jombang, 14 Agustus 2019
Penulis: KH Damanhuri, Rais Syuriah PCNU Bantul