Momen tadi malam, 30 Agustus 2019, acara Haul Syekh Muhammad Yasin al-Fadani atau Syekh Yasin Padang (w. 1990), seorang ulama besar bidang hadits berdarah Minang di Mekkah. Acara itu berlokasi di An-Nuzhah, Mekkah.
Beruntung sekali, saya diajak oleh Mantuan Thoha bin Mbah Abdul Malik Fathul Bari hadir ke acara itu. Sekurang-kurangnya saya bisa mendapatkan dua dari sekian banyak poin yang tak ternilai harganya.
Pertama, ijazah beberapa hadis musalsal yang masih menjadi “tradisi yang hidup” (living tradition), terutama di kalangan murid dan pengagum Syekh Yasin Padang. Salah satu hadis yang diijazah berulang-ulang adalah:
الراحمون يرحمهم الرحمن، ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء (رواه البخاري وأبو داود والترمذي)
“Orang yang menyayangi orang lain pasti disayangi oleh Dzat Yang Mahapenyayang; maka sayangilah siapapun yang ada di bumi, maka kalian akan disayangi oleh siapapun yang ada di langit” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
Penekanan ijazah terhadap hadis tersebut menyiratkan sebuah pesan penting, yakni keniscayaan tebar kasih sayang kepada sesama. Nilai etik universal ini terasa begitu penting, terutama ketika kebencian dan konflik sosial berbasis SARA makin merajalela dewasa ini.
Kedua, pesan salah seorang murid Syekh Yasin Padang yang bernama Syekh Zakariya Ahmad ath-Thalib. Ulama berkebangsaan Syria ini menjelaskan dengan cukup menarik tentang kata kunci “ilmu profetik” (al-‘ilm an-nabawi).
Menurut beliau, ilmu bisa didapat dari apa saja dan dengan cara apa saja. Ketika kita membaca teks dari situs dan media sosial, misalnya, maka itu mungkin bisa disebut “ilmu”. Tetapi sebuah ilmu baru bisa disebut sebagai “ilmu profetik” jika ditransfer secara “tatap muka” (at-talaqqi) antara guru dan murid dalam suatu garis transmisi (sanad) keilmuan yang bersambung hingga ke Nabi SAW.
Dari dua poin itu, kita patut bersyukur karena sedang atau pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Mengapa, sebab dua poin itu sama-sama ada dalam dunia pendidikan pesantren. Sejak dulu hingga sekarang (dan semoga terus bertahan hingga kapan pun), sanad keilmuan pesantren bersambung hingga ke Nabi SAW, dan tradisi keilmuan pesantren juga mengajarkan nilai tebar kasih sayang kepada sesama.
Makkah, 31 Agustus 2019
Penulis: Muhammad Adib, dosen IAI Al Qalam Malang.