Gus Dur dan Shalat Tarawih NU Baru
Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 September 1940. Ia lahir dengan nama Abdurrahman Adakhil yang berarti sang penakluk. Karena kata “Adakhil” tidak cukup dikenal, maka diganti dengan nama “Wahid” yang kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur
Saat itu, Suharto masih menjabat sebagai Presiden RI. Pada bulan ramadan, Presiden Suharto pernah mengundang Gus Dur dan seorang kiai untuk buka bersama di rumah Suharto. Selesai sholat magrib dan sambil menikmati teh dan kue, terjadilah dialog antara Gus Dur dan Pak Harto.
“Gus Dur sampai malam di sini kan?” tanya Pak Harto.
“Enggak Pak, saya harus segera pergi ke tempat lain.” Jawab Gus Dur.
“Oh iya ya, silahken. Tapi kiainya ditinggal di sini ya?” lanjut Pak Harto.
“Oh iya, Pak. Tapi harus ada penjelasan”
“Penjelasan apa?”
Gus Dur kemudian menjelaskan bahwa tarawihnya nanti mau mengikuti NU lama atau NU baru. Mendengar penjelasan Gus Dur ini, Pak Harto jadi bingung. Baru kali ini ia mendengar ada NU lama dan NU baru.
”Lho, NU Lama dengan NU Baru apa bedanya?“ tanya Pak Harto penuh penasaran.
”Kalau NU lama, tarawih dan witirnya itu 23 rakaat,” kata Gus Dur.
” Oh Iya..ya..ya..ya….gak apa-apa……” kata Pak Harto sambil mantuk-mantuk.
Gus Dur sementara diam tak lagi bicara. Sejurus kemudian Pak Harto bertanya lagi, ”Lha, kalau NU Baru bagaimana?”
” Kalau NU baru diskon 60 persen,” jawab Gus Dur.
Hahahahahahahahahahahahahha………
Gus Dur, Pak Harto dan semua orang yang ada di sekitarnya langsung tertawa terbahak-bahak.
”Ya. Jadi shalat tarawih dan witirnya cuman tinggal 11 rakaah,” kata Gus Dur.
”Ya sudah kalau begitu, saya ikut NU baru saja, pinggang saya sakit,” kata Pak Harto sambil memegangi pinggangnya. (amru)
Demikian artikel tentang Gus Dur dan Shalat Tarawih NU Baru. Semoga Memberi kita semua manfaat dan keberkahan.