Bangkitmedia.com, YOGYA– Kemanusiaan dan kehambaan bukanlah dua hal yang saling bertolak belakang. Hal ini disampaikan dosen filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fahruddin Faiz.
Sebagai analoginya adalah ‘dua wajah dari satu keping uang.’ Kemanusiaan dan kehambaan menurutnya dua hal yang tidak bisa terpisahkan. “Jadi kemanusiaan dan kehambaan satu paket. Saat kita menjalani takdir kita sebagai hambanya, sebenarnya kita sedang mewujudkan diri sebagai manusia,” kata Faiz, dikutip dari Noura Books.
Faiz memberikan contoh bertauhid, atau menomorsatukan Allah SWT. Meskipun bertauhid lekat dengan kehambaan, tapi menurutnya bertauhid juga mengandung unsur kemanusiaan. Ketika manusia menomorsatukan Allah, maka level kita di bawah Allah. Ada dualitas, ada Khaliq, ada makhluk.
“Berarti semua makhluk setara, semua makhluk itu sejajar, tidak ada saling lebih, kita semua sama, hanya beda fungsi, hanya beda peran, tapi di atas kita langsung Allah SWT,” kata Faiz.
Oleh karena itu, lanjut Faiz, struktur relasi manusia yang zalim dibenci dalam Islam karena dalam struktur itu ada pola anti tauhid. Ada sesuatu yang superior dan ada yang inferior. Maka dalam Islam segala aktivitas di dunia menurutnya bisa bernilai ibadah. Dengan melakukan aktivitas dengan benar, maka sebenarnya manusia memenuhi tanggung jawab penghambaan.
Misalnya manusia menjalankan tugas-tugas kemanusiaan, seseorang berada di level kebaikan pada sesama. Contoh lainnya juga dalam menjaga kesehatan tubuh. “Ini kan juga tanggung jawab kehambaan, Allah memberi kita amanat tubuh kita amanat jasad kita, amanat untuk dijaga, untuk menjalani sesuatu fitrahnya. Dan ketika kita menjalankan sesuai fitrahnya, kita sedang memenuhi tugas penghambaan,” kata Faiz.
Kemanusiaan saja tanpa penghambaan berarti melupakan kodrat manusia sebagai makhluk yang terbatas. Seseorang merasa tidak mampu menentukan nasib sendiri, meskipun dia mampu mengupayakan apa yang diinginkan.
“Ini namanya kesadaran. Maka dari situ menghadirkan bahwa, ‘Aku butuh sandaran, aku butuh sesuatu yang luar biasa, melebihi segalanya sebagai sandaran atas semua kelemahan-kelemahanku.’Nah di situ maka kemanusiaan butuh sandaran ketuhanan,” katanya.
Penghambaan yang berlebihan pun sebenarnya penghambaan yang reduktif. Manusia hanya mengutamakan rohani, dan mengabaikan jasmaninya, padahal menjaga kesehatan jasmani juga bagian dari tugas penghambaan.
Faiz mengatakan bahwa hal tersebut juga menjadi kritik dari Rasulullah SAW. Ada sahabat yang pamer bahwa dia setiap malam beribadah terus, tidak pernah tidur. Ada sahabat lain yang pamer, bahwa dia tiap siang itu puasa terus, tidak pernah tidak puasa. Terdapat pula sahabat yang mempersembahkan hidupnya untuk agama, dan memilih tidak menikah.
Setelah kabar tersebut terdengar Rasulullah, dia mengingatkan bahwa nabi setiap malam salat malam, tapi juga tidur. Rasulullah puasa tapi aku berbuka. Dia juga menikah.
–
Penulis: Antariksa Bumiswara
Sumber: