Cara Orang Barat dan Orang Timur dalam Menghadapi Corona- Dunia sedang cemas dan galau tingkat dewa. Pasalnya Covid-19 sebagai makhluk misterius, kasat mata, dan pergerakannya macam gerakan rahasia (klandestin/tandzhim as-sirriy) bertubi-tubi tanpa jedah menteror peradaban manusia. Bukan hanya di Timur, Barat pun tak kalah mencekamnya. Italia ribuan warganya yang mati, dan memilih lockdown. Saat ini covid-19 menteror USA, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya. Agaknya, hampir seluruh negara hanya menunggu giliran antri untuk terpapar covid-19.
Tak di Timur juga tak di Barat, ada sebagian warganya embalelo dan tak mematuhi anjuran pemerintahnya agar tidak berkerumun, jaga jarak (social distanching/physical distanching), cuci tangan. Sehingga yang terpapar covid-19 terus menanjak, dan merenggut nyama lebih banyak lagi.
Barat
Baru saja saya dikirimi via WA sebuah video BBC NEWS Indonesia yang berisi muda-mudi USA yang sedang berpesta dan berjemur di pinggir pantai di saat dunia sedang darurat covid-19. Salah seorang pemuda peserta pesta pantai mengatakan, “kalau saya terinfeksi (virus) corona, ya sudah. Itu tidak akan menghentikan saya untuk tetap berpesta.” Pesta musim semi tetap berjalan, berkerumun muda mudi telanjang badan bersukacita meski corona sedang mewabah.
Apa gerangan di Barat masih sulit menerima saran dan anjuran pemerintahnya agar di rumah saja, tidak berkerumun? Barangkali, bagi masyarakat yang memuja kebebasan di atas sagala-galanya macam Barat itu sulit dibilangin untuk isolasi. Bahkan kebebasan diposisikan di atas dan mengalahkan kesehatan. Pemerintah USA bingung lihat rakyatnya sulit isolasi. Malahan berpesta. Donald Trum galau, pusing tujuh keliling.
Barang kali isolasi bagi sebagian masyarakat Barat sama saja dengan merampas kebebasan. Ini cerminan masyarakat yang menganut paham liberalisme ekstrim.
Tentu saja itu bukan gambaran umum Barat. Sebab sebagian besar umumnya tetap mengutamakan kesehatan di atas kebebasan. Nyatanya, muncul kebijakan physicah distanching, dan bahkan lockdown.
Timur
Di Timur, sebagian kecil muslim bersikap fatalistik dalam menyikapi teror covid-19. Mereka tetap berkumpul, berkerumun, dan emoh physical distanshing. Ada yang bilang, “takut hanya pada Allah, tidak boleh takut pada makhluk berupa corona. Hidup dan mati adalah takdir Allah.” Perkataan ini dikonter pake logika yang sama, “macan adalah makhluk. Takut tidak dikandaning bareng macan?”
Mereka melupakan kewajiban manusia untuk berikhtiar, wajib menjaga jiwa, kesehatan, dan kebersihan.
Syahdan, paham fatalistik itu akarnya dari jabariyah, yang menafikan peran manusia. Lawan dari qadariyah yang terkesan menafikan peran Tuhan. Sedangkan muncul paham Asy’ariyah dan Maturidiyah yang mengafirmasi peran Tuhan dan manusia sekaligus. Ikhtiar dan doa adalah keharusan bagi manusia.
Rupanya sebagian masyarakat Barat itu dan muslim fatalis punya titik temu dalam menyikapi corona: sebagian masyarakat Barat atasnama kebebasan dan muslim fatalis atasnama takdir Tuhan sehingga sulit mengikuti arahan pemerintahnya demi kesehatan dan kebaikan bersama.
Di Indonesia mayoritas muslim masih mengikuti anjuran pemerintah dan fatwa ulama dari segala penjuru. Sehingga masih besar harapan dan optimis untuk beranjak dari masa darurat covid-19.
Semoga artikel Cara Orang Barat dan Orang Timur dalam Menghadapi Corona ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait di sini
kunjungi juga channel youtube kami di sini
Penulis: KH Mukti Ali Qusyairi, Ketua LBM PWNU DKI Jakarta.
Editor: Anas Muslim