Beragama Islam adalah Berbudaya
Pro KH Muhammad Machasin, Mustasyar PBNU
Islam datang dengan membawa pesan kebudayaan, yakni menaikkan derajat manusia dari kehidupan yang dikuasai nafsu, digerakkan instink dan dorongan badaniah, ke kehidupan yang diterangi akal, dikendalikan hati nurani dan didorong kehendak untuk mendapatkan keberhasilan besar: menjalankan misi sebagai hamba Allah.
Itu semua tidak dapat dicapai dengan mudah: diperlukan usaha keras untuk mengolah diri dan lingkungan tempat orang beriman hidup.
Ayat berikut memberikan gambaran bagaimana Nabi Muhammad mengajari para sahabatnya dalam bergaul dengan orang-orang di sekitarnya.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ} [النور: 27]
Orang tidak boleh masuk rumah orang lain sebelum diizinkan.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا} [الأحزاب: 53]
Para sahabat tidak boleh masuk rumah Nabi, kecuali kalau diundang makan. Sewaktu makan pun tidak boleh melihat-lihat tempat menaruh makanan yang belum disajikan. Kalau sudah selesai makan, mereka harus segera pergi, tidak mengobrol. Kalau minta makanan kepada istri-istri Nabi, mestilah dari balik tabir; dan mereka tidak boleh menikahi isteri-isteri beliau setelah beliau meninggal.
Nabi juga mengingatkan bahwa dorongan untuk keburukan ada dalam diri manusia. “Syetan berjalan dalam aliran darah manusia. Aku khawatir ia akan melemparkan keburukan di hati kalian.”
صحيح مسلم (4/ 1712)
عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا، فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا، فَحَدَّثْتُهُ، ثُمَّ قُمْتُ لِأَنْقَلِبَ، فَقَامَ مَعِيَ لِيَقْلِبَنِي، وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، فَمَرَّ رَجُلَانِ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَلَمَّا رَأَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَلَى رِسْلِكُمَا، إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ» فَقَالَا: سُبْحَانَ اللهِ يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ: «إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ، وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا شَرًّا» أَوْ قَالَ «شَيْئًا»
Dalam menjalankan agama, artinya juga dalam membudayakan diri, orang tidak boleh memaksa diri. “Agama ini sangat kuat, maka masuklah dengan pelan-pelan. Orang yang tergesa-gesa hanya akan menghabiskan tenaga tanpa mendapatkan apa-apa”. [Harafiah: Orang yang tergesa-gesa tidak akan menempuh jarak, tak pula merawat kendaraannya].
السنن الكبرى للبيهقي (3/ 27)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «” إِنَّ هَذَا الدِّينَ [ص:28] مَتِينٌ، فَأَوْغِلْ فِيهِ بِرِفْقٍ، وَلَا تُبَغِّضْ إِلَى نَفْسِكَ عِبَادَةَ اللهِ، فَإِنَّ الْمُنْبَتَّ لَا أَرْضًا قَطَعَ، وَلَا ظَهْرًا أَبْقَى “
Mengolah diri secara terus menerus dalam kebersamaan dengan orang lain adalah cara agama dalam membudayakan manusia. Saling mengingatkan, saling menasehati dan menenggang akan membuat masyarakat menjadi lebih tahan terhadap godaan, provokasi atau hal-hal lain yang bertentangan dengan peningkatan manusia dari kehidupan hewani ke kehidupan manusiawi dengan sinar ilahi.
Ibadah, riyadlah, upacara dan kegiatan pemujaan lain adalah sarana, bukan tujuan. Tujuan kehidupan manusia adalah menjadi sedekat mungkin dengan yang ilahi. Ini dilakukan bukan dengan meninggalkan dunia dan semua penghuninya, melainkan dalam kebersamaan dengan sesama makhluk Allah.
“Kau akan temukan Allah pada orang yang kehausan, pada orang yang sakit, pada orang yang menderita.” Demikian disebutkan dalam sebuah hadis
Demikian penjelasan Beragama Islam adalah Berbudaya
*Ditulis Prof KH Muhammad Machasin sebagai bahan khutbah Jum’at pada 2 Maret 2018.