Bala Tidak Diangkat Kecuali dengan Keridhaan dari Mereka yang Kena Bala

Bala Tidak Diangkat Kecuali dengan Keridhaan dari Mereka yang Kena Bala

Bala Tidak Diangkat Kecuali dengan Keridhaan dari Mereka yang Kena Bala.

Maulana Syekh Muhammad asy-Sya’rawi Mesir rahimahullah berkata: “Wajib kita semua yakini bahwa jika bala diturunkan, maka kita wajib taslim (menerimanya) & langkah pertama adalah bala tidak diangkat kecuali dengan meridhainya… Tidak ada terjadi kecuali di tangan Tuhan kita.. Mereka yang hidup lama di tengah bala adalah karena sebab mereka sendiri, mereka tidak ridha, seandainya mereka ridha, Allah Mengangkat bala itu..

Seperti halnya ketika kamu masuk menemukan anakmu berbuat hal yang salah, kamu pukul dengan polpen misalnya.. seandainya si anak ridha & pasrah tentu kamu peluk & membelainya.. Bagaimana kalau si anak makin sok berani?! tentu dapat pukulan kedua, ketiga..

Nah begitulah Tuhan kita berinteraksi dengan kita. Apabila kita ridha dengan yang ditaqdirkan-Nya.

من رضي بقدري أعطيته على قدري

“Barang siapa ridha dengan taqdir-Ku, maka Aku akan Menganugerahinya sesuai dengan kekuasaan-Ku”.

Maulana Syekh Ali Jum`ah hafizhahullah menyebutkan bahwa di antara rukun iman adalah taslim (berserah diri), beriman, tashdiq (mempercayai) pada ketentuan Allah SWT dengan ilmu-Nya (sepengetahuan-Nya) & taqdir-Nya, juga pada pelaksanaan-Nya yang terjadi di kenyataan hidup manusia,

Makanya, awal yang kita pelajari dalam pendidikan aqidah adalah bahwasanya tidak ada yang terjadi di ciptaan Allah SWT kecuali apa yang diinginkan-Nya.

Jadi semuanya adalah ciptaan Allah SWT.. “Dia lah Yang Menciptakan kalian & apa yang kalian lakukan”.

Dia Menciptakan perbuatan kita, tapi setelah Memberikan kita hak memilih setelah memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu atau menjauhi yang lainnya, kita berhak memilih untuk shalat, haji.. dsb… ataupun memilih untuk kafir.. ini yang diminta pertanggungjawaban.

Dan ada beberapa hal seperti rezqi,sehat & sakit, warna kulit, kelahiran, jenis dll yang merupkan taqdir Allah yang kita tidak akan diminta pertanggungjawaban, tapi boleh jadi kita memperoleh pahala.

Jadi ketika seseorang tertimpa kejadian yang tidak diharapkan, maka dia mestinya menanyai diri sendiri apakah dirinya punya andil sehingga menyebabkan musibah itu terjadi ataukah tidak ada andil?

Misalnya seorang pelajar yang tidak lulus ujian karena dia bermalas-malasan, maka kegagalannya merupakan peringatan agar jangan mengulangi lagi kemalasannya di tahun-tahun mendatang.

Berbeda dengan pelajar yang rajin belajar terus di hari ujian tiba-tiba sakit, maka berati dia harus berserah diri & ridha boleh jadi kegagalannya itu mengandung hikmah, boleh jadi Allah SWT Menjaga kehidupannya dari bahaya jika dia pergi ujian.

Lalu bagaimana dengan mereka yang kena virus corona atau pun kehilangan orang yang dicintainya?

Mestinya dia menanyai dirinya sendiri: apakah diriku yang membuat hal-hal yang dilarang & tidak mengambil segala usaha penjagaan?

Kalau aku sudah melakukan semua usaha penjagaan, kemudian sakit; berarti penyakit ini berhubungan dengan pahala, cobaan hidup di dunia yang berpengaruh pada pahala di akhirat & masuk surga tanpa hisab. Rasulullah SAW menyampaikan bahwa orang yang meninggal karena penyakit dalam organ tubuh (tidak kelihatan) adalah syahid.. Pahalanya begitu besar.

Tapi kita juga diajarkan agar tidak melemparkan diri sendiri pada kebinasaan, sehingga kita tidak mengatakan pada massa: “Keluarlah sana agar dapat pahala syahid dengan corona!”.

Yang diajarkan adalah: “apabila kamu mendengar wabah di suatu tempat, maka jangan kamu datangi. Dan apabila kamu di dalam negeri yang ada wabahnya, maka jangan keluar”. Itu demi memboikot wabah tersebut.

Dan kalau kamu lah sebenarnya yang tidak melakukan usaha penjagaan, maka penyakit yang menimpamu adalah peringatan agar kamu jangan nelakukan hal serupa lagi.

Bagaimana kalau sekarang penyakit itu terjadi pada kita, padahal bukan kita yang membuat virus itu, bukan kita juga yang mendatangkannya, bukan juga kita yang menyebarkannya?

Berarti ada hikmah2 di balik hal ini.. Sebagian merasakan bahwa polusi berkurang lebih dari 46% karena berkurangnya angkutan udara & darat, lapisan ozon membaik, bahkan warna langit & laut pun berubah, sejumlah binatang yang hampir punah pun makin menampakan diri mereka. Berarti ada rahmah (kasih sayang), hubungan erat keluarga, kembalinya rasa kemanusiaan dalam jiwa manusia, kembali ke alam dst. Hal-hal indah itu kembali setelah dulu kita begitu disibukkan dengan rutinitas padah yang melelahkan.

Sekarang kita perlu memikirkan: bagaimana kita hidup pasca corona? Bagaimana menjalaninya agar makin dekat dengan Allah SWT, keluarga dll..?

Jadi jika tertimpa corona (musibah umumnya) karena salah kita, berarti belajar untuk tidak mengulangi lagi.

Kalau bukan kesalahan; berarti meyakini ada hikmahnya.

Kita terima musibah dengan keridhaan.

Dulu, Sayyiduna Syekh Ahmad Mursi rahimahullah (guru Syekh Ali), seorang shaleh & wali besar ketikla masih muda. Adik perempuan beliau yang berumur 9 tahun dapat musih kebutaan. Di antara do`a Syekh Ahmad adalah: “Ya Rabb, ini adalah qadha & qadar-Mu, Engkau telah Membutakannya, dan kami telah ridha, maka angkatlah darinya bala”. Adik perempuan itu pun membuka matanya.

Itulah pengalaman hidup beliau dalam ridha menerima bala.

Ya Allah, kami tidak meminta agar qadha dibatalkan, tapi kami meminta kelembutan di dalamnya. Kami meridhai & pasrah dengan semua Yang Engkau lakukan..

Kita pun bersyukur, Rasulullah SAW mengajarkan agar kita berkata pada saat dapat musibah:

الحمد لله الذي لا يٌُحمد على مكروه سواه

Ketika dapat kebahagiaan; kita juga mengatakan: Alhamdulillah…

Jadi bersyukur pada susah & senang… sehingga Allah SWT Merubah musibah menjadi anugerah, dari kesempitan mewnuju kelapangan,

Jadi ridha & taslim adalah langkah pertama untuk perubaha,,, di dalamnya ada bentuk keimanan, do`a & permohonan pada-Nya.

Bagaimana dengan mereka yang tidak mau ridha?

Aku menasehatimu, silahkan mencobanya. dan ngomong-ngomong kamu tidak bisa melakukan apapun baik di langit maupun di bumi.

Demikian penjelasan Bala Tidak Diangkat Kecuali dengan Keridhaan dari Mereka yang Kena Bala.

Sebagian dari acara: Min Mashr, Sabtu, 7 Juni 2020.

Penulis: Hilma Rosyida Ahmad, Al-Azhar Kairo Mesir.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *