Seorang teman gelisah dengan kian longgarnya penyebutan dan penyematan ulama belakangan ini. “Mosok ini ulama, itu ulama. Gimana menurut sampeyan?”, tanyanya pada saya.
Kegelisahan teman itu benar, karena ia mendefinisikan ulama seperti dalam pengertian al-Qur’an dan Hadits, yaitu orang-orang yang memiliki kedalaman-keluasan ilmu pengetahuan serta takut hanya kepada Allah.
Ringkasnya, ulama adalah orang yang memiliki ilmu dan takwa di atas rata-rata.
Namun, yang dimaksud banyak orang dengan “ulama” akhir-akhir ini bukan itu. Secara sederhana, masyarakat memahami ulama sebagai sebutan lain dari muballigh, yaitu orang yang menyampaikan ayat-ayat Allah; bisa tiga, dua, bahkan satu ayat seperti sabda Nabi, “sampaikanlah sekalipun satu ayat dariku”.
Sekiranya masyarakat umum memahami ulama adalah para muballigh, maka terus terang kita sedang surplus ulama.
Tapi jika kita mengembalikan pengertian ulama pada pengertian dalam al-Qur’an dan Hadits, maka jangan-jangan kita sesungguhnya sedang defisit ulama.
Salam,