Ada Keliru Besar yang “Mempermainkan” Doa Mbah Kiai Maimoen

doa mbah maimoen

Beberapa orang bertanya tentang isim isyarah terkait doa Mbah Maimoen. Saya kira sudah banyak yang menjelaskannya. Intinya adalah bahwa uslub yang dipakai oleh Mbah Maimoen itu uslub ulama ahli nahwu.

Ya nggak mungkin beliau menjelaskannya secara vulgar, nanti nggak penak. Biarlah murid-murid beliau yang menjelaskannya. Jika Anda membuka kitab Syarah al-Jurjaniyyah, ada memang yang menyatakan (yaitu Ibnu al-Sirāj) bahwa Isim Ma’rifah yang paling ma’rifah adalah isim isyarah. Alasannya karena isim isyarah itu kema’rifatannya secara hissiyy (rasa) dan aqliyy (logika), berbeda dengan isim alam, kemakrifatan isim alam itu hanya aqliyy saja. Makanya isim isyarah lebih didahulukan daripada isim alam (nama orang). Tapi ini menurut saya masih mujmal.

Kalau masih bingung dengan keterangan yang mujmal ini, coba kita rujuk penjelasan yang lebih praktikal dalam kitab al-Isyārah Wamā Yata’allaqu bihā min Ahkām al-Fiqh al-Islāmi karya Abdullah bin Muhammad al-Tharīqi, di situ ditransformasi istilah nahwu isim isyarah kedalam term isyarah (isyarat dalam bahasa Indonesia), agar Anda mengerti.

Contohnya, jika seseorang mengatakan, “Saya membeli kambing ini,” sedangkan tangannya menunjuk (mengisyaratkan) pada seekor sapi, maka akadnya yang sah adalah pembelian sapi (sesuatu yang diisyaratkan atau ditunjuk tadi). Inilah maksud bahwa isyarah lebih didahulukan daripada tasmiyah (penyebutan). Jika kita kembalikan ke pembahasan nahwu tadi, maka jika Anda mengatakan: “Haadzal kitab,” tapi Anda menunjuk pulpen, isim isyarahlah yang dimenangkan atas kata al-kitab.

Isim isyarah berkonotasi ke mana? Ya berkonotasi pada yang ditunjuk tadi, yaitu puplen. Artinya jika Mbah Maimoen menyebut “Haadza al-ra-īs” (presiden ini) yang ditunjuk dengan kata “haadza” itulah yang sah dan dimenangkan daripada penyebutan nama (tasmiyah) pak Prabowo. Pasti sekarang Anda sudah faham.

Apalagi jika benar bahwa tarkib yang dipakai adalah idhafah, yaitu kata “hadza ra-īs pak Prabowo”, ya tambah hancur lagi. Dimana maksudnya adalah bahwa pak Jokowi yang ada di samping Mbah Maimoen adalah President-nya pak Prabowo. Hehehe.. Mbah Maimoen kok mau dikuyo-kuyo, keliru besar. Betul-betul keliru besar.

(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *