Abu Lahab, Kisah Bersama Rasulullah yang Tidak Banyak Diketahui

Abu Lahab, Kisah Bersama Rasulullah yang Tidak Banyak Diketahui

Abu Lahab, Kisah Bersama Rasulullah yang Tidak Banyak Diketahui.

Salah seorang yang namanya ‘abadi’ dalam Al-Qur’an adalah Abu Lahab. Sayangnya, yang tercatat dalam kitab suci umat Islam tersebut bukan tentang kebaikannya, melainkan tentang celakanya. Lihat surah Al-Lahab.

Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah, saudara Abdullah, anak lelaki Abdul Muthalib. Kita hanya mengetahui bahwa namanya adalah Abu Lahab. Nama aslinya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muthalib (Abdul Muthalib ini juga bukan nama asli, insyaallah akan saya tulisakan tentang Abdul Muthalib ini). Digelari sebagai Abu Lahab karena pipinya yang kemerahan seperti api bergejolak (lahab berarti api yang bergejolak).

Sebagai seorang paman, sejatinya Abu Lahab itu sangat mencintai kemenakannya, yakni Rasulullah, ketika sebelum bi’tsah. Ada hal yang menarik dengan Abu Lahab ini terkait dengan Rasulullah. Ketika Rasulullah dilahirkan, kabar gembira itu pun disampaikan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, kepada majikannya itu. Hari itu, Senin, menjadi hari bahagia Abu Lahab lantaran kelahiran anak dari saudaranya, Abdullah. Kegembiraan Abu Lahab begitu heboh. Karena terlalu bergembira, Abu Lahab bahkan memerdekakan Tsuwaibah yang menyampaikan kabar gembira kelahiran Rasulullah tersebut.

Dengan demikian, Abu Lahab yang memusuhi Islam pun bergembira secara luar biasa atas Maulid Al-Nabiy. Maka, berbahagialah kita yang menjadi umat Islam atas kelahiran sang manusia mulia ini. Akan tetapi, jangan dipahami bahwa yang merayakan Maulid itu mencontoh Abu Lahab, ya!

Lebih dari itu, bahkan Abu Lahab pun melamar kedua putri Rasulullah untuk kedua putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah. ‘Utbah dinikahkan dengan Ruqayyah sementara ‘Utaibah dinikahkan dengan Ummu Kultsum (atau Ummu Kaltsum). Dengan demikian, selain sebagai paman, Abu Lahab juga sebagai besan dari Rasulullah.

Hanya saja, itu terjadi sebelum bi’tsah. Ketika Rasulullah menyampaikan perihal kenabiannya, sikap Abu Lahab pun berubah. Abu Lahab memusuhi Rasulullah dan Islam. Karena terlalu memusuhi, bahkan Abu Lahab (dan istrinya) mendesak kedua putranya untuk menceraikan kedua istrinya yang merupakan dua putri Rasulullah. Benar saja, mereka pun bercerai. Kelak, Ruqayyah yang merupakan janda dari ‘Utbah itu dinikahi oleh sahabat Rasulullah yang merupakan aristokrat Bani Umayyah, Utsman bin Affan. Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah pun menikahkan Utsman dengan adik Ruqayyah yang merupakan janda ‘Utaibah, Ummu Kultsum.

Kebencian Abu Lahab tidak sampai di situ. Bahkan dalam banyak sekali kesempatan, Abu Lahab (selain Abu Jahal) adalah salah seorang yang paling lantang menyerukan permusuhan dengan Rasulullah. Hanya saja, ada dilema juga karena antara Abu Lahab dan Rasulullah itu sama-sama dari Bani Hasyim. Jika para elite Quraisy itu hendak menyerang Rasulullah, sebagaimana tradisi Mekkah yang bersifat kesukuan, Abu Lahab pun menempati posisi yang dilematis karena harus turut membantu Bani Hasyim namun dirinya sendiri memusuhi Rasulullah yang sama-sama dari Bani Hasyim.

Di sisi lain, nama Abu Lahab memang tidak lebih dipertimbangkan daripada Abu Thalib, kakaknya. Abu Thalib adalah salah satu pemuka Quraisy yang dihormati. Abu Thalib pun sangat membela Rasulullah dan menjadi ‘perisai’ kuat untuk melindungi Rasulullah dari para elite Quraisy lainnya. Dengan demikian, Abu Lahab sulit untuk menemukan celah guna menyerang Rasulullah lantaran adanya Abu Thalib. Nama besar Abu Lahab kalah bersinar jika dibandingkan dengan Abu Thalib.

Pada peristiwa embargo, yakni pemboikotan masyarakat terhadap Bani Hasyim, langkah yang dilakukan Abu Lahab pun kontorversial. Dia justru menjadi orang yang secara kekeluargaan berada di Bani Hasyim namun secara sikap justru mendukung embargo tersebut. Masa-masa sulit bagi Bani Hasyim tersebut mendapatkan dukungan dari sesama Bani Hasyim yang bersubklan Bani Mutthalib (perhatikan, ini Bani Muthalib, bukan Bani Abdul Muthalib—nanti akan saya tuliskan hal ini dalam satu tulisan pembahasan terkait Abdul Muthalib, insyaallah).

Setelah Abu Thalib wafat—di tahun yang sama, Khadijah, istri Rasulullah, juga wafat—seolah orang-orang yang memusuhi Islam menemukan momentum yang tepat untuk menyerang Rasulullah. Perlindungan dari Abu Thalib sudah tidak ada lagi. Tindakan sewenang-wenang pun dilancarkan para musuh Islam kepada Rasulullah.

Beruntunglah Rasulullah dikelilingi sahabat-sahabat dari berbagai suku dari Quraisy sehingga paling tidak beliau mempunyai ‘perisai’ yang lain meskipun tidak ‘sekuat’ Abu Thalib secara diplomatis. Mereka adalah Abu Bakar dari Bani Taim, Utsman bin Affan dari Bani Umayyah, dan menyusul kemudian Umar bin Khatthab dari Bani ‘Adi.

Abu Lahab sendiri sering mengobarkan permusuhan dengan Rasulullah. Bersama istrinya, Ummu Jamil, yang menyiapkan kayu bakar untuk merintangi jalan Rasulullah, Abu Lahab begitu provokatif menyerukan permusuhan kepada Rasulullah.

Surah Al-Lahab mengabadikan namanya lantaran permusuhannya dengan Rasulullah. Surah itu turun ketika Rasulullah mengumumkan kenabian beliau, sementara Abu Lahab mengatai Rasulullah ‘celaka’ yang kemudian dibalas oleh Allah dengan ‘celaka’ (surah Al-Lahab) kepada Abu Lahab.

Namun demikian, kemungkinan surah Al-Lahab ini tidak turun seketika setelah Abu Lahab mengatai ‘celaka’. Sepertinya mustahil Abu Lahab tervonis celaka di masa-masa awal dakwah (kurang lebih tahun keempat kenabian). Hal itu dikarenakan bahwa ajaran Islam itu mengutamakan ampunan dan welas asih, bukan langsung klaim atau vonis ‘celaka’. Bisa jadi surah tersebut turun ketika Abu Lahab sudah keterlaluan dalam memusuhi Islam dan berbuat sewenang-wenang sehingga cukup layak divonis ‘celaka’.

Sebuah riwayat mengatakan bahwa Abu Lahab kelak dijerumuskan ke neraka. Akan tetapi, dia mendapat keringanan siksaan setiap hari Senin karena turut bergembira atas kelahiran Rasulullah. Riwayat ini patut diteliti oleh para ahli. Saya bukan ahlinya.

Demikian Abu Lahab, Kisah Bersama Rasulullah yang Tidak Banyak Diketahui.

Wallahu a’lam

Penulis: Ustadz Supriyadi, S.Pd.I., Guru MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *