1934, Quran Ahmadiyah Cetakan Bandung, Bacaan Pendiri Bangsa

ahmadiyah

Saat saya berjumpa dengan seorang kawan dosen sejarah, ia protes kenapa di pengantar terjemah al-Qur’an sekarang ada yang dihilangkan. Ia bilang bahwa dulu ada satu kalimat yang menyebutkan bahwa ‘Ahmadiyah memiliki peran dalam penerbitan dan penerjemahan al-Qur’an di Indonesia. Si Dosen memperlihatkan Quran dan terjemahnya yang tebal, yang pengantarnya seperti diktat ulumul Quran. Saya jawab diplomatis bahwa, pengantar itu sudah tidak lagi dipakai secara resmi.

Catatan: Karena tertulis Batavia, awalnya saya menduga bahwa Quran ini dicetak di Batavia (Jakarta). Ternyata penerbit Visser & Co berkedudukan di Bandung. Mungkin maksud ‘Batavia’ adalah Indonesia. Gedung percetakan Visser & Co kini lebih dikenal sebagai Gedung Merdeka yang berada di Jl. Asia Afrika Bandung.

Cetakan ini merupakan Al-Qur’an dan terjemahannya dalam bahasa Belanda. Sampul berwarna hijau tua, di bawah kaligrafi bertangkup ‘Lā yamassuhu illā al-mu¯ahharūn tanzīl min rabbi al-‘ālamīn’ tertulis ‘De Heilige Qur-an’ (al-Qur’an Suci). Al-Qur’an ini merupakan terjemahan dari tafsir karya Maulvi Muhammad Ali, Presiden Ahmadiyah Anjuman Ish’attul Islam Lahore India, ke dalam bahasa Belanda oleh Soedewo.

Dicetak oleh Penerbit Visser & Co, Batavia, pada 30 Juli 1934 dan disebarluaskan oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Aliran Lahore). Terjemahan Al-Qur’an inilah yang digunakan oleh beberapa tokoh perjuangan era kolonial seperti Soekarno. Al-Qur’an serupa, namun dalam bahasa Jawa, juga diterbitkan oleh Gerakan Ahmadiyah Lahore pada tahun 1958, yaitu Qur’an Sutji, Djarwa Djawi.

Al-Qur’an dan terjemahannya ini setebal 1225 halaman. Pada bagian awal disertakan ulumul Qur’an, dan pada bagian akhir dilengkapi indeks. Teks ayat sudah menggunakan tanda waqaf; nomor ayat hanya pada terjemahannya; ayat dan terjemahannya terdapat pada satu halaman; pada bagian bawah banyak tertulis catatan kaki (tafsir ayat). Pembagian ayat dalam setiap surah dilakukan per tema dengan menggunakan istilah ‘paragraf’ (‘ain). Khat yang digunakan mirip dengan khat gaya Pakistan yang masih dipakai hingga sekarang.

(Penulis: Hakim Najib Syukrie, Lajnah Pentashih Al-Qur’an Kemenag RI)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *