Virus Corona dan Tuhan yang Tak Butuh Disembah- Ketika pada akhirnya Kabah ditutup untuk umum akibat virus Corona, banyak orang bertanya-tanya, apa tujuan Allah sesungguhnya menciptakan makhluk-makhluk tak terlihat itu jika pada akhirnya mereka menghambat umat manusia bersujud di depan rumah-Nya?
Ketika pada akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan penjelasan sangat rasional, pada akhirnya membuat fatwa agar masyarakat Indonesia mengganti salat Jumat dengan salat zuhur di rumah masing-masing selama dua pekan akibat virus Corona, banyak orang bertanya-tanya, apa maksud Allah menciptakan virus-virus mematikan itu bergentayangan di muka Bumi jika pada akhirnya mereka membendung umat manusia mendatangi masjid-masjid mereka?
Jawaban paling mudah adalah: Allah memang Tuhan yang tak butuh disembah oleh umat manusia. Jangankan manusia tak mendatangi Kabah atau rakyat satu negara tak salat Jumat, tak satu pun umat manusia di muka Bumi ini menyembah Diri-Nya, itu tak akan jadi masalah buat Allah karena ia adalah Tuhan yang Maha Suci sejak azali, Maha Agung dengan atau tanpa makhluk manusia pernah lahir ke alam mayapada ini.
Namun demikian, jawaban serupa ini bukan saja tak mudah dimengerti, tapi bahkan sangat mungkin disalahpahami jika tak ada penjelasan agak detil mengapa Allah menciptakan umat manusia dan mengapa Dia menurunkan agama-agama ke tengah mereka.
Mari mencoba memahami jawaban tadi dengan pertama-tama kita merenung tentang Allah: Apa yang Allah kerjakan sebelum semua makhluk yang ada di alam mayapada ini diciptakan? Benar, sebelum galaksi-galaksi diciptakan, sebelum semua malaikat termasuk Jibril dan Mikail diwujudkan, Allah saat itu merenung sendirian bersama keagungan dan kesucian-Nya.
Di mana Ia sendirian? Entahlah. Bukankah ruang yang kita kenal saat ini belum tercipta?
Kapan Ia sendirian? Entahlah. Bukankah waktu yang sekarang kita kenal dalam kesadaran kita juga belum tercipta?
Kendati tak satu pun makhluk tahu di mana dan sejak kapan Allah merenung sendirian, ada satu hal penting yang kita tahu: keagungan, kesucian, juga sejuta pesona tentang Allah tak akan diketahui oleh siapa pun untuk selamanya kecuali jika Ia menciptakan makhluk-makhluk agar semua makhluk ciptaan-Nya itu mengenal Diri-Nya. Pengetahuan ini kita peroleh dari firman Allah sendiri dalam sebuah hadis qudsi. Kata Allah: ‘’Dulu Aku tak ubahnya benda berharga yang tersembunyi, lalu Aku ingin diketahui. Maka Aku ciptakan makhluk-makhluk agar mereka mengenal Diri-Ku.’’
Maka, jagat raya termasuk planet Bumi pun Ia ciptakan. Malaikat-malaikat dan bangsa jin Ia ciptakan. Bumi Dia isi dengan air dan oksigen, sebagai persiapan bagi lahirnya semua makhluk laut dan bermiliar-miliar pohon di daratan. Seisi jagat raya termasuk semua makhluk Bumi lalu kagum pada Allah. Kekaguman itu mereka tampakkan dalam bentuk ketaatan pada ‘’sunnatullah’’ atau yang kita kenal sebagai hukum alam. Matahari dikelilingi Bumi, Bumi dikelililingi Bulan, atau seperti firman-Nya: ‘’Matahari tak mungkin mengejar bulan dan malam tak akan mendahului siang, masing-masing beredar pada porosnya.’’ [QS Yasin (36): 40]
simak artikel terkait Virus Corona dan Tuhan yang Tak Butuh Disembah di sini
Namun demikian, Allah belum puas dengan ketaatan makhluk-makhluk itu pada-Nya sebab ketaatan mereka pada Tuhan bersifat ‘given’ dan robotik. Lihatlah air selalu jatuh ke bawah, pohon kurma terus berbuah kurma, pohon mangga tak pernah membangkang untuk berbuah jeruk, semuanya menunjukkan ketaatan robotik. Mereka bahkan tak pernah berani mencabut kaki dari bumi tempat mereka berpijak.
Dari teori evolusi kemudian kita tahu, setelah periode tumbuh-tumbuhan yang tak mampu bergerak itu, makhluk-makhluk yang mampu bergerak pun tercipta di muka bumi. Kita menyebutnya hewan. Tapi, jutaan tahun melata di muka Bumi, hewan-hewan itu tetap saja tidak membuat Allah bangga di hadapan jagat raya dan semua malaikat-Nya. Ketaatan yang ditunjukkan hewan-hewan itu juga bersifat robotik dan monoton: makan, minum, seks, makan, minum, seks. Semua itu tak ubahnya ketaatan palsu yang ditunjukkan oleh tumbuh-tumbuhan dan benda-benda langit yang tercipta lebih awal. Mereka tak berani keluar dari nature asli dan inilah yang membuat ketaatan mereka juga tampak semu, tak sejati.
Dalam sebuah analogi, jika Anda mampu membuat 100 robot dan robot-robot itu didesain selalu taat pada Anda, memuja-muji Anda sesuai desain awal, apa yang bisa Anda banggakan dari robot-robot itu ketika mereka menaati perintah dan memuji-muji Anda? Inilah yang disebut ketaatan semu!
Untuk itu, demi memunculkan sebuah ketaatan murni, Allah perlu menciptakan makhluk yang mampu membangkang pada Diri-Nya. Makhluk ini harus mampu berpikir dan cerdas agar dia mampu membangkang. Hanya dari makhluk serupa inilah sebuah ketaatan murni atau pembangkangan murni akan lahir. Hanya dari makhluk serupa ini Allah bisa berbangga-bangga kepada para malaikat dan semua makhluk-Nya karena ketika diciptakan mampu membangkang, makhluk ini ternyata tetap taat kepada-Nya akibat silau terhadap kesucian dan keagungan Diri-Nya.
Makhluk berpikir, cerdas, dan mampu membangkang itu adalah manusia.
Sampai di sini, tak ada pertentangan antara sains dan ajaran agama. Menurut sains, sekelompok manusia (homo sapiens sapiens) adalah makhluk paling ujung yang muncul dari mata rantai pohon evolusi. Dibutuhkan waktu berjuta-juta tahun bagi kemunculan makhluk cerdas ini, yang persiapan kemunculannya dimulai dari kemunculan sel purba. Menurut ajaran agama, kemunculan makhluk cerdas dan mampu membangkang itu dipersonifikasi oleh sosok Adam yang baru muncul jauh setelah malaikat, jin, dan makhluk-makhluk lain diciptakan lebih awal. Tak mungkin Adam diperintahkan menyebut asma (nama-nama atau simbol-simbol denotatif), jika makhluk-makhluk itu belum tercipta di hadapannya.
Namun demikian, kemunculan makhluk berpikir ini bukan tanpa konsekuensi. Kemampuan membangkang terhadap Allah dan melakukan perusakan di muka bumi adalah salah satu konsekuensi logis itu – seperti Adam yang digambarkan mampu membangkang perintah Allah dengan mendekati pohon larangan. Jika makhluk-makhluk lain menunjukkan ketaatan robotik pada Allah, dengan akal pikiran yang mereka ‘’temukan’’ di tengah jalan panjang evolusi organisme, makhluk yang satu ini sebaliknya mampu melakukan apa saja, mulai dari kanibalisme, perbudakan, eksploitasi kemanusiaan, mutasi genetika, menciptakan racun, bom nuklir, bahkan menghancurkan planet Bumi tempat mereka tinggal.
Untuk mengontrol makhluk-makhluk sangat cerdas ini, tak ada jalan lain kecuali Allah menurun agama-agama untuk mereka. Hanya nilai-nilai langit yang bisa mengontrol kebebasan akal sembari menunjukan jalan lurus buat mereka di muka Bumi ini.
simak artikel terkait Virus Corona dan Tuhan yang Tak Butuh Disembah di sini
Dengan kata lain, agama-agama diturunkan dari langit bukan untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan umat manusia itu sendiri demi menjaga jiwa, keturunan, harta, kehormatan, dan kelangsungan peradaban mereka. Allah tak butuh disembah karena Ia tak akan mati hanya gara-gara semua manusia tak menyembah-Nya.
Tapi, mengapa Allah mewajibkan manusia salat? Bukan cuma salat, bahkan ketika kelima rukun Islam wajib dilaksanakan oleh manusia, itu bukan karena Allah membutuhkan ibadah mereka, melainkan umat manusialah yang membutuhkan semua syariat itu!
Syahadat dibutuhkan karena ia menjadi fondasi penting buat manusia menjadi makhluk spiritual yang berbeda dengan binatang lainnya. Salat dibutuhkan karena hanya dengan itu, sebagai makhluk spiritual, manusia bisa menjaga komunikasi terus-menerus dengan Sang Maha Spiritual, yang dampaknya mampu menyehatkan diri dan lingkungan sosial akibat terhindar dari fahsya (merusak diri sendiri) dan munkar (merusak alam sekitar). Puasa dibutuhkan karena dengannya sang makhluk spiritual bisa terhubung sebulan penuh dengan Sang Maha Spiritual. Zakat? Allah jelas tak butuh zakat, tapi kaum miskin pasti butuh zakat. Sedangkan ibadah haji dibutuhkan agar dengannya, di rumah Allah, sesama makhluk spiritual bisa bebas berkomunikasi membangun peradaban luhur dengan makhluk spiritual lainya dari beragam suku dan bangsa.
Karena itu, firman Allah SWT dalam QS Az-Zaariyat (51) ayat 56 yang menyatakan ‘’tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah Diri-Ku’’ hendaknya tidak dimaknai bahwa Allah butuh persembahan manusia, melainkan manusialah yang butuh menyembah Diri-Nya. Allah adalah Ghaniyyun Hamid – Tuhan yang tak membutuhkan apa pun dan selalu dipuji. Hanya dengan menyembah Spiritualitas Tertinggi, manusia jadi ikut tinggi menjauhi sifat kebinatangan mereka.
Sampai di sini, kita mulai bisa mereka-reka jawaban atas pertanyaan awal, apa tujuan Allah menciptakan virus Corona dan membiarkan mereka tersebar di seluruh permukaan Bumi jika pada akhirnya mereka menghambat umat manusia bersujud di depan Kabah dan meninggalkan salat Jumat?
Pertama, karena Allah tak butuh salat dan ibadah manusia sebab Ia sudah Maha Kaya, jangan pernah risau jika Kabah menjadi sepi dan salat Jumat ditiadakan untuk sementara akibat makhluk Virus Corona yang Ia ciptakan sendiri. Ingat, tujuan diturunkannya agama-agama adalah demi menjaga keselamatan hidup dan peradaban umat manusia. Jika karena berkerumun di depan Kabah atau salat berjamaah kita jadi tertular Covid-19, itu namanya kita bukan sedang beragama dengan baik, melainkan justru melawan tujuan diturunkannya agama. Untuk menghindari kematian akibat virus, Anda hanya berhenti umrah atau salat Jumat sementara, bukan berhenti beragama!
Kedua, bisa jadi lewat virus mematikan itu, Allah sedang memberi kritik halus atas cara sebagian kita menyembah Diri-Nya. Bisa jadi Ia tengah cemburu pada Kabah akibat sebagian hati orang-orang yang bersimpuh di hadapannya justru silau pada makhluk kubus hitam itu ketimbang kepada Pemilik Kabah. Atau Ia tengah cemburu pada gamis, sorban, sarung, dan peci yang kita pakai karena dengan pakaian itu kita sesungguhnya sedang berbangga-bangga dengan kelompok kita, bukan karena tunduk pada keagungan-Nya. Untuk itu Ia sengaja menghalau kita dari kerumunan salat berjamaah agar kita bisa salat sendiri-sendiri di rumah, lalu di tengah kesendirian itu kita jadi bebas mengakui semua dosa.
Ketiga, makhluk manusia ternyata bukan rantai terakhir dari proses jutaan tahun evolusi organisme. Ada makhluk-makhluk lain yang terus bermunculan dan tak kalah cerdas menandingi kecerdasan sel-sel otak kita — mereka membelah diri lalu dengan bebas masuk ke dalam tubuh kita. Masihkah kita akan menyombongkan diri?
Jakarta, 21 Maret 2020
Semoga artikel Virus Corona dan Tuhan yang Tak Butuh Disembah ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amin..
simak artikel terkait Virus Corona dan Tuhan yang Tak Butuh Disembah di sini
kunjungi channel youtube kami di sini
Penulis: Muhlisin
Editor: Anas Muslim