Tradisi Sungkem Disesatkan, Ini Jawaban Dosen Ilmu Hadits UIN Sunan Kalijaga.
Tradisi Sungkem Disesatkan. Akhir-akhir ini, beredar meme yang menyebut sungkem (membungkuk dan mencium tangan orang sholeh) disesatkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Meme itu viral dan disebarkan di berbagai jaringan grup media sosial. Dengan menggunakan beberapa potong dalil, mereka mengharamkan tradisi sungkeman kepada orang tua, karena menganggap sungkem itu statusnya sama dengan seperti sujud dan menyembah kepada mereka.
Tradisi Sungkem Disesatkan. Atas dasar ini, seorang dosen dosen Ilmu Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr Ali Imron menegaskan bahwa orang-orang yang menyebarkan meme demikian ini harus dilawan. Tradisi Sungkem Disesatkan. Sangat berbahaya kalau viral seperti itu dibaca orang awam.
“Bisa-bisa orang awam lantas merasa mendapat “pencerahan” dan ikut-ikutan memerangi tradisi sungkeman ini, karena sudah terdoktrin sungkeman= menyembah=musyrik. Jadi memerangi sungkeman dianggapnya sama dengan memerangi kemusyrikan,” tegas Ali Imron yang juga alumnus Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan Pati.
Tradisi Sungkem Disesatkan. Untuk lebih detailnya, redaksi menurunkan dalil-dalil yang sangat jelas yang sudah dituliskan oleh Dr Ali Imron dalam catatan facebooknya, 5 November 2019.
Tradisi Sungkem Disesatkan. “Berikut ini saya tunjukkan dalil-dalil bahwa sungkeman dan mencium tangan orang yang dihormati itu justru merupakan tradisi orang-orang salafus shalih, sering dicontohkan para shahabat maupun tabiin.
1. Hadis Salamah bin Akwa’
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ، قَالَ: ” بَايَعْتُ بِيَدِي هَذِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَاهَا، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ ”
Dari Salamah bin Al-Akwaa’, ia berkata : “Aku berbaiat kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan tanganku ini, lalu kami mencium tangannya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal itu”
[Hadis hasan diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Al-Muqri’ dalam Ar-Rukhshah fii Taqbiilil-Yadd no. 12; ].
2. Hadis Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ رَزِينٍ، قَالَ: ” مَرَرْنَا بِالرَّبَذَةِ، فَقِيلَ لَنَا: هَا هُنَا سَلَمَةُ بْنُ الأَكْوَعِ، فَأَتَيْنَاهُ فَسَلَّمْنَا عَلَيْهِ، فَأَخْرَجَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: بَايَعْتُ بِهَاتَيْنِ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجَ كَفًّا لَهُ ضَخْمَةً كَأَنَّهَا كَفُّ بَعِيرٍ، فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا ”
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin Raziin, ia berkata : “Kami pernah melewati daerah Rabadzah. Lalu dikatakan kepada kami : “Itu dia Salamah bin Al-Akwa’”. Maka kami mendatanginya dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu ia mengeluarkan kedua tangannya dan berkata : “Aku berbaiat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan kedua tanganku ini”. Ia mengeluarkan kedua telapak tangannya yang besar yang seperti tapak onta. Kami pun berdiri, lalu MENCIUMNYA (tangan Salamah)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 973; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Al-Adabul-Mufrad hal. 372].
3. Hadis Zaid bin Sabit
عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: ” رَكِبَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، فَأَخَذَ ابْنَ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ، فَقَالَ لَهُ: لا تَفْعَلْ يَا ابْنَ عَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا، فَقَالَ زَيْدٌ: أَرِنِي يَدَكَ، فَأَخْرَجَ يَدَهُ، فَقَبَّلَهَا زَيْدٌ، وَقَالَ: هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِأَهْلِ بَيْتِ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
Dari Asy-Sya’biy, ia berkata : Zaid bin Tsaabit pernah mengendarai hewan tunggangannya, lalu Ibnu ‘Abbaas mengambil tali kekangnya dan menuntunnya. Zaid berkata : “Jangan engkau lakukan wahai anak paman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Ibnu ‘Abbaas berkata : “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan (menghormati) ulama kami”. Zaid berkata : “Kemarikanlah tanganmu”. Lalu Ibnu ‘Abbaas mengeluarkan tangannya, kemudian Zaid menciumnya dan berkata : “Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan (menghormati) ahli bait Nabi kami shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah wa Jawaahirul-‘Ilm 4/146-147 no. 1314; dihasankan oleh Masyhuur Hasan Salmaan dalam takhrij-nya atas kitab tersebut].
Perkataan Ibnu ‘Abbaas dan Zaid : “beginilah kami diperintahkan…..”, menunjukkan hukum marfu’ atas riwayat ini.
4. Hadis Abu Ubaydah mencium tangan Umar
حَ
عَنْ تَمِيمِ بْنِ سَلَمَةَ، أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ قَبَّلَ يَدَ عُمَرَ ، قَالَ تَمِيمٌ: وَالْقُبْلَةُ سُنَّةٌ
Dari Tamiim bin Salamah : Bahwasannya Abu ‘Ubaidah (bin Al-Jarraah) pernah mencium tangan ‘Umar”. Tamiim berkata : “Ciuman (tangan) adalah sunnah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 26611 dan dalam Al-Adab no. 4; dla’iif[3], namun perkataan Tamiim bahwa ciuman tangan adalah sunnah, shahih].
Tamiim adalah seorang tsiqah dari kalangan ulama tabi’iin pertengahan.
5. Hadis Shahabat Thalhah mencium tangan mighwar
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الصَّائِغُ، ثنا سَعِيدٌ، ثنا سُفْيَانُ، عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ، عَنْ طَلْحَةَ، ” أَنَّهُ قَبَّلَ يَدَ خَيْثَمَةَ “.قَالَ مَالِكٌ: وَقَبَّلَ طَلْحَةُ يَدِي
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy Ash-Shaaigh : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid (bin Manshuur) : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan (bin ‘Uyainah), dari Maalik bin Mighwal, dari Thalhah : Bahwasannya ia MENCIUM TANGAN Khaitsamah. Maalik berkata : “Dan Thalhah mencium tanganku” [Diriwayatkan oleh Ibnul-‘Arabiy dalam Al-Qubal no. 6; shahih].
Maalik bin Mighwal adalah seorang tsiqah dari kalangan kibaaru atbaa’it-taabi’iin. Thalhah bin Musharrif adalah seorang yag tsiqah, qari’, lagi mempunyai keutamaan dari kalangan ulama shighaarut-taabi’iin.
6. Atsar tabi’in Sufyan al-Tsauri
عَنْ عَلِيِّ بْنِ ثَابِتٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ، يَقُولُ: ” لا بَأْسَ بِهَا لِلْإِمَامِ الْعَادِلِ، وَأَكْرَهُهَا عَلَى دُنْيَا ”
Dari ‘Aliy bin Tsaabit, ia berkata : Aku mendengar Sufyaan Ats-Tsauriy berkata : “Tidak mengapa dengannya (yaitu mencium tangan) terhadap imam yang adil, namun aku membencinya jika dilandasi alasan dunia” [Al-Wara’, no. 479; shahih].
Al-Marwaziy rahimahullah berkata :
سألت أبا عبد الله عن قبلة اليد فلم ير به بأسا على طريق التدين ،وكرهها على طريق الدنيا
“Aku pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) tentang mencium tangan, maka ia memandang hal itu tidak mengapa jika dilakukan karena alasan agama, dan ia memakruhkan jika dilakukan karena alasan keduniaan” [Al-Wara’, no. 476].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
تَقْبِيل يَد الرَّجُل لِزُهْدِهِ وَصَلَاحه أَوْ عِلْمه أَوْ شَرَفه أَوْ صِيَانَته أَوْ نَحْو ذَلِكَ مِنْ الْأُمُور الدِّينِيَّة لَا يُكْرَه بَلْ يُسْتَحَبّ ، فَإِنْ كَانَ لِغِنَاهُ أَوْ شَوْكَته أَوْ جَاهه عِنْد أَهْل الدُّنْيَا فَمَكْرُوه شَدِيد الْكَرَاهَة وَقَالَ أَبُو سَعِيد الْمُتَوَلِّي : لَا يَجُوز
“Mencium tangan seorang laki-laki dikarenakan kezuhudan, keshalihan, ilmu yang dimiliki, kemuliaannya, penjagaannya, atau yang lainnya dari perkara-perkara agama tidaklah dibenci, bahkan disukai. Namun apabila hal itu dilakukan karena faktor kekayaan, kekuasaan, atau kedudukannya di mata orang-orang, maka hal itu sangat dibenci. Dan berkata Abu Sa’iid Al-Mutawalliy : ‘Tidak diperbolehkan” [Fathul-Baariy, 11/57].
7. Hadis shahih riwayat Abdu Qays, bahwa para shahabat mencium tangan dan kaki Nabi
سنن أبي داوود ٤٥٤٨: أُمُّ أَبَانَ بِنْتُ الْوَازِعِ بْنِ زَارِعٍ عَنْ جِدِّهَا زَارِعٍ وَكَانَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قَالَ لَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَجَعَلْنَا نَتَبَادَرُ مِنْ رَوَاحِلِنَا فَنُقَبِّلُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ قَالَ وَانْتَظَرَ الْمُنْذِرُ الْأَشَجُّ حَتَّى أَتَى عَيْبَتَهُ فَلَبِسَ ثَوْبَيْهِ ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمْ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا قَالَ بَلْ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ
Sunan Abu Daud 4548: Dari Ummu Aban bintil Wazi’ bin Zari’ dari kakeknya Zari’ saat itu ia sedang bersama rombongan utusan Abdu Qais, ia berkata: Ketika kami tiba di Madinah, kami saling berlomba memacu kendaraan kami, lalu kami MENCIUM TANGAN DAN KAKI BELIAU .” Ia (perawi) berkata: “Sedangkan Al Mundzir Al Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia kenakan pakaiannya tersebut. Setelah itu ia datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lantas bersabda kepada Al Mundzir: “Sesungguhnya engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya: santun dan sabar.” Al Mundir bertanya: “Wahai Rasulullah, memang aku berakhlaq demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?” beliau menjawab: “Allah yang memberikan itu kepadamu.” Al Mundzir berkata: “Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya.”
7. Hadis shahih dari Abdullah bin Salamah, dua orang Yahudi mencium tangan dan kaki Nabi
المستدرك ٢٠: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ، حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْحَسَنِ الْأَسَدِيُّ بِهَمْدَانَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، وَأَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرٍ الْقَطِيعِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، ثنا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَلَمَةَ، يُحَدِّثُ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَ: قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَسْأَلَهُ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ {وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ} [الإسراء: 101] فَقَالَ: لَا تَقُولُوا لَهُ نَبِيٌّ، فَإِنَّهُ لَوْ سَمِعَكَ لَصَارَتْ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ، قَالَ: فَسَأَلَاهُ، فَقَالَ: «لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَلَا تَسْرِقُوا، وَلَا تَزْنُوا، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَلَا تَسْحَرُوا، وَلَا تَأْكُلُوا الرِّبَا، وَلَا تَمْشُوا بِبَرِيءٍ إِلَى ذِي سُلْطَانٍ لِيَقْتُلَهُ، وَلَا تَقْذِفُوا مُحْصَنَةً، وَأَنْتُمْ يَا يَهُودُ عَلَيْكُمْ خَاصَّةً أَلَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ» فَقَبَّلَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ، وَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ، فَقَالَ: «مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُسْلِمَا؟» قَالَا: إِنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ دَعَا أَنْ لَا يَزَالَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ، وَإِنَّا نَخْشَى أَنْ يَقْتُلَنَا يَهُودُ ” هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُ لَهُ عِلَّةً بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ، وَلَا ذَكَرَ الصَّفْوَانُ بْنُ عَسَّالٍ حَدِيثًا وَاحِدًا سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدَ بْنَ يَعْقُوبَ الْحَافِظَ، وَيَسْأَلَهُ مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، فَقَالَ: لِمَ تَرَكَا حَدِيثَ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ أَصْلًا؟ فَقَالَ: لِفَسَادِ الطَّرِيقِ إِلَيْهِ “. قَالَ الْحَاكِمُ: ” إِنَّمَا أَرَادَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ بِهَذَا حَدِيثَ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ فَإِنَّهُمَا تَرَكَا عَاصِمَ بْنَ بَهْدَلَةَ، فَأَمَّا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ وَيُقَالُ: الْهَمْدَانِيُّ وَكُنْيَتُهُ أَبُو الْعَالِيَةِ، فَإِنَّهُ مِنْ كِبَارِ أَصْحَابِ عَلِيٍّ وَعَبْدِ اللَّهِ «. وَقَدْ رَوَى عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، وَغَيْرِهِمَا مِنَ الصَّحَابَةِ،» وَقَدْ رَوَى عَنْهُ أَبُو الزُّبَيْرِ الْمَكِّيُّ وَجَمَاعَةٌ مِنَ التَّابِعِينَ “
Al Mustadrak 20: Abu Al Abbas Muhammad bin Ya’qub menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Marzuq menceritakan kepada kami, Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami. Abu Al Qasim Abdurrahman bin Hasan Al Asadi di Hamadan memberitakan kepada kami, Ibrahim bin Al Husain menceritakan kepada kami, Adam bin Abu Iyas menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami. Ahmad bin Ja’fer Al Qathi’i mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah, dia berkata: Aku pernah mendengar Abdullah bin Salamah meriwayatkan hadits dari Shafwan bin Assal Al Muradi, dia berkata, “Seorang Yahudi berkata kepada temannya, Mari kita pergi menemui Nabi ini (Muhammad ) untuk bertanya kepadanya tentang ayat ini, “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata”.’ (Qs. Al Israa’ [17]: 101]. Si Yahudi berkata, ‘Jangan kamu katakan kepadanya bahwa dia seorang nabi, karena jika dia mendengarmu maka dia akan memiliki empat mata’. Keduanya pun menanyakannya kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menjawab, ‘Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah dengan cara yang benar, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba, jangan membawa orang tak berdosa kepada penguasa untuk dibunuh, jangan menuduh perempuan baik-baik (berbuat zina), dan kalian bangsa Yahudi, khusus untuk hari Sabtu (Sabbath) janganlah kalian melanggar perintah Allah.’ Keduanya lalu MENCIUM TANGAN DAN KAKI beliau (Nabi Saw.), lantas berkata, Kami bersaksi bahwa engkau seorang nabi’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, ‘Apa yang menghalangi kalian masuk Islam?’ Keduanya menjawab, ‘Sesungguhnya Daud berdoa agar senantiasa ada keturunannya yang menjadi nabi, dan kami takut akan dibunuh orang-orang Yahudi (seandainya masuk Islam)’.”
Hadits ini shahih. Kami tidak mengetahui ada Illat-nya dari berbagai segi. Al Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Shafwan bin Assal tidak menyebutkan satu hadits pun. Aku mendengar Abu Abdillah Muhammad bin Ya’qub ditanya oleh Muhammad bin Ubaidillah, “Mengapa keduanya meninggalkan hadits Shafwan dan Assal?” Dia menjawab, “Lantaran rusaknya jalur (periwayatan) kepadanya.” Al Hakim berkata, “Maksud Abu Abdullah adalah hadits Ashim dari Zirr, karena keduanya meninggalkan Ashim bin Bahdalah. Adapun Abdullah bin Salamah Al Muradi, yang disebut Al Hamadani dan bergelar Abu Al Aliyah, termasuk salah seorang pengikut senior Ali dan Abdullah. Haditsnya telah diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash dan Jabir bin Abdullah serta para sahabat lainnya. Abu Az- Zubair Al Makki dan segolongan tabiin telah meriwayatkan darinya.”
Demikian penjelasan dari Dr Ali Imron terkait Tradisi Sungkem Disesatkan. Semoga bermanfaat
Artikel terkait baca di sini. Tonton video menarik seputar hikmah kehidupan. Tonton di sini